jpnn.com - Berkaca pada kurikulum merdeka yang menekankan pada profil pelajar Pancasila, perkembangan pendidikan Indonesia mengalami transformasi pendidikan ke arah yang lebih baik.
Profil pelajar Pancasila bertujuan membentuk generasi muda yang memiliki nilai-nilai kebangsaan dan mampu menginternalisasi prinsip-prinsip Pancasila sebagai dasar moral dalam kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA: Dirjen Kiki Sebut Program Doktor Terapan Amanah UU, Pendidikan Vokasi Naik Kelas
Meskipun demikian, dalam realitas, masih terdapat resistensi, iritasi, bahkan sikap skeptis terhadap implementasi kurikulum merdeka.
Penting untuk diingat bahwa pendidikan bukanlah ranah eksperimental yang hanya bersifat uji coba sesaat.
BACA JUGA: Ratusan Guru PPPK Senang, Ada 1 yang Sedih Gegara Pendidikan Tidak Linier
Meskipun sampul kurikulum dapat berubah seiring waktu, prinsip-prinsip dan isi yang terkandung di dalamnya seharusnya tetap konsisten.
Perubahan seharusnya lebih bersifat kontekstual seperti adanya penyesuaian karena adanya kondisi kebutuhan nasional yang darurat dam mendesak.
BACA JUGA: Di Hadapan GIbran, Duta Musik UNESCO Sebut Ambon Miliki Intuisi Tinggi
Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan pentingnya menjaga kontinuitas dan historis perkembangan kurikulum agar tetap relevan dan mampu menghasilkan generasi yang adaptif dan berkarakter.
Pemerintah dan pihak swasta dalam mengelola sekolah perlu memperkuat kurikulum merdeka dengan mengutamakan lima cara mentransformasikan kualitas pendidikan nasional.
Pertama, dinas pendidikan dan pihak swasta diharapkan dapat membuat sekolah yang lebih inklusif, adil, aman, dan sehat, sesuai dengan inisiatif UNESCO (2022).
Untuk mendukung gagasan tersebut, komitmen kuat diperlukan dalam menciptakan ruang belajar yang memberikan akses kepada semua peserta didik tanpa diskriminasi.
Dalam manajemen sekolah, baik oleh yayasan maupun dinas pendidikan, perlu bukan hanya menghapus kekerasan dan diskriminasi, tetapi juga mendorong upaya mencerdaskan kehidupan bangsa secara optimal.
Melalui kerja sama, pemerintah, dan pemangku kepentingan seharusnya mempromosikan komitmen terhadap perencanaan pendidikan yang matang dan pengembangan basis bukti yang solid untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara signifikan.
Berdasarkan inisiatif UNESCO (2022), pemerintah dan sektor swasta bertujuan tidak hanya menciptakan sekolah inklusif yang mengakomodasi keberagaman, tetapi juga menekankan prinsip adil dan sehat.
Pendidikan transformasi yang diusung tidak hanya mengedepankan transfer pengetahuan, melainkan juga memastikan ketersediaan layanan perawatan komprehensif bagi semua peserta didik.
Dengan pendekatan demikian, pendidikan bukan hanya menjadi sarana pencapaian ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi fondasi yang kokoh bagi pembentukan karakter dan kesejahteraan mental serta fisik individu, menciptakan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
Kedua, pembelajaran dan keterampilan untuk kehidupan, pekerjaan, dan pembangunan berkelanjutan menjadi bagian penting dari program sekolah.
Namun, pemerintah dan pihak swasta perlu melakukan lebih dari sekadar memberdayakan pelajar dengan pengetahuan dan keterampilan esensial.
Mereka perlu mengakui urgensi menghadapi tantangan masa depan dengan komitmen yang lebih konkret.
Pengelola pendidikan perlu memastikan bahwa setiap individu memiliki keterampilan literasi dan numerasi dasar, sambil menyediakan akses terjangkau, relevan, dan berkualitas kepada keterampilan yang sesuai dengan dinamika pasar tenaga kerja.
Dalam konteks global UNESCO (2022) untuk pendidikan berkelanjutan, negara, dalam hal ini pemerintah dapat lebih jauh lagi dengan mengembangkan kebijakan ramah lingkungan dan merancang kurikulum yang menggali pemahaman akan isu-isu ekologis.
Selain itu, perlu penguatan sekolah dan pelatihan guru untuk mendukung agenda keberlanjutan secara nyata.
Pemangku kepentingan pendidikan juga perlu memotivasi dan memberikan inspirasi agar pelajar bersedia menjadi pembela perdamaian, hak asasi manusia, dan martabat.
Melalui pendidikan moral pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik berupaya melawan rasisme, intoleransi, dan diskriminasi.
Inisiatif seperti itu tidak hanya memperdalam pemahaman sejarah, tetapi juga membentuk generasi yang lebih sadar akan pentingnya toleransi, menghargai perbedaan, dan berkolaborasi dalam menciptakan masyarakat yang adil dan inklusif.
Ketiga, guru, pengajar dan profesi guru. Pentingnya peran seorang guru yang terlatih, didukung, dan dihargai tidak dapat dipandang enteng dalam mencapai tujuan pendidikan berkualitas, sejalan dengan perkembangan zaman di masa depan.
Meskipun demikian, tantangan nyata terlihat dalam ketidakseimbangan jumlah guru yang tersedia di seluruh dunia, dengan kekurangan mencapai angka yang mencemaskan, yaitu 69 juta, dan di Indonesia di tahun 2024, potensi kekurangan guru lebih dari 1,3 juta karena banyaknya yang pensiun dan alih profesi.
Lebih memprihatinkan lagi, banyak dari para guru di dunia kurang memiliki kualifikasi dasar dan pelatihan yang memadai, menghadirkan hambatan serius dalam upaya menghadapi dinamika perubahan dalam dunia pendidikan.
Dalam mendukung program UNESCO (2022), pemerintah bersama pihak swasta perlu berkolaborasi memperkuat pelatihan guru dengan kualitas terbaik, khususnya di wilayah yang memerlukan perhatian mendesak, seperti di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Dengan menekankan pada inklusifitas, sensitivitas gender, dan integrasi teknologi digital, pemerintah dan pihak swasta seharusnya berusaha menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak hanya mengakomodasi kebutuhan beragam peserta didik tetapi juga mempersiapkan guru untuk menghadapi perubahan zaman dan tuntutan masa depan.
Melalui upaya kolaborasi, diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan akan guru yang tidak hanya terlatih secara baik tetapi juga mampu menghadapi tantangan kompleks dalam dunia pendidikan kontemporer.
Keempat, pembelajaran dan transformasi digital memegang peranan kunci dalam era modern.
Dalam menghadapi tantangan zaman, sinergi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi krusial dalam membangun platform digital publik yang berkualitas tinggi untuk sektor pendidikan.
Upaya bersama ini melibatkan pengembangan kebijakan kecerdasan buatan guna memperluas akses dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pemerintah tidak hanya fokus pada aspek teknologi yang mendukung inklusivitas pendidikan, tetapi juga aktif mendorong inovasi yang memberikan manfaat merata bagi semua lapisan masyarakat.
Dengan demikian, kolaborasi tidak hanya mengarah pada transformasi teknologi pendidikan, tetapi juga pada penciptaan lingkungan yang memastikan akses setara dan memberdayakan semua individu untuk meraih manfaat dari perkembangan pendidikan digital.
Kelima, pembiayaan pendidikan menjadi faktor krusial. Terdapat batasan anggaran pendidikan pemerintah yang ditetapkan oleh undang-undang, yakni maksimal 20 persen dari APBN nasional. Untuk meredam keterbatasan ini, perlu keterlibatan aktif pihak swasta.
Perusahaan-perusahaan besar, melalui Corporate Social Responsibility (CSR), diharapkan dapat memberikan bantuan beasiswa kepada murid-murid di sekolah swasta.
Kontribusi perusahaan, baik tingkat nasional maupun multinasional, dalam mendukung pendidikan menjadi jembatan penting untuk mencerdaskan bangsa.
Dengan peningkatan jumlah individu terdidik dan terampil, upaya kemajuan di sektor pemerintahan dan swasta dapat terwujud, memanfaatkan potensi bonus demografi secara optimal, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.
Sebagai catatan akhir, diharapkan negara, khususnya pemerintah, beserta dukungan dari sektor swasta, dapat berhasil dalam upaya memajukan sektor pendidikan.
Implementasi kurikulum merdeka yang didasarkan pada lima cara transformasi yang diusulkan oleh UNESCO (2022) menjadi kunci untuk mewujudkan perbaikan yang substansial dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Langkah transformasi menjadi esensial dalam menjawab tantangan zaman, baik pada era saat ini maupun di masa depan.
Dengan komitmen bersama dalam menerapkan kurikulum merdeka, diharapkan pendidikan dapat menjadi lebih baik, lebih relevan, dan mampu menghasilkan individu yang siap menghadapi dinamika perubahan dalam masyarakat dan teknologi.(***)
Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Tim Redaksi