Pemerintah Yakin Masih Ingin Pakai Cara Pemilu Serentak ?

Rabu, 26 Juni 2019 – 20:06 WIB
Kotak Suara Pemilu 2019. Foto ilustrasi. pojoksatu

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jhon Pieris mendorong pemisahan pemilihan umum (pemilu) serentak.

Menurut dia, pemilu harus dikembalikan seperti sebelumnya.

BACA JUGA: Jokowi dan Maruf Tonton Pembacaan Putusan MK di Mana?

"Ke depan itu harus ditinjau ulang. Istilahnya harus dipisahkan kembali ke zaman sebelumnya," kata Jhon dalam diskusi "Evaluasi Pemilu Serentak, Bisakah Pileg dan Pilpres Dipisah Lagi?" di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (26/6).

Jhon mencatat ada beberapa persoalan dalam penyelenggaraan pemilu serentak. Pertama, kesiapan kelembagaan kurang.

BACA JUGA: Orator Massa Aksi Kawal MK: Besok Datang Lagi, Bawa Rekan Lainnya, Jangan Sampai Menyesal

BACA JUGA : Jangan Grasah - Grusuh Wacanakan Pemisahan Pemilu Serentak

 

BACA JUGA: Ini Petisi dari Massa Aksi Kawal MK, Aneka Kezaliman Disebut

Hal ini seperti ingin mencari bentuk baru, tetapi tidak mampu mengatur strategi pemilu. Pemerintah juga kurang memprediksi apa yang akan terjadi.

"Sebagai contoh kecil saja, di Puskesmas itu waktu orang (penyelenggara pemilu) jatuh sakit dan meninggal, tidak ada dokter-dokter yang siap untuk 24 jam di situ," ungkapnya.

Kedua, lanjut Jhon, politik nasional lebih tercurahkan ke pilpres dibanding pileg. Ketiga, tidak ada debat caleg sama sekali sehingga orang tidak mengenal siapa calonnya.

"Sebagai contoh empat guru besar dan lima dokter di DPD itu tumbang semua karena tidak punya uang," katanya.

BACA JUGA : Tahapan Pilkada Serentak 2020 Mulai Digelar September

Profesor yang juga tidak terpilih kembali sebagai anggota DPD 2019-2024 itu menambahkan, dirinya tidak mungkin memainkan politik uang demi mendapatkan suara.

Jhon mengaku pernah ditawari tiga orang yang berjanji memberikan 10 ribu suara.

"Saya ditawar tiga orang, "Bapak Jhon ada Rp 100 juta tidak, kami kasih 10.000 suara. Bagaimana hitungan anda, ya pasti". Saya tidak mau. Kalaupun ada uang saya tidak mau," jelas Jhon.

Menurut Jhon, dari sudut fungsi politik dan edukasi politiknya, bukan sekadar untuk meraih suara sebanyak mungkin demi keluar sebagai pemenang.

"Bukan itu yang kami cari sebenarnya. Ini demokrasi juga dirusak oleh cara-cara seperti itu," ungkapnya.

Menurut dia, hal seperti ini hanya menguntungkan dinasti politik, yang memiliki modal, dan orang-orang yang memang bukan bidangnya di situ tetapi punya uang banyak sehingga bisa terpilih.

"Saya kira ke depan tidak akan seperti itu lagi," ujarnya.

Jhon juga menyoroti proses pelantikan KPU dan Bawaslu yang terjadi satu bulan sebelum pemilu digelar. Selain itu, kata Jhon, pemilu serentak juga minim sosialisasi.

Berbeda dengan zaman Soeharto, hanya dengan sosialisasi lewat satu stasiun televisi yakni TVRI, masyarakat bisa tahu hak dan kewajibannya.

"Jadi salah siapa? Salah negara barangkali, dan salah yang membentuk undang-undang itu dalam hal ini parlemen dan pemerintah tentu saja," ujarnya.

Karena itu, Jhon menegaskan ke depan pemilu serentak harus dipisahkan lagi. "Pileg nasional tersendiri dan pilpres sendiri," katanya.

Menurutnya, dari sisi hukum tata negara tidak ada masalah. Dia sadar betul bahwa ini transisi politik dan demokrasi, sehingga wajar tidak sempurna.

"Justru karena tak sempurna itu kami mencoba untuk mengevaluasi kembali lalu mencari solusi solusi strategis untuk apa. Saya tawarkan sebagai anggota DPD, karena kami selalu di lapangan, kami kena dampak semua itu, (pemilu serentak) harus dipisahkan," kata Jhon. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Eks Panglima TNI Sudah Petakan Kelompok Pembawa Agenda Antiputusan MK


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler