Kebakaran hutan dan semak yang terjadi di Australia telah berdampak kepada para pemegang Work and Holiday Visa (WHV) asal Indonesia, karena harus meninggalkan pekerjaannya.

Muhammad Sulhan Rofiq, yang akrab dipanggil Rofiq, sudah memasuki tahun kedua program WHV dan merasa "banyak cobaannya" di tahun 2019 kemarin.

BACA JUGA: Visa Ratusan Pelajar Indonesia di Australia Dibatalkan, Kok Bisa?

Kepada ABC Indonesia, Rofiq yang berasal dari Blitar, Jawa Timur, mengakui sudah mengalami tiga kali kebakaran hutan selama berada di Australia.

"Paling parah yang sebelum tahun baru kemarin, saat berada di Tumbarumba [New South Wales], kebakaran hutan yang hebat membuat kami kehilangan pekerjaan," ujarnya.

BACA JUGA: Kualitas Udara Melbourne Memburuk Akibat Asap Kebakaran

Photo: Rofiq mengaku kehilangan pekerjaannya sebagai pemetik buah di New South Wales dan kini pindah ke Tasmania (Koleksi pribadi)

 

Saat kebakaran terjadi, Rofiq sedang bekerja memetik buah blueberry dan gudang tempat ia bekerja tersambar api, membuat alat-alatnya rusak.

BACA JUGA: Gara-Gara Kebakaran Hutan, PM Australia Jadi Tertawaan Dunia

"Ada sekitar 200 orang yang kehilangan pekerjaan di perkebunan itu karena kebakaran hutan," katanya.

Ia baru mengetahui kejadian di malam pergantian tahun baru 2020, saat sedang berada di kota Sydney, sekitar lima jam menyetir dari Tumbarumba.

Kemudian ia mencoba kembali ke Tumbarumba, tapi hanya bertahan satu malam, karena merasa tenggorokannya panas akibat asap yang tebal dan tidak ada sambungan listrik dan sinyal telepon.

"Sedih sekali melihat warga yang kehilangan rumah tinggal dan perkebunan mereka dalam sesaat menjadi kota mati."

Rofiq mengaku ia tidak mendapat kompensasi apa-apa dari agen penyalur kerjanya, tapi mendapatkan pilihan untuk bekerja di perkebunan atau pertanian lainnya.

Akibat kebakaran, Rofiq sekarang harus pindah ke pulau Tasmania dengan bekerja sebagai pemetik buah cherry untuk dua atau tiga minggu ke depan.

"Menurut saya pribadi, sepertinya ada kemungkinan susah mendapat kerja di perkebunan ke depannya, karena banyak lahan terbakar," ujar pria berusia 30 tahun tersebut. Photo: Grup WHV Indonesia di Facebook menargetkan pengumpulan dana hingga 20 juta rupiah bagi korban kebakaran hutan di Australia. (Supplied: Adhi Sappareng)

  Peserta WHV menggalang dana

Rasa iba terhadap bencana kebakaran hutan muncul di kalangan para pemuda peserta WHV, karena merasa Australia sudah seperti "rumah kedua".

Seperti yang dijelaskan Adhi Sappareng, admin grup WHV Indonesia di Facebook, yang memprakarasi penggalangan dana untuk korban bencana kebakaran.

Dengan nama 'WHV Indonesia Care Day for Australia as Second Hand', peserta WHV telah berhasil menggalang dana lebih dari AU$ 1.000 dari 34 penyumbang, hingga tulisan ini diterbitkan,

"[Saya menggalang dana] karena Australia sudah menjadi rumah kedua buat saya dan saya yakin juga buat sebagian di antara anak WHV lainnya," kata Adhi, asal Makassar.

"Kita sudah mencari uang di sini untuk masa depan, untuk kita dan untuk keluarga. Jadi sebagai bentuk terima kasih, kami menyumbang seikhlasnya."

Hasil penggalangan dana kemudian akan disalurkan lewat dua yayasan The Trustee for NSW Rural Fire Service and Brigades Donations Fund.

Adhi bersama teman-teman terdekatnya juga memberikan sumbangan, seperti sereal, makanan ringan, dan air minum kepada 'Foodbank Australia', salah satu yayasan terbesar di Australia yang menolong warga kelaparan.

Melihat kebakaran hutan yang masih terus berlanjut, Adhi berharap agar bencana kebakaran tersebut segera reda.

"Soalnya kita merasa [Australia] ini sudah seperti rumah kedua. Jadi kita ikut merasakan apa yang mereka rasakan," katanya.

Informasi soal bekerja, studi, dan tinggal di Australia bisa anda baca hanya di ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Menyampaikan Rasa Duka dan Siap Bantu Tanggulangi Kebakaran Australia

Berita Terkait