Pemkot Musnahkan Ayam Sekelurahan

Antisipasi Flu Burung

Selasa, 19 Februari 2013 – 12:18 WIB
BATAM - Pemerintah Kota Batam melalui Dinas Kelautan, Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan (KP2K) akhirnya memusnahkan seluruh populasi ayam di Kelurahan Air Raja kemarin (18/2). Langkah itu diambil sebagai tindak lanjut penemuan ribuan ayam mati yang dinyatakan positif terserang flu burung (H5N1).

Lurah Air Raja Muhammad Toha mengatakan, total ayam di kelurahan tersebut sekitar 4.000 ekor, tersebar di 150 keluarga. Tiap keluarga memelihara sedikitnya dua ayam. Beberapa keluarga memelihara ratusan ekor. "Jumlah itu kami dapat dari laporan LPM (lembaga pemberdayaan masyarakat, Red)," katanya di sela-sela pemusnahan kemarin.

Ribuan ayam itu dimusnahkan di halaman Balai Kelurahan Air Raja. Empat lelaki berpakaian tertutup mulai kepala hingga kaki memusnahkan ayam-ayam itu secara bertahap. Awalnya, ayam yang masih hidup disemprot desinfektan.

Ayam-ayam itu lalu dimasukkan kantong besar dan ditutup rapat. Ke kantong itu disemprotkan gas karbon dioksida (CO2) agar ayamnya mati dengan cepat. Kantong tersebut lantas dimasukkan lubang dan dibakar. Tidak hanya kantong berisi ayam, kandang ayam juga dimusnahkan.

Warga Kelurahan Air Raja melihat pemusnahan itu dari kejauhan. Mereka tampak sedih. Maklum, dalam pandangan mereka, unggas yang dimusnahkan itu tampak sehat. "Semua ayam harus dimatikan, termasuk ayam hias seperti ayam kate itu. Pemusnahan ayam-ayam itu dijadwalkan berlangsung dua hari. Petugas akan melayani pemusnahan mulai pagi hingga malam," kata Toha.

Sopiah, salah seorang warga Kelurahan Air Raja, mengaku belum membawa ayamnya untuk dimusnahkan. Dia merasa enggan karena ayam-ayam itu tampak sehat. Apalagi, rumahnya jauh dari tempat kejadian ayam mati serentak beberapa waktu lalu. "Lokasi ayam mati mendadak itu di dekat laut sana. Jauh dari sini," katanya.

Alasan lain, Sopiah menilai ayam mati mendadak merupakan kejadian biasa. Menurut dia, di Kelurahan Air Raja tiap tahun dua kali ada kejadian ayam mati mendadak. "Tapi, jumlah ayam yang mati mendadak sekarang memang lebih banyak," katanya.

Hal senada diungkapkan Muhammad Toha, lurah Air Raja. Tiap tahun di desanya hampir selalu terjadi dua kali kejadian ayam mati mendadak. Biasanya, peristiwa tersebut terjadi pada Desember-Februari dan Juni-Juli.

Jumlah ternak ayam yang mati pada bulan-bulan itu juga tak pernah sedikit. Tak beda jauh dengan peristiwa bulan ini, yakni 2.070 ekor. Warga Air Raja menganggap kematian ayam karena faktor alam, pergantian musim. "Karena itu, sebelum Desember atau Juni tiba, warga biasanya menjual ayam mereka," kata Toha.

Menurut warga, ayam-ayam yang mati itu tidak menunjukkan tanda-tanda terserang virus flu burung. Karena itu, mereka enggan melapor. "Yang kita baca di buku, ayam yang mati karena flu burung kan ada lebam-lebam biru. Ayam kami tidak begitu. Mereka seperti mati karena kedinginan," kata Kasimah, warga lain.

Sementara itu, Pemkot Batam berjanji memberikan ganti rugi kepada warga yang ayamnya dimusnahkan. Ganti rugi itu dalam bentuk uang dan bibit ayam. Ganti rugi uang ditetapkan Rp 30 ribu per ekor untuk ayam berukuran besar dan Rp 20 ribu per ekor untuk ayam sedang.

Nilai uang itu ditentukan warga dalam rapat seminggu sebelumnya. "Sebetulnya banyak warga yang tidak menyetujui harga itu. Terutama, warga yang memiliki ayam hias. Ayam kate, misalnya, bernilai Rp 300 ribu sepasang. Tapi, mereka mendapat ganti rugi sama," kata Toha.

Wakil Wali Kota Batam Rudi meminta pejabat Kelurahan Air Raja mendata warga yang menyerahkan ayamnya untuk dimusnahkan, lengkap dengan jumlah ayamnya. "Dari data itu, kami akan siapkan dananya. Sebulan mendatang saya akan datang ke sini untuk menyerahkan ganti rugi itu," kata Rudi di depan warga Air Raja kemarin. (ceu/jpnn/soe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... FPI Tuding DPRA Remehkan Qanun Jinayah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler