Pendidikan Inklusif di Daerah Terlantar

Kamis, 27 Desember 2012 – 21:06 WIB
JAKARTA - Penelitian yang dilakukan oleh Helen Keller International (HKI) mengungkap adanya kesenjangan pengelolaan pendidikan inklusif di Indonesia. Baik dari aspek kompetensi guru hingga jaminan pelayanan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).

Manajer Program nasional OVC (Oppotunities for Vulnerable Children) HKI Indonesia, Emilia menilai, kesenjangan itu mengakibatkan terlantarnya pelayanan pendidikan inklusif di berbagai daerah.

Penelitian yang dilakukan HKI didukung oleh United States Agency Internasional Development (USAID) ini sendiri didasari pada Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif. HKI ingin mengetahui tingkat penerapan Permendiknas tersebut di daerah. Namun hasil yang diperoleh HKI terungkap bahwa banyak daerah tidak memahami aturan tersebut.

"Awalnya mereka tidak paham (pendidikan inklusif), tapi setelah kita datang ke sana, mereka baru tahu dan langsung bereaksi," kata Emilia di sela-sela diskusi tentang kebijakan nasional untuk pendidikan inklusif di Indonesia, Kamis (27/12).

Dia menyebutkan, salah satu isi Permendiknas menyebut, di setiap Kecamatan seharusnya ada satu Sekolah Dasar (SD) Inklusif. Dari enam Provinsi yang diteliti HKI, yakni Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Sekatan dan DKI Jakarta, tiga di antaranya DKI, Jawa Tengah dan Aceh yang awalnya belum memahami aturan mengenai pendidikan iklusif, saat ini ada kemajuan pesat.

Di tiga Provinsi itu pelayanan pendidikan inklusif mulai mendapat perhatian. Daerah-daerah ini langsung tanggap dengan membuat rencana aksi. Sehingga kesenjangan yang diteliti sejak tahun 2010-2011 lalu ini berangsur berkurang. "Kita sifatnya hanya melakukan pendampingan, dan kita bekerja ditatanan kebijakan," jelas Emilia.

Ditambahkan dia bahwa untuk mengurangi kesenjangan dalam pendidikan inklusif, HKI merekomendasikan supaya pemerintah melakukan penguatan satuan pendidikan inklusif itu sendiri.

"Tingkatkan kompetensi guru reguler dan guru pembimbing khusus (GPK), dan berikan jaminan memperoleh hak pendidikan bagi peserta didik inklusif," pungkasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sektor Pendidikan Serap 56 Persen APBD

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler