Pemerintah Tiongkok membantah tuduhan terjadi praktek kerja paksa di sebuah penjara Shanghai. Hal ini disampaikan sehari setelah media melaporkan penemuan pesan di dalam kartu Natal yang menyatakan kartu itu dikemas oleh para tahanan.

Tuduhan itu berawal ketika seorang gadis berusia enam tahun di London, Inggris menemukan pesan permohonan bantuan didalam sebuah kartu Natal yang diproduksi oleh perusahaan Zhejiang Yunguang Printing dan dijual di wara laba supermarket Tesco.

BACA JUGA: Demi Keamanan, Pemerintah Kabupaten di Tiongkok Larang Perayaan Natal di Sekolah

"Kami adalah tahanan asing di Penjara Shanghai Qingpu Tiongkok. Kami dipaksa bekerja tanpa persetujuan kami," tulis catatan itu.

Pesan itu mendesak siapa pun yang menerima pesan dalam kartu Natal itu untuk menghubungi Peter Humphrey, mantan jurnalis dan penyelidik penipuan perusahaan Inggris yang pernah dipenjara di hotel prodeo yang sama 2014-2015.

BACA JUGA: Bantah Tudingan Diskriminasi, XDRC: Puluhan Ribu Muslim Uighur Difasilitasi Naik Haji

Keluarga itu kemudian menghubungi Peter Humphrey, yang kemudian menuliskan kisah ini untuk The Sunday Times

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang mengatakan dalam sebuah konferensi pers Senin (23/12/2019) malam bahwa kisah itu "hanyalah sebuah drama yang direkayasa oleh Peter Humphrey".

BACA JUGA: Perempuan Berjilbab yang Dianiaya di Sydney Sudah Melahirkan

"Kami telah memverifikasi dengan departemen terkait, dan dipastikan tidak ada praktek kerja paksa bagi tahanan asing di penjara Qingpu di Shanghai," kata juru bicara itu. Photo: Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan tidak ada kerja paksa di penjara Qingpu.
(Reuters: Aly Song)

 

Sementara itu pihak Zhejiang Yunguang Printing juga membantah tuduhan yang disebutnya sebagai "klaim tidak berdasar" dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh media pemerintah Tiongkok Global Times.

"Kami baru mengetahui hal ini ketika beberapa media asing menghubungi kami. Kami tidak pernah melakukan hal seperti itu," kata perusahaan itu.

"Mengapa mereka memasukkan nama perusahaan kita? Apakah mereka punya bukti bahwa kami menjalin kerjasama dengan penjara"

Zhejiang Yunguang Printing menduga insiden itu dilatari motif politik untuk mengotori catatan hak asasi manusia Tiongkok.

"Apakah mereka mencoba menggiring ke masalah politik? Apakah mereka berusaha menantang HAM Tiongkok?" kata perusahaan itu untuk memperkuat pembelaan mereka kalau ini adalah insiden yang direkayasa. Tesco selidiki rantai pasokan di Tiongkok

Peter Humphrey menanggapi tuduhan Pemerintah Tiongkok ini dengan mengatakan dirinya belum pernah bertemu keluarga yang menemukan kartu tersebut.

"Saya tidak mungkin mengarang insiden dan cerita ini," kata Peter Humphrey seraya menjelaskan pesan ini memiliki kesamaan dengan semua yang diketahuinya.

"Saya telah berbicara dengan mantan narapidana yang dibebaskan tahun ini dan ia membenarkan bahwa unit penjara itu melakukan pekerjaan membuat kemasan untuk kartu Natal Tesco."

Peter Humphrey sempat menghabiskan 23 bulan penjara karena tuduhan memperoleh catatan pribadi warga negara Tiongkok secara ilegal dan menjual informasi itu kepada sejumlah klien termasuk produsen obat GlaxoSmithKline. Photo: Peter Humphrey menolak tuduhan Pemerintah Tiongkok bahwa cerita yang ditulisnya adalah rekayasa. Ia menegaskan dirinya belum pernah bertemu keluarga yang menemukan kartu itu.
(Supplied)

 

Tesco langsung membatalkan kerjasamanya dengan pemasok kartu Natal asal Tiongkok pada hari Minggu (22/12/2019) dan mengatakan pihaknya langsung menyelidiki insiden tersebut.

Informasi yang diperoleh ABC mengungkapkan Zhejiang Yunguang Printing juga menjadi pemasok bagi Cotton On Group Australia – kerjasama ini juga turut diselidiki oleh kelompok bisnis itu.

Ini bukan pertama kalinya seorang pembelanja menemukan pesan rahasia tentang kerja paksa di sistem penjara di Tiongkok.

Pada Juni 2014, seorang pembelanja dari Irlandia Utara Karen Wisínska mengatakan dia menemukan sebuah catatan yang menjadi pembungkus kartu identitas penjara Tiongkok di dalam sepasang celana panjang yang dibelinya di Belfast.

Amnesti Internasional mengatakan penulis pesan itu mengaku dirinya adalah seorang tahanan di Penjara Xiang Nan di Provinsi Hubei Tiongkok dan dipaksa bekerja 15 jam sehari.

"Pekerjaan kami di dalam penjara adalah memproduksi pakaian fashion untuk ekspor," kata catatan itu.

"Kami bekerja 15 jam per hari dan makanan yang kami makan bahkan tidak layak diberikan kepada anjing atau babi."

Patrick Corrigan, direktur program Amnesti Internasional Irlandia Utara, mendesak sejumlah perusahaan Inggris untuk memantau rantai pasokan mereka dan "mengakhiri kontrak begitu mereka menemukan adanya tindakan pelecehan".

"Ini adalah kisah yang mengerikan. Sangat sulit untuk mengetahui apakah pesan itu asli, tetapi kekhawatiran terbesar adalah insiden ini hanyalah puncak gunung es," katanya dalam laporan Amnesty.

Amnesty sebelumnya telah mendokumentasikan penggunaan mekanisme kerja paksa dalam sistem penjara Tiongkok, termasuk di penjara yang digunakan untuk menahan para tahanan politik.

ABC/Reuters

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Muslim Ikut Memeriahkan Perayaan Natal di Gaza

Berita Terkait