JAKARTA - Pemerintah meminta pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah (Jateng), segera direalisasikan. Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Lucky Eko Wuryanto, mengatakan, hal itu dikarenakan kebutuhan listrik dari tahun ke tahun makin besar seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dijelaskan Luky, Indonesia membutuhkan energi lisitrik untuk membantu kemajuan ekonomi yang terus terjadi pada berbagai industri seperti rumah tangga, pendidikan, dan bisnis masyarakat modern.
"Peningkatan kebutuhan tenaga energi sekitar delapan persen hingga sembilan persen per tahun," jelasnya, Minggu (12/5), di Jakarta.
Ia menambahkan, pembangunan PLTU tersebut, sebenarnya sesuai dengan percepatan pertumbuhan ekonomi yang mencapai di atas enam persen. Karenanya, penyediaan energi listrik harus bisa direalisasikan dengan cepat.
"Kami optimis pembangunan PLTU di Kabupaten Batang, akan dilakukan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas," jelasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik yang besar, lanjut dia, pilihan utama adalah memanfaatkan penggunaan batu bara yang saat ini banyak diekspor.
Menurutnya, pemanfaatan batubara saat ini belum optimal karena belum memberikan nilai tambah dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik sehingga dapat mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak.
Pemerintah, kata dia, melibatkan pihak swasta asing dan lokal seperti J. Power, Itochu, dan Adaro dengan investasi sebesar USD 4 miliar, sedangkan pelaksana tender adalah PT Bimasena Power Indonesia.
Dari jumlah itu, J Power mengeluarkan dana sebesar 34 persen, Itochu 32 persen dan Adaro 34 persen. "Ini menunjukkan bahwa kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) sangat penting," ujarnya.
Menurut Luky, kebutuhan listrik di dalam negeri sudah ada programnya. Misalnya tahun ini harus terproduksi sekian Mega Watt. Jadi, kata dia, sudah seharusnya ada persiapan untuk memenuhi permintaan yang meningkat dari tahun ke tahun. "Kita harus bisa mengimbangi percepatan ekonomi yang pasti membutuhkan energi besar," katanya.
Menurut dia, pembangunan PLTU tersebut kemungkinan pada awal tahun depan, karena pembebasan sertifikasi tanah kemungkinan harus segera diselesaikan sekitar enam bulan hingga satu tahun. "PLTU tersebut akan dibangun di lahan 226 hektare yang saat ini 186 hektare lahan yang sudah dibebaskan," ujarnya.
Ia mengatakan, kalau lahan itu sudah dibebaskan pada Oktober 2012 maka konstruksi bisa dilakukan. Namun, kata dia, banyak hambatannya sehingga pembangunan awalnya diperkirakan selesai 2017 akan mengalami kemunduran selama setahun.
Menurut dia, penguasaan tanah sangat lambat sehingga diperpanjang satu kali menjadi 2 Oktober 2013, menjadi penyebab mundurnya pembangunan PLTU selama setahun.
Menurut Luky, pembangunan PLTU tersebut menggunakan teknologi terkini, Ultra Super Criticel. Sehingga, kata dia, tidak ada lagi pencemaran seperti di Tanjung Jati atau di lokasi lain yang menyebabkan polusi.
Pembangunan PLTU dapat dilakukan 6 Oktober 2013 agar bisa terjadi financial close, amdal dan pembebasan tanah. Menurut dia, pembebasan tanah saat ini sudah mencapai 80 persen. Diperkirakan Mei-Juni dan Juli semua masalah sudah tuntas. Untuk tanah, tentunya ada sertifikasi.
Menurutnya, pembangunan baru bisa dilakukan kalau semua sudah tersertifikasi. Kata Luky, diharapkan dapat diselesaikan secara cepat sehingga saat 'financial close' selesai, pembangunan fisik yang memakan waktu sekitar lima tahun bisa dimulai. "Targetnya 2017, tapi karena itu ada kelambatan penyelesaian pembangunan PLTU mengalami kelambatan," pungkasnya. (boy/jpnn)
Dijelaskan Luky, Indonesia membutuhkan energi lisitrik untuk membantu kemajuan ekonomi yang terus terjadi pada berbagai industri seperti rumah tangga, pendidikan, dan bisnis masyarakat modern.
"Peningkatan kebutuhan tenaga energi sekitar delapan persen hingga sembilan persen per tahun," jelasnya, Minggu (12/5), di Jakarta.
Ia menambahkan, pembangunan PLTU tersebut, sebenarnya sesuai dengan percepatan pertumbuhan ekonomi yang mencapai di atas enam persen. Karenanya, penyediaan energi listrik harus bisa direalisasikan dengan cepat.
"Kami optimis pembangunan PLTU di Kabupaten Batang, akan dilakukan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas," jelasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik yang besar, lanjut dia, pilihan utama adalah memanfaatkan penggunaan batu bara yang saat ini banyak diekspor.
Menurutnya, pemanfaatan batubara saat ini belum optimal karena belum memberikan nilai tambah dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik sehingga dapat mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak.
Pemerintah, kata dia, melibatkan pihak swasta asing dan lokal seperti J. Power, Itochu, dan Adaro dengan investasi sebesar USD 4 miliar, sedangkan pelaksana tender adalah PT Bimasena Power Indonesia.
Dari jumlah itu, J Power mengeluarkan dana sebesar 34 persen, Itochu 32 persen dan Adaro 34 persen. "Ini menunjukkan bahwa kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) sangat penting," ujarnya.
Menurut Luky, kebutuhan listrik di dalam negeri sudah ada programnya. Misalnya tahun ini harus terproduksi sekian Mega Watt. Jadi, kata dia, sudah seharusnya ada persiapan untuk memenuhi permintaan yang meningkat dari tahun ke tahun. "Kita harus bisa mengimbangi percepatan ekonomi yang pasti membutuhkan energi besar," katanya.
Menurut dia, pembangunan PLTU tersebut kemungkinan pada awal tahun depan, karena pembebasan sertifikasi tanah kemungkinan harus segera diselesaikan sekitar enam bulan hingga satu tahun. "PLTU tersebut akan dibangun di lahan 226 hektare yang saat ini 186 hektare lahan yang sudah dibebaskan," ujarnya.
Ia mengatakan, kalau lahan itu sudah dibebaskan pada Oktober 2012 maka konstruksi bisa dilakukan. Namun, kata dia, banyak hambatannya sehingga pembangunan awalnya diperkirakan selesai 2017 akan mengalami kemunduran selama setahun.
Menurut dia, penguasaan tanah sangat lambat sehingga diperpanjang satu kali menjadi 2 Oktober 2013, menjadi penyebab mundurnya pembangunan PLTU selama setahun.
Menurut Luky, pembangunan PLTU tersebut menggunakan teknologi terkini, Ultra Super Criticel. Sehingga, kata dia, tidak ada lagi pencemaran seperti di Tanjung Jati atau di lokasi lain yang menyebabkan polusi.
Pembangunan PLTU dapat dilakukan 6 Oktober 2013 agar bisa terjadi financial close, amdal dan pembebasan tanah. Menurut dia, pembebasan tanah saat ini sudah mencapai 80 persen. Diperkirakan Mei-Juni dan Juli semua masalah sudah tuntas. Untuk tanah, tentunya ada sertifikasi.
Menurutnya, pembangunan baru bisa dilakukan kalau semua sudah tersertifikasi. Kata Luky, diharapkan dapat diselesaikan secara cepat sehingga saat 'financial close' selesai, pembangunan fisik yang memakan waktu sekitar lima tahun bisa dimulai. "Targetnya 2017, tapi karena itu ada kelambatan penyelesaian pembangunan PLTU mengalami kelambatan," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bunga Kredit Mikro Dongkrak Laba PNM
Redaktur : Tim Redaksi