jpnn.com, JAKARTA - Indonesia berpotensi menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Untuk itu, salah satu yang perlu disiapkan yakni mengoptimalkan sumber daya manusia dengan meningkatkan kemampuan dan produktivitasnya di dunia kerja melalui pendidikan vokasi.
BACA JUGA: Masyarakat Antusias Kunjungi Festival Pelatihan Vokasi dan Job Fair Nasional di JIExpo
Pendidikan vokasi diharapkan jadi tumpuan untuk mengaklselerasi pertumbuhan ekonomi tinggi yang mendorong lebih banyak penciptaan lapangan pekerjaan.
Persoalan ini dibahas dalam diskusi yang digelar hybrid oleh Study Club CEMPAKA bekerja sama dengan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasaan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Kemendikbudristek, Universitas Yarsi, dan Meeting.ai dengan tajuk “Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi” di Jakarta, Selasa (11/12).
BACA JUGA: Wapres Buka Festival Pelatihan Vokasi dan Job Fair Nasional 2023, Soroti Poin Ini
Hadir sebagai pembicara yakni Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan dan Penyelerasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Ditjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek Uuf Brajawidagda, Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam, Direktur ASTRAtech Ricardus Henri Paul, dan Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia Padang Wicaksono, serta penanggap Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal.
Uuf mengatakan pendidikan vokasi perlu sellau relevan dengan Pembangunan ekonomi, baik sectoral semisal ada politeknik manufaktur atau kesehatan, dan bisa juga dengan
“Pendidikan vokasi stay relevan. Kita beri bekal para siswa fleksibel untuk mengantisipasi perkembangan zaman,” kata Uuf.
Menurut Uuf, tiga tahun terakhir, Kemendikbudrsitek mencoba membuka sekat-sekat pendidikan voaksi.
Dia menyebutkan lembaga kursus dan pelatihan memiliki program PKK dan PKW, di level SMK ada SMK Pusat Keunggulan dan pemadanan dukungan, hingga di peguruan tinggi vokasi ada matching fund.
"Jadi, Mitras DUDI mendorong pemanfataan sekat-sekat yang makin terbuka di satuan pendidikan untuk menjadi kemitraan di daerah guna menggali potensi di daerah sehingga bisa berkontibusi di daerah," lanjutnya.
Sementara itu, Piter Abdullah Redjalam mengatakan untuk menjadi negara maju, Indonesia harus meningkatkan pendapatan per kapita di atas USD 13.000 dari saat ini masih USD 4.000.
“Tidak mudah untuk meningkatkan menjadi negara maju karena dibutuhkan pertumbuhan ekonomi luar biasa. Untuk jadi negara maju butuh pertumbuhan ekonomi rata-rata tujuh persen selama 10-15 tahun ke depan. Namun, potensi untuk maju itu ada karena Indonesia punya sumber daya alam, dan bonus demografi,” ujar Piter.
Piter meyakini pendidikan vokasi yang mengutamakan skill akan mendukung pemanfaatan bonus demografi. Namun, perlu dipastikan skills yang dimiliki lulusan selaras dengan industri.
“Bukan gekar lagi yang dikejar, tetapi kemampuannya pada bidang-bidang tertentu tertentu sehingag industri mudah menyerap lulusan,” jelasnya.
Direktur ASTRAtech Ricardus Henri Paul mengatakan kunci keberhasilan pendidikan vokasi yakni adanya ekosistem yang mendukung.
“Suasana industri itu sudah dirasakan mahasiswa sejak awal. Dengan demikian mereka siap unutk bekerja dnegan karakter yang dibutuhkan industri,” kata Paul.
Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia Padang Wicaksono mengatakan lulusan vokasi di UI ada yang nol bulan menunggu masa kerjanya.
Dia juga menyebutkan jika program studi sesuai kebutuhan pasar, permintaan tenaga kerja tinggi, bahkan sebelum lulus mahasiswa sudah mendapat tawaran kerja.
"Pada 2023, tiga program studi terpopuler masa tunggu lulusan nol bulan di program voaksi UI yakni manajemen rekod dan arsip, administrasi perpajakan, dan okupasi terapi. Dengan teaching factory, kecapan hardskills dan softskills mahasiswa dibangun sejak di kampus," jelasnya.
Sedangkan, Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan keselarasan atau link and match pendidikan vokasi dan industri harus diwujudkan.
Dia menyebutkan pendidikan vokasi harus memastikan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir analitis, siap untuk terus dilatih atau terus belajar, dan kuat dalam softskills yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
“Karena itu, perlu untuk dipetakan mana yang menjadi tanggung jawab institusi pendidian, transisi dari pendidikan ke dunia kerja, dan ketika di dunia kerja,” kata Fasli.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra