Penanganan Kekerasan di Nduga Harus Holistik

Jumat, 27 Desember 2019 – 17:13 WIB
Anggota DPD RI Asal Papua Barat sekaligus Ketua Pansus Papua DPD RI, Filep Wamafma. Foto: Dok. DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Peristiwa kekerasan di Nduga, Papua masih berbuntut panjang dan perlu penanganan secara holistik. Demikian tanggapan Anggota DPD RI Asal Papua Barat, Filep Wamafma pada Jumat (27/12) atas pengunduran diri Wakil Bupati Nduga, Papua.

Menurut Filep, negara mungkin terlalu sibuk dengan kisah-kisah intoleransi dan radikalisme sehingga peristiwa Wakil Bupati Nduga Wentius Nimiangge, mengundurkan diri dari jabatannya luput dari perhatian publik.

BACA JUGA: Wabup Nduga Mundur, Mardani PKS Sedih Sekaligus Bangga

“Wentius mundur karena tak sanggup melihat berbagai kekerasan dan pembunuhan yang menimpa warga sipil, termasuk jenasah ajudannya. Makin banyak korban sipil, makin menunjukkan bahwa Nduga membutuhkan penanganan yang holistik, segera, dan urgen,"  ujar Filep yang juga Ketua Pansus Papua DPD RI itu.

Namun, Filep menilai respon spemerintah sangat lambat. Nduga seperti ladang konflik senjata yang tak pernah usai. Pansus Papua DPD RI, yang terus bergerak secara langsung dalam pertemuan dengan menteri terkait,merasakan kepedihan yang luar biasa, saat warga masyarakat sipil harus hidup dalam ketakutan.

BACA JUGA: Respons Istana atas Mundurnya Wabup Nduga Wentius Nimiangge

"Bagaimana mungkin bermimpi tentang kemajuan pembangunan, saat kebutuhan akan rasa aman tidak dapat diperoleh?," tandas Filep.

Lebih jauh, Filep menyatakan Pansus Papua selalu menyerukan agar TNI dan OPM menahan diri agar tidak menimbulkan konflik-konflik bersenjata, yang hanya menimbulkan penderitaan baru. “Mau sampai kapan, Indonesia? Gencatan senjata harus segera ditetapkan!," ujarnya.

BACA JUGA: Filep Wamafma Apresiasi Langkah Komite I DPD Membentuk Pansus Papua

Dalam skala yang lebih luas, dirinya melihat masih terlihat masifnya gerakan TNI di Nduga. Oleh karena itu, Pansus Papua DPD RI mendesak agar diberikan kejelasan mengenai status keamanan di Nduga, apakah masuk kategori Daerah Operasi Militer, Daerah Darurat Sipil, atau Daerah Darurat Militer. Kategorisasi ini akan menjelaskan secara transparan tentang semua kebijakan keamanan yang diambil pemerintah. Pemikiran Pansus Papua ini tidak lain dan tidak bukan didasari oleh keprihatinan akan hilangnya hak-hak asasi masyarakat sipil, oleh karena egoisme pihak-pihak yang berkonflik.

Dalam konteks ini, Filep meminta keterlibatan Palang Merah Internasional agar turut serta menawarkan pelayanan kemanusiaan kepada pemerintah. Sesuai Konvensi Jenewa, dalam konflik bersenjata non-internasional, Palang Merah Internasional bisa menggunakan hak inisiatif kemanusiaan, secara netral dan independen, untuk memberikan pelayanan kemanusiaan, untuk melindungi kehidupan dan martabat korban di wilayah konflik bersenjata.

Sebagai Anggota DPD RI asal Papua, dirinya meminta pemerintah untuk memberikan akses pada bantuan kemanusiaan ini, mengingat lambannya respons pemerintah.

Filep berharap adanya pertanggungjawaban terbuka, baik bagi OPM maupun TNI, untuk menghapus berbagai trauma dan kebencian yang selalu muncul setiap kali ada kabar tentang tertembaknya warga sipil.

 "Tidak cukup kita menangisi setiap derita dan kematian! Kita butuh perbuatan nyata agar kedamaian di Papua tidak sekadar angan-angan. Ingatlah asas hukum ini, ‘hodi mihi cras tibi’, ketidakadilan yang menyentuh perasaan, akan tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat,” kata Filep Wamafma.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler