TOUNA - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Tojo Unauna, Sulawesi Tengah (Sulteng) tak henti-hentinya memberikan imbauan serta larangan keras terkait penangkapan ikan dengan cara ilegal yang mengunakan bom, dan kompresor yang berindentik dengan pembiusan. Sosialiasi ini dilakukan untuk menghindari pengrusakan ekosistem laut seperti terumbuh karang dan habitat yang ada di laut.
Kadis Kelautan dan Perikanan Touna Rizal Panjili mengatakan meskipun imbauan serta larangan keras terhadap masyarakat nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal terus disampaikan, tapi perbuatan yang bertentangan dengan hukum tersebut, tetap saja sering terjadi.
Indikasi itu diketahui berdasarkan laporan dari masyarakat yang berada di wilayah Kepulauan Togean, dimana berdasarkan laporan itu bahwa masih ada sejumlah nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara sembunyi-sembunyi dengan mengunakan alat-alat yang sangat merusak tersebut.
"Berdasarkan laporan Masyarakat penangkapan ikan secara ilegal dengan mengunakan bom dan komfresor diduga dimotori oleh oknum Polisi yang bertugas di wilayah kepulauan," katanya seperti yang dilansir Radar Sulteng (JPNN Group), Rabu (2/1).
Dengan adanya dugaan keterlibatan oknum polisi ini terang rizal, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait, karena katanya fungsi DKP adalah pengelola dan pengawasan. "Kita tetap melakukan koordinasi dengan pihak terkait lainya.
Karena aturan penegakan hukum dan lain sebagainya bukan rananya kita, hanya saja konotasi selama ini persepsinya adalah yang melakukan pengawasan dan penegakan aturan ini adalah dinas kelautan dan perikanan. Nah disitulah kekeliruannya. Kita hanya bisa melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik penegak hukum seperti kepolisian, ketika ada kejadian-kejadian seperti ini," paparnya.
Lebih jauh Rizal menjelaskan bahwa dalam melakukan pengawasan pihaknya juga berkoordinasi dengan pol airut dengan membentuk tim, sehingga melakukan pengawasan serta penangkapan terhadap oknum-oknum tersebut, dilakukan bersama-sama.
"Ada beberapa titik wilayah yang masih terindikasi nelayannya masih menggunakan penangkapan ikan secara ilegal dengan mengunakan bom dan komfresor di antaranya Desa Tangkian, Siatu, Tumbu Lawa ,Wakai, Kulingkinari, Kabalutan dan Desa Milok, termasuk juga di Pulau Papan, mereka ini juga dibekingi oleh pengusaha," cetusnya.
Kata Rizal, jika tidak ada oknum pengusaha yang menyuntik dana, maka tidak mungkin warga mampu membeli alat tersebut, sebab harga alat tersebut sangat mahal, sehingga orang-orang yang memiliki alat tersebut hanya orang-orang tertentu saja.
"Di sisi lain banyak sekali nelayan yang mengunakan alat tradisional dengan cara memancing masih bisa hidup, tanpa menggunakan cara seperti itu. Penangkapan ikan dengan cara ilegal ini sangat memprihatinkan. Karena ketika penangkapan ilegal ini terus terjadi, kasian masyarakat yang hanya menggunakan alat tradisional apa yang akan didapatkan nelayan ini, sementara ikan sudah dijarah semua secara ilegal," pungkasnya. (cdy)
Kadis Kelautan dan Perikanan Touna Rizal Panjili mengatakan meskipun imbauan serta larangan keras terhadap masyarakat nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal terus disampaikan, tapi perbuatan yang bertentangan dengan hukum tersebut, tetap saja sering terjadi.
Indikasi itu diketahui berdasarkan laporan dari masyarakat yang berada di wilayah Kepulauan Togean, dimana berdasarkan laporan itu bahwa masih ada sejumlah nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara sembunyi-sembunyi dengan mengunakan alat-alat yang sangat merusak tersebut.
"Berdasarkan laporan Masyarakat penangkapan ikan secara ilegal dengan mengunakan bom dan komfresor diduga dimotori oleh oknum Polisi yang bertugas di wilayah kepulauan," katanya seperti yang dilansir Radar Sulteng (JPNN Group), Rabu (2/1).
Dengan adanya dugaan keterlibatan oknum polisi ini terang rizal, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait, karena katanya fungsi DKP adalah pengelola dan pengawasan. "Kita tetap melakukan koordinasi dengan pihak terkait lainya.
Karena aturan penegakan hukum dan lain sebagainya bukan rananya kita, hanya saja konotasi selama ini persepsinya adalah yang melakukan pengawasan dan penegakan aturan ini adalah dinas kelautan dan perikanan. Nah disitulah kekeliruannya. Kita hanya bisa melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik penegak hukum seperti kepolisian, ketika ada kejadian-kejadian seperti ini," paparnya.
Lebih jauh Rizal menjelaskan bahwa dalam melakukan pengawasan pihaknya juga berkoordinasi dengan pol airut dengan membentuk tim, sehingga melakukan pengawasan serta penangkapan terhadap oknum-oknum tersebut, dilakukan bersama-sama.
"Ada beberapa titik wilayah yang masih terindikasi nelayannya masih menggunakan penangkapan ikan secara ilegal dengan mengunakan bom dan komfresor di antaranya Desa Tangkian, Siatu, Tumbu Lawa ,Wakai, Kulingkinari, Kabalutan dan Desa Milok, termasuk juga di Pulau Papan, mereka ini juga dibekingi oleh pengusaha," cetusnya.
Kata Rizal, jika tidak ada oknum pengusaha yang menyuntik dana, maka tidak mungkin warga mampu membeli alat tersebut, sebab harga alat tersebut sangat mahal, sehingga orang-orang yang memiliki alat tersebut hanya orang-orang tertentu saja.
"Di sisi lain banyak sekali nelayan yang mengunakan alat tradisional dengan cara memancing masih bisa hidup, tanpa menggunakan cara seperti itu. Penangkapan ikan dengan cara ilegal ini sangat memprihatinkan. Karena ketika penangkapan ilegal ini terus terjadi, kasian masyarakat yang hanya menggunakan alat tradisional apa yang akan didapatkan nelayan ini, sementara ikan sudah dijarah semua secara ilegal," pungkasnya. (cdy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jalur Ciater Macet Tujuh Kilometer
Redaktur : Tim Redaksi