Pendeta di Australia, Rod Bower terkenal karena kata-kata yang terpampang di papan luar gerejanya seringkali menimbulkan kontroversi.
Seringkali papan yang berada di gereja Gosford, di kawasan New South Wales menuliskan pernyataan sebagai reaksi atas berita-berita terhangat. Dan baru-baru ini ia 'terkesan' sedikit kesulitan untuk merespon pergolakan politik di Canberra.
BACA JUGA: Staf IT Universitas New South Wales Ditangkap Terkait Terorisme
Photo: Salah satu pernyataan terbaru di papan gereja. (Foto: Koleksi Rod Bower)
Hanya dalam beberapa hari, pesan-pesan yang disampaikan mencerminkan episode politik yang berubah cepat.
BACA JUGA: Gereja Katolik Tolak Ungkap Isi Pengakuan Dosa Pelecehan Seksual
Sebelumnya, di papan tertulis: "TUHAN BANTU KAMI" menjadi "GANTI PEMIMPIN, TAK AKAN GANTI APA-APA. GANTI SISTEM, GANTI DUNIA".
Pendeta dari aliran Kristen Anglikan kini telah menulis sebuah buku berjudul, 'Outspoken: The Life and Work of the Man Behind Those Signs".
BACA JUGA: Obat Pelangsing Sebabkan Sejumlah Kematian di Australia
"Mengapa saya 'outspoken' [atau blak-blakan] adalah karena ada beberapa hal yang sangat penting untuk dipikirkan oleh kita sebagai orang, sebagai bangsa, juga sebagai bagian dari peran kenabian di gereja, untuk membuat orang ikut berpikir dan untuk menyoroti masalah-masalah itu, " Kata Pastor Rod.
"Saya bersemangat tentang hak asasi manusia dan itulah yang mendorong saya melakukannya."Papan yang menjadi viral Photo: Pengumuman papan gereja yang memulai segalanya. (Foto: Koleksi Rod Bower)
Bermula di tahun 2013 saat ia memutuskan agar papan di luar Gereja Anglikan St Mary tidak hanya untuk mengumumkan jadwal layanan.
Ia dipanggil untuk sebuah ritual, dimana ada pria yang sekarat tapi keluarga pria tersebut tidak ingin pasangan prianya ikut masuk ke gereja.
"Mereka khawatir saya akan menghakimi pria ini, dan itu benar-benar membuat saya terenyuh bahwa mereka bisa dikucilkan karena saya," kata Pastor Rod kepada program 7.30 dari ABC TV.
Ia kembali ke gerejanya dan membuat pernyataan di papan gereja tersebut, "WAHAI ORANG KRISTEN, BEBERAPA ORANG ADALAH GAY, TERIMA SAJA. CINTA TUHAN".
Tulisan tersebut kemudian beredar sangat luas, atau viral di jejaring sosial dan Pastor Rod pun sadar ia telah memiliki sebuah platform.
Saat itu ia ingin fokus pada tiga isu, yakni pengakuan perkawinan sesama, pencari suaka, dan perubahan iklim. Namun dalam beberapa tahun, ia telah menyampaikan pendapatnya dalam beberapa topik, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, rasisme, dan sejumlah politisi.
Salah satu tanggapan terbesar adalah pesan tentang pengendalian senjata. Photo: Pengumuman yang menjadi kontroversi di Amerika Serikat. (Foto: Koleksi Rod Bower)
Pernyataan "KAPAN MEREKA MENCINTAI ANAK SENDIRI LEBIH DARI SENJATA MEREKA" ternyata malah menjadi kontroversi di Amerika Serikat.
"Papan kecil di News South Wales ini menjadi sesuatu yang besar di Amerika Serikat," ujarnya.Menghadapi ancaman mati Photo: Rod sudah beberapa kali menerima ancaman mati. (ABC News: Jerry Rickard)
Pastor Bower memiliki puluhan ribu pengikut di jejaring sosial, tetapi ia juga mendapatkan kritikan, bahkan ancaman pembunuhan
Sambil berkaca-kaca ia menceritakan soal ancaman serius sebelum pawai Mardi Gras untuk kalangan gay dan lesbian di Sydney tahun 2014, serta percakapan dengan istrinya, Kerry Bower sebelum ia berangkat ikut serta dalam pawai.
"Kita berbicara bukan hanya hidup saya yang beresiko, tetapi juga kaum muda LGBTI yang merengut nyawa mereka sendiri karena pengalaman mereka yang dikucilkan," katanya. Photo: Gereja ini sudah beberapa kali mendukung LGBT dan Mardi Grass. (Foto: Koleksi Rod Bower)
Lalu ia mendapat lebih banyak ancaman mati dan Kerry bertanya-tanya apakah artinya mereka harus berhenti bersikap vokal.
"Kami pikir, apa yang kami lakukan? Kami punya anak, kami punya cucu, ini gila, tak ada yang bernilai dari itu," katanya.
"Tapi Rod berkata, 'Tidak, aku tidak bisa berhenti.' Kemudian saya berkata, 'Saya mengerti, kita tidak bisa berhenti karena seseorang harus menantang hal-hal seperti ini".Merasa malu luar biasa Photo: Pastor Rod saat berbicara dengan beberapa jemaahnya. (ABC News: Jerry Rickard)
Dalam bukunya, Pastor Rod membahas kehancurannya saat komisi khusus di Australia yang menyelidiki pelecehan seksual mendapat bukti terkait Keuskupan Anglikan di Newcastle.
Pria yang ia kenal dan percaya telah dituduh melakukan kejahatan yang mengerikan, termasuk mentornya, Pastor George Parker, yang meninggal hanya beberapa minggu setelah dituduh melakukan 24 pelanggaran seks terhadap dua anak laki-laki pada tahun 1970-an.
Pastor Rod lalu memberi tahu istrinya bahwa dia tidak pernah bisa mengenakan jubahnya lagi.
"Saya malu luar biasa," katanya.
"Butuh beberapa waktu untuk menenangkan diri dan berkata, ini bukan tentang saya, ini tentang orang yang bertahan, dan di itulah fokusnya."
Kerry berharap buku ini akan membuat wawasan orang yang lebih luas soal apa yang ditampilkan di papan gereja.
"Saya sangat bangga padanya. Saya pikir ia telah membuat lompatan luar biasa sebagai seorang pastor menjadi seorang pria dengan platform nasional yang berbicara tentang isu-isu penting," katanya. Photo: Papan pengumuman tidak pernah lepas dari topik-topik yang sensitif. (Foto: Koleksi Rod Bower)
"Ini dorongan untuk menjadikan dunia yang lebih baik, lebih penuh kasih sayang, pesan ini yang ingin kami tinggalkan bagi anak-anak kami dan cucu-cucu kami."
Pastor Rod percaya bahwa semangatnya untuk keadilan dan orang-orang yang terpinggirkan berasal dari pengalaman hidupnya sendiri.
"Sebagai orang yang diadopsi, saya ingat saat masih muda saya tak benar-benar merasa memiliki. Saya memiliki keluarga yang luar biasa, tetapi saya memiliki pengalaman terpinggirkan dan sebagai orang asing," katanya.
Ia merasa kehilangan arah sampai memutuskan pergi ke gereja di Hari Natal tahun 1984.
Dalam bukunya ia menulis: "Saya ditangkap. Sebuah dunia lain telah membuka lebar lengannya dan menelan saya."
Lima tahun kemudian dia diterima belajar untuk menjadi imam.
Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... PBB Desak China Bebaskan Hampir Sejuta Warga Uighur Yang Ditahan