Pemilu Malaysia

Sabtu, 11 Mei 2013 – 22:12 WIB
MEREKA mengantri dengan sabar di bilik-bilik pemilihan suara yang berjumlah ribuan tersebar di seluruh Malaysia, mereka membaur di antara persiapan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Malaysia dengan semangat.
 
84% dari mereka yang memenuhi syarat untuk memilih dan berpartisipasi – atau terhitung lebih dari 11,257,147 pemilih, sejauh ini merupakan pencapaian jumlah pemilih tertinggi yang pernah tercatat dalam sejarah Malaysia. Ini adalah bukti betapa pentingnya jika pemilih bisa memandang pemilu dengan berbeda.
 
Meskipun bertentangan dengan apa yang diharapkan dari koalisi oposisi Pakatan Rakyat milik Anwar Ibrahim, Barisan Nasional (BN) tetap tidak kehilangan kekuasaannya.
 
Namun, hasilnya sungguh mengejutkan, terutama bagi elit penguasa BN yang mengendalikan kekuasaan lebih dari lima puluh tahun.
 
Dipimpin oleh sang aristokrat PM Najib razak, BN sekali lagi gagal untuk mengamankan 2/3 mayoritas kursi parlemen – poin di mana amandemen Konstitusi Federal dapat dibuat tanpa bantuan bipartisan.
 
Biarpun begitu, Najib bisa memenangkan kembali satu dari empat majelis wilayah –Kedah- yang sebelumnya telah jatuh ke Pakatan Rakyat dalam pemilu 2008 silam.
 
Sial bagi Najib, wilayah terkaya – pusat urbanisasi Selangor yang mengelilingi Putrajaya Kuala Lumpur – telah terlepas dari genggamannya. Hal yang membuat PM lebih terpukul adalah sejak pertama ia siap menerima tanggung jawab dari BN untuk merebut kembali wilayah ini.
 
Selain itu, PM yang telah berkampanye sangat gigih merasa sudah siap mendapatkan mayoritas 222 kursi parlemen untuk BN, namun kenyataan pahit justru berbicara, mereka tergelincir dan bahkan kehilangan tujuh kursi yang semula 140 menjadi 133 kursi. Sebuah kerugian yang sangat memalukan bagi BN setelah luar biasa mewah dan mudahnya kekuasaan yang mereka reguk sebelumnya, mengekor gaya Obama dalam “Kampanye Presiden” dengan serangkaian program bagi warga miskin, bantuan kepada siswa dan sumbangan ke komunitas-komunitas.
 
Sementara karena tidak adanya penantang untuk posisi Najib sebagai pimpinan partai United Malays National Organisation (UMNO), pendahulunya seorang yang keras hati dan berpendirian; Dr. Mahathir Mohammad telah menyatakan kekagetannya pada performa Najib yang kurang memuaskan.
 
Mahathir menilai bahwa hasil pemilu kali ini lebih buruk dari pemilu 2008, yang menyebabkan digulingkan PM setelahnya, Abdullah Ahmad Badawi.
 
Masih banyak permasalahan pasca pemilu yang memicu suasana tidak nyaman di Kuala Lumpur: mulai dari pertempuran retoris terhadap ras dan preferensi pemilih Cina, hingga pada pertengkaran internal dalam tubuh partai oposisi Partai Islam Malaysia (PAS) dan tuduhan akan kecurangan pada pemilih.  
 
Pertama, pada malam penghitungan suara PM menyatakan – mungkin saja di bawah tekanan dan tanpa disadari – ketidakbahagiaannya atas dukungan etnis Cina yang bergeser dari BN ke Pakatan Rakyat, terutama  Democratic Action Party (DAP) yang anggotanya didominasi oleh kelompok etnis minoritas.
 
Hal ini digarisbawahi dengan komentar yang keluar dari senior Barisan Nasional, khususnya pemimpin UMNO, beberapa dari mereka merasa “terkhianati” oleh hilangnya suara dari etnis Cina. Keadaan seperti ini berujung pada provokasi headline sebuah koran pro-pemerintah berbahasa Melayu yang meneriakkan “Apa lagi Cina mau” (“Apa lagi yang diinginkan oleh Cina?”).
 
Bagi orang-orang Malaysia, upaya ini justru menyalahkan semangat Barisan Nasional yang kendur atas berkurangnya dukungan satu kelompok masyarakat yang terbilang mengecewakan.
 
Langkah tersebut memang memicu perdebatan emosional yang terjadi di sejumlah media alternatif dan mainstream di Malaysia. Pengamat lain berpendapat bahwa terbangnya suara dari genggaman BN disebabkan kombinasi  antara ketidakbahagiaan etnis Tionghoa serta kekecewaan penduduk kota terhadap koalisi Najib Razak.
 
Tidak ada keraguan bahwa BN telah memenangkan suara di daerah pedesaan, namun ia juga gagal melaksanakan amanat atas tuntutan masyarakat perkotaan kelas menengah. Kelompok-kelompok ini menginginkan tindakan nyata pemerintah menentang praktek korupsi dan inefisiensi.
 
Saat ini, perkara krusial yang tetap hangat di tengah masyarakat adalah tuduhan kecurangan. Jika Anwar Ibrahim mampu menantang hasil pemilu, bisa jadi posisi Perdana Menteri mungkin akan terancam.
 
Bagaimanapun juga,  jika Anwar gagal melakukannya, posisinya sebagai ketua oposisi mungkin akan diserang juga karena saat ini mereka memulai  sendiri penyidikan dan terjadi pertengkaran internal di tubuh oposisi.
 
Apapun yang terjadi, dalam jangka waktu ke depan politik Malaysia cenderung terus memanas. Maka, silahkan menanti. [***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Agus Yudhoyono

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler