"Kita akan panggil untuk cek kebenarannya karena saya belum baca beritanya dan tau masalah itu. Nanti saya tiba di Kupang akan kita panggil, sejauhmana keterlibatannya, sehingga jangan sampai terlalu jauh terlibat dalam urusan proyek,"kata Telnoni di balik telefon selulernya dari Jakarta, ketika dihubungi koran ini, Senin (1/10).
Menurutnya, seorang pendeta itu harus fokus dengan pelayanannya kepada jemaat dan gereja, bukan untuk mengurus proyek, karena ketika jauh terlibat dalam urusan proyek, maka pelayanannya akan terbengkalai dan GMIT tidak menganjurkan seorang pendeta kerja proyek.
"Kita di GMIT tidak menganjurkan seorang pendeta kerja proyek. Pendeta harus fokus memberikan pelayanan kepada jemaat dan gereja. Jika buka bisnis atau usaha di rumah sendiri, boleh saja, tapi jika sudah berurusan dengan proyek pemerintah, maka saya pikir itu tidak dibenarkan dan saya akan panggil,"tandasnya.
Pdt. Ardi Lay, rekan seperjuangan pdt. Nonce Manu Kaho, mengatakan, seorang pendeta secara aturan itu tidak dilarang, namun terlepas dari pendeta, Ibu Nonce Manu Kaho itu adalah istri seorang anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao, yang adalah sebagai seorang figur di masyarakat. Inilah yang menjadi soal, belum lagi yang bersangkutan sebagai ketua Klasis, sehingga akan menimbulkan pertanyaan negatif dari jemaatnya.
Kenapa menjadi persoalan, katanya, karena setahu dirinya Undang-undang melarang seorang anggota DPRD dan keluarganya mengelolah anggaran yang bersumber dari APBN dan APBD.
"Kalau dari sisi aturan Pendeta tidak dilarang, tapi kemudian suaminya itu adalah anggota DPRD, maka inilah letak persoalannya. Terlepas saat proses tender itu benar dan bersih, namun orang akan melihat suaminya yang anggota DPRD itu punya andil dalam proses tender sampai dimenangkan proyek tersebut dan akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang negatif. Pertanyaannya, apa berkat yang diberikan Tuhan itu apa kurang,"ujarnya. (kr-8/boy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mataram Layak Kembangkan Holtikultura
Redaktur : Tim Redaksi