Pemprov Jabar dan Danone Indonesia Kejar Target Penurunan Stunting

Kamis, 08 Juli 2021 – 23:02 WIB
Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto. Foto tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - Penanganan stunting di kala pandemi seperti saat ini menghadapi tantangan baru, yaitu bagaimana di tengah kesibukan pemerintah mengatasi pandemi, program-program pencegahan stunting harus tetap di prioritaskan.

Bila tidak, kebutuhan nutrisi dan perkembangan anak-anak Indonesia jelas terdampak.

BACA JUGA: Atasi Ketergantungan Skincare Berbahaya dengan Salmon DNA

Hal itu mengemuka dalam webinar Aksi Bersama Dalam Upaya Pencegahan Stunting untuk Mencapai Target 14 persen pada 2024.

Terlebih, angka prevalensi stunting di Jawa Barat berdasarkan Survei status gizi dan balita pada 2019 sebesar 26,2% dan ini masih tinggi.

BACA JUGA: Cegah Stunting, BKKBN Jalin Kerja Sama dengan Danone Indonesia

Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto mengatakan untuk mencapai target penurunan stunting tersebut tidak bisa sendiri, namun dibutuhkan kolaborasi multipihak.

"Yang paling penting adalah edukasi, karena kita butuh edukasi untuk merubah mindset, pola pikir dan juga gaya hidup masyarakat Indonesia. Melalui kampanye ‘Bersama Cegah Stunting’, kami mengintegrasikan berbagai program intervensi gizi spesifik dan sensitif pencegahan stunting Danone Indonesia untuk bisa diimplementasikan secara bersamaan,” jelas Vera.

BACA JUGA: Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie Ditangkap, Warganet Ramai Nitip Sandal

Sejak 2019, Danone Indonesia bersama Pemprov Jabar telah melakukan kolaborasi dalam upaya penanganan stunting pada 14 kab/kota prioritas di provinsi Jawa Barat.

"Upaya tersebut mencakup pemberdayaan kapasitas tenaga kesehatan dan kader posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit dalam hal edukasi pencegahan stunting, pendataan, monitoring, skrining gizi hingga evaluasi," imbuh Vera.

Prof. DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A (K), Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik RSCM menuturkan kekurangan gizi kronik merupakan akibat asupan nutrisi yang tidak memadai.

Misalnya karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan, dan peningkatan kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi akibat sering sakit.

“WHO menegaskan bahwa stunting sulit ditatalaksana tetapi pencegahan sangat dapat diupayakan,” jelas Prof. Damayanti.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan asupan protein hewani (sumber asam amino esensial yang lengkap dengan bioavailabilitas tinggi) dalam MPASI anak berusia 6-24 bulan merupakan penyebab tingginya angka kejadian stunting di 49 negara.

Sumber protein hewani adalah telur, ikan, ayam, daging sapi/kambing, susu termasuk Pangan untuk Keperluan Medis Khusus.

Penelitian di Equador membuktikan bahwa konsumsi tambahan sebutir telur sehari selama 6 bulan dapat menurunkan stunting sekitar 47%.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh WHO juga menunjukkan bahwa intervensi segera pada seorang anak yang mengalami weight faltering (kenaikan berat badan per bulan di bawah standar) dapat mencegah stunting 34% di usia 1 tahun dan 24% di usia 2 tahun.

“Berdasarkan bukti ilmiah di atas, dibuatlah strategi untuk menurunkan prevalensi stunting dan terpenting memberi kesempatan untuk mengoreksi kognitif sebelum 2 tahun dengan cara mensosialisasikan konsumsi protein hewani dalam MPASI anak 6-24 bulan dengan protein yang tersedia setempat dan terjangkau," sebutnya.

Selanjutnya untuk mendeteksi weight faltering dilakukan pemantauan pertumbuhan di Posyandu serta dilakukan rujukan berjenjang ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi, yaitu Puskesmas atau RSUD untuk mencari penyebab serta menatalaksana dengan tepat dan segera.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler