Penanganan Kasus Edhy Prabowo jangan Diseret ke Ranah Politik Pragmatis 

Jumat, 27 November 2020 – 10:24 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (mengenakan rompi oranye) saat digiring menuju ruang tahanan KPK, Rabu (25/11) jelang tengah malam. Foto: Ricardo/JPNN.COM

jpnn.com, JAKARTA - Komunikolog Emrus Sihombing mengatakan penanganan kasus dugaan korupsi terkait izin benih lobster yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, harus lepas dari kepentingan politik pragmatis.

Menurutnya, sekalipun Edhy seorang politikus, salah satu pimpinan sebuah partai, dan menteri, perbincangan penangananan kasus itu harus lepas dari kepentingan politik pragmatis supaya wacana pengungkapan lebih produktif. 

BACA JUGA: Penangkapan Edhy Prabowo Berpotensi Ganggu Elektabilitas Calon Kada dari Gerindra?

"Lebih produktif lagi jika wacana berbasis kacamata hukum," tegas Emrus, Jumat (27/11).

Menurutnya, pascapenetapan status tersangka terhadap Edhy itu sebagai bagian dari fenomena hukum. 

BACA JUGA: Tersangka di KPK, Andreau Misanta juga Bakal Kena Sanksi dari PDIP

Artinya, kata dia, persoalan itu sudah menjadi ranah hukum. Perbincangan publik pun sejatinya dari perspektif hukum.

Oleh karena itu, saya berpendapat semua pihak sebaiknya berbicara fakta, data, bukti, dan argumentasi hukum yang terkait dengan fenomena hukum tersebut.

BACA JUGA: Simak, Ini Arahan Menteri Luhut untuk Jajaran KKP setelah Edhy Prabowo Dijerat KPK

Jadi, Emrus menegaskan, jangan dikaitkan dengan politik pragmatis misalnya pilkada.

"Sehingga, proses yang terjadi murni dalam koridor hukum dan berjalan secara objektif, normatif dan independen," paparnya.

Bila ada aktor sosial atau politik mengaitkan kasus tersebut dengan politik pragmatis, justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian di ruang publik.

"Aktor tersebut bisa jadi mempunyai agenda mengaburkan wacana substansi dugaan perilaku koruptif tersebut," ungkap Emrus.

Pengajar magister ilmu komunikasi politik ini meminta para politisi pragmatis bisa menahan diri untuk tidak menyampaikan lontaran-lontaran komunikasi politik di ruang publik yang berpotensi membingungkan masyatakat.

Ia menambahkan bila para pihak memiliki sekecil apa pun fakta, data, dan bukti hukum yang reliabel dan valid terkait dengan penetapan tersangka tersebut, sesegera mungkin diserahkan ke KPK secara langsung dan meminta tanda terima.

"Pandangan yang bersifat politik pragmatis dari pihak mana pun harus dikesampingkan, agar lebih mudah mengungkap persoalan tersebut secara mendalam, komprehensif dan lengkap dari perspektif hukum semata," pungkasnya. 

KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka suap terkait perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya Tahun 2020.

Selain Edhy, enam orang lainnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari terhitung sejak 25 November 2020 sampai dengan 14 Desember 2020 di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK untuk tersangka EP, SAF, SWD, AF, dan SJT," ucap Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11) malam.

KPK menduga Edhy menerima total Rp9,8 miliar dan USD 100 ribu dalam kasus tersebut. (boy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler