JAKARTA - Politisi Partai Hanura Syarifudin Sudding mengatakan tidak ada korelasi presidential threshold tinggi lalu presiden terpilih nantinya akan efektif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Buktinya, ambang batas calon presiden yang dipakai saat Pilpres 2009 tapi tidak menghasilkan pemerintahan yang efektif.
"Tidak ada hubungannya presidential threshold tinggi lalu presiden efektif. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saja contohnya. Selaku presiden, SBY justru tersandera oleh kondisi yang dengan sadar dulunya dia buat sendiri. Soal dukungan rakyat sangat tinggi," kata Syarifudin Sudding, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (11/7).
Dikatakan Sudding, masuknya RUU Pilpres dalam Program Legislasi Nasional (Proglenas) juga tidak ada kaitannya dengan fakta yang membelenggu presiden akhir-akhir ini. "Revisi UU Pilpres dilakukan DPR sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak ada kaitannya dengan kelembagaan presiden," ujar anggota Komisi III DPR itu.
Lalu, kenapa presiden terpilih periode 2009-2014 tidak efektif? Sudding mengatakan karena terlalu banyak jabatan. "Ketua umum partai, ketua dewan pembina dan ketua dewan kehormatan. Akhirnya menjadi tidak fokus mengurus rakyat," jelas dia.
Belum lagi menghadapi gempuran dari internal koalisi Parpol pendukung pemerintah. Termasuk ego mayoritas yang menguasai parlemen. "Kalau partai-partai besar tidak setuju, lalu voting. Ini tirani dari asas musyawarah mufakat," kata Sudding.
Mestinya, ambang batas calon presiden mengacu pada ambang batas parlemen. Demikian juga halnya dengan persyaratan pendidikan Capres dan Cawapres. Kalau untuk jadi anggota Dewan diatur syarat pendidikan formalnya. "Tapi untuk Capres dan Cawapres tidak diatur dalam undang-undang," kata Syarifudin Sudding. (fas/jpnn)
"Tidak ada hubungannya presidential threshold tinggi lalu presiden efektif. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saja contohnya. Selaku presiden, SBY justru tersandera oleh kondisi yang dengan sadar dulunya dia buat sendiri. Soal dukungan rakyat sangat tinggi," kata Syarifudin Sudding, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (11/7).
Dikatakan Sudding, masuknya RUU Pilpres dalam Program Legislasi Nasional (Proglenas) juga tidak ada kaitannya dengan fakta yang membelenggu presiden akhir-akhir ini. "Revisi UU Pilpres dilakukan DPR sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak ada kaitannya dengan kelembagaan presiden," ujar anggota Komisi III DPR itu.
Lalu, kenapa presiden terpilih periode 2009-2014 tidak efektif? Sudding mengatakan karena terlalu banyak jabatan. "Ketua umum partai, ketua dewan pembina dan ketua dewan kehormatan. Akhirnya menjadi tidak fokus mengurus rakyat," jelas dia.
Belum lagi menghadapi gempuran dari internal koalisi Parpol pendukung pemerintah. Termasuk ego mayoritas yang menguasai parlemen. "Kalau partai-partai besar tidak setuju, lalu voting. Ini tirani dari asas musyawarah mufakat," kata Sudding.
Mestinya, ambang batas calon presiden mengacu pada ambang batas parlemen. Demikian juga halnya dengan persyaratan pendidikan Capres dan Cawapres. Kalau untuk jadi anggota Dewan diatur syarat pendidikan formalnya. "Tapi untuk Capres dan Cawapres tidak diatur dalam undang-undang," kata Syarifudin Sudding. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sandera Puluhan Sipir, Ribuan Napi Kuasai Lapas Tanjung Gusta
Redaktur : Tim Redaksi