Pemerintahan Putin Disoroti Seiring Pemberian Amnesti

Minggu, 29 Desember 2013 – 12:05 WIB
Vladimir Putin. FOTO: getty images

jpnn.com - Di pengujung tahun ini, Rusia mengambil langkah dramatis dengan memberikan amnesti kepada ribuan tahanan politik. Namun, alih-alih Rusia merengkuh nilai positif, tidak sedikit pihak yang justru menyatakan amnesti itu sekadar usaha Presiden Vladimir Putin mencari muka dunia seiring dengan perhelatan Olimpiade Musim Dingin yang berlangsung di Rusia pada Februari 2014. 

---

BEBASNYA tokoh oposisi populer di Rusia, Mikhail Khodorkovsky, serta dua personel band feminis punk Pussy Riot, yakni Nadezhda Tolokonnikova dan Maria Alyokhina, dari penjara langsung menjadi sorotan dunia tentang masih adanya tahanan politik di negara yang akrab disebut Negeri Beruang Merah tersebut. Meski tidak ada seorang pun di antara ketiganya yang divonis dalam kasus kejahatan politik, aroma politis terasa kuat melatarbelakangi proses hukum mereka.

Bukan hanya dua kasus tersebut, ternyata sejumlah kasus lainnya juga menebarkan aroma politis yang kuat. Misalnya, kasus Alexei Navalny. Yakni, seorang aktivis antikorupsi yang menjadi pemimpin gerakan oposisi terpopuler anti-Presiden Vladimir Putin. Meski Alexei hanya dipenjara semalam, kasusnya menggambarkan secara jelas sistem hukum Rusia yang politis, tidak dapat dipercaya, dan menjadi boneka eksekutif. ''Semua yang saya tahu tentang kasus ini mengonfirmasi bahwa kita tidak memiliki pengadilan yang independen,'' tegas mantan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev setelah vonis terhadap Alexei dibacakan.

Berdasar data Associated Press, otoritas menjatuhkan dakwaan yang mengada-ada dan tidak tepat terhadap Navalny, yang saat itu bekerja sebagai penasihat seorang gubernur tanpa digaji. Dia dituduh merencanakan pencurian kayu senilai USD 500 juta dari sebuah perusahaan milik negara. Tidak ada seorang pun manajer di perusahaan tersebut yang menjadi saksi dalam sidang itu untuk mendukung tuduhan tersebut. Kecuali seorang yang pernah diusulkan Navalny untuk dipecat.

Navalny divonis lima tahun penjara pada Juli lalu. Namun, tidak lama kemudian, dia dibebaskan dari penjara karena jaksa meminta Navalny menunggu proses banding dalam kondisi bebas. Pembebasan tersebut, berdasar analisis pengamat politik, adalah salah satu kiat Putin untuk meredam gejolak. Sebab, ada spekulasi, bila Navalny tetap dipenjara, oposisi akan semakin kuat.

Navalny terdaftar sebagai kandidat wali kota Moskow dan diperbolehkan ikut pemilu sampai masa pengajuan bandingnya berakhir. Meski Navalny kalah dalam pemilu wali Kota Moskow pada September lalu dengan menempati posisi kedua, perolehan suaranya jauh lebih tinggi daripada perkiraan semula. Sepekan setelah pemilu, Badan Penyelidik Rusia mengajukan tuntutan baru kepada Navalny. Kali ini adalah kasus dugaan penipuan terhadap perusahaan kosmetik asal Prancis.

Kasus beraroma politis lain juga menimpa Platon Lebedev. Dia adalah sahabat Khodorkovsky. Sosoknya dikenal sebagai pemimpin Grup Menatep, perusahaan induk yang mengontrol saham perusahaan minyak Grup Yukos milik Khodorkovsky. Lebedev didakwa bersama Khodorkovsky selama sidang pada 2005 dan 2011.

Meski Lebedev tidak terlihat menonjol jika dibandingkan dengan Khodorkovsky sebelum penangkapannya pada 2003, kedekat­an mereka membuat Kremlin yakin bahwa bisnis keduanya merupakan sumber dana utama sejumlah partai oposisi dan para politikus anti-Putin. Amnesti Internasional menjuluki Lebedev sebagai ''tahanan politik mulia''.

''Yang bisa saya perjuangkan saat ini adalah membantu pembebasan para tahanan politik lainnya di Rusia. Ya, tahanan politik masih ada di Rusia,'' ujar Mikhail Khodorkovsky.

Selain itu, kasus Arktik 30 menyedot perhatian dunia tentang cara Rusia menghargai perbedaan pendapat. Sebanyak 30 aktivis Greenpeace ditangkap pada September lalu setelah berdemo menolak pembangunan kilang minyak lepas pantai Rusia di Laut Arktik.

Aroma politisnya bukan pada sisi demonstrasi, namun urusan industri gas dan minyak yang selalu berkaitan erat dengan politik Rusia. Itulah sumber pundi-pundi kekayaan yang membanjiri wilayah-wilayah tertentu di Rusia. Aspek kemakmuran tersebut menjadi alasan utama Putin mempertahankan kekuasaan.

Ditambah lagi, aksi aktivis Grrenpeace itu menantang citra Putin sebagai sosok yang mencintai alam dan peduli dengan ekologi Rusia. Demonstran menyatakan bahwa pengeboran minyak lepas pantai mengancam stabilitas ekologi di Arktik.

Pada Kamis (26/12), Rusia membatalkan dakwaan terhadap aktivis Greenpeace. Keputusan tersebut menyusul dikeluarkannya pengampunan hukum yang didukung Kremlin. Semua aktivis telah dibebaskan selang tiga hari setelah Khodorkovsky dan dua personel Pussy Riot juga diampuni.

Kasus lainnya adalah peristiwa Bolotnaya. Dalam kasus tersebut, sekitar 30 aktivis ditangkap pada Mei 2012 setelah terlibat bentrokan de­ngan polisi di lapangan Bolotnaya, Moskow, di malam pelantikan Putin untuk periode ketiga. Beberapa di antaranya diancam hukuman 10 tahun penjara jika terbukti bersalah. Empat di antara mereka mendapat amnesti pekan lalu. Beberapa menjalani tahanan rumah. Namun, sebagian besar telah dipenjara selama satu setengah tahun.

Pemberian amnesti tersebut menjadi kabar baik bagi mereka, tetapi kabar buruk untuk demokrasi Rusia. Artinya, dalam konteks sistem hukum yang berlaku, keputusan tertinggi tetap berada di tangan presiden.

Sebagaimana penegasan dari Maria Alekhina, obral amnesti yang didukung pemerintahan Putin dianggap tidak terkait dengan masalah kemanusiaan. ''Ini bukan amnesti. Ini hanyalah omong kosong dan upaya memperbaiki citra,'' tandasnya. (cak/tia)

BACA JUGA: Program Nuklir Terus Maju, Iran Kembangkan Centrifuge Baru

 

BACA JUGA: Setujui Relokasi Pangkalan Militer AS di Jepang

BACA JUGA: Karbon Monoksida Renggut Belasan Nyawa

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dubai Gelar Pesta Kembang Api Terbesar di Dunia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler