Pemidanaan Helmut Hermawan Bertentangan dengan Asas Hukum dan Semangat Cipta Kerja

Selasa, 16 Mei 2023 – 09:49 WIB
Ilustrasi Palu Hakim. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi menyebut kewajiban entitas pemilik IUP/IUPK memberikan laporan tertulis secara berkala kepada pejabat pemerintah terkait masuk dalam ranah pertdata, bukan pidana.

Hal itu disampaikannya untuk mengkritik jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejari Makassar yang mendakwa eks bos PT CLM Helmut Hermawan dengan tuduhan menyampaikan keterangan palsu.

BACA JUGA: Pengacara Ingatkan Helmut Selamatkan CLM yang Hampir Hancur di Tangan William

"Dalam konteks yang lebih sederhana, peraturan perundang-undangan kita sudah memberikan ruang yang cukup dinamis, berhukum secara lentur jadi jangan dikit-dikit pidana, dalam konteks UU Minerba. Misalnya, dalam konteks pasal 177 dan 178 UU Cipta Kerja, kalau ada permasalahan administratif, selesaikan dulu secara administratif," kata Ahmad Redi di Jakarta, Senin (15/5).

Ia pun selalu mengingatkan ada social policy dalam konteks hukum pidana. Sebab, kata dia, social policy itu bicara mengenai social defense policy, ketika bicara mengenai social defense policy ada criminal policy yang tidak melulu pendekatan penal.

BACA JUGA: Menko Polhukam Terbitkan Rekomendasi Terkait PT CLM, Pengacara Helmut Bilang Begini

"Kita tidak bicara tentang UU pertambangan minerba yang sangat berbasis pendekatan penal ketika pelanggaran administratif sudah benar benar terjadi. Kita bicara mengenai perspektif UU Cipta Kerja bahwa apabila ada pidana pertambangan, pengenaan sanksi admnistratif itu dianggap lebih memberikan keadilan dan kemanfaatan dibandingkan penggunaan sanksi pidana," bebernya.

Kemudian, lanjutnya, UU Cipta Kerja memberikan ruang yang begitu besar untuk penggunaan asas ultimum remedium dan prinsip una via dalam sengketa pertambangan.

BACA JUGA: Gegara Polisi Gagal Paham, Helmut Hermawan Dikriminalkan

"Terakhir sengketa dalam hubungan kontraktual berdimensi pidana, juga dapat diselesaikan melalui prinsip Una Via. Ini saya kira merupakan bagian dari upaya negara dalam konteks pidana bisa memberikan kepastian hukum yang adil tapi juga kemanfaatan dan keadilan hukum yang adil bagi bangsa dan negara Indonesia," jelasnya.

Senada, pakar hukum dari Universitas Indonesia, Eva Achjani menyatakan potensi abuse of power dalam perkara Helmut Hermawan cukup besar.

"Jangan sampai orang itu sudah terproses di BAP bolak balik gitu atau di interview bolak-balik tapi sebetulnya peristiwa pidananya tidak ada atau tidak terjadi. Jadi potensi abuse of powernya juga besar, kalau kita tidak melihat ultimum remedium itu sebagai sesuatu yang penting sebagai sesuatu yang istimewa dari konteks hukum pidana," kata Eva.

Menurutnya, dalam kaitannya dengan undang-undang pertambangan atau isu tentang pertambangan itu utamanya adalah kepada konteks perizinan.

Eva pun menyebut bahwa dalam konteks pertambangan irisan keperdataannya itu sangat tinggi.

"Sebab dalam konteks kontrak kontrak karya pertambangan itu kadang-kadang kita lihat dalam isu misalnya, apakah ada perbuatan melawan hukum atau tidak? Karena kalau kita mau menggunakan Pasal 378 KUHP itu menjadi tidak mudah."

"Karena kalau saya lihat dalam konteks perizinan inilah sebetulnya mekanisme pencegahan atau pengendalian dari pemerintah itu sudah ada. Nah kalau konteks perizinan ini yang menjadi isu, di bidang administratif, maka sanksi administratif ini menjadi sesuatu yang saya kira lebih tepat. karena memang pelanggaran atas perizinan otoritasnya ada pada pemerintah ada pada negara," ujarnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler