Penemuan Vaksin Covid-19 Harus Patuhi Uji Klinis dan Mendapat Izin BPOM

Kamis, 02 Juli 2020 – 19:05 WIB
Ilustrasi Covid-19. Foto: diambil dari pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Sampai saat ini belum ditemukan obat yang pasti bisa menyembuhkan seseorang dari Covid-19. 

Bahkan juru bicara pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengakui penemuan vaksin corona bukan hal yang mudah.

BACA JUGA: Kabar Gembira dari China soal Calon Vaksin Corona

Upaya untuk menemukan vaksin pun kini tengah dilakukan secara serius oleh para ahli di dunia.

Tercatat, sekitar 120 laboratorium di seluruh dunia saat ini sedang mengembangkan vaksin Covid-19.
 
Di Indonesia sendiri, banyak macam obat, jamu maupun herbal yang diklaim bisa menyembuhkan Covid-19.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Anak Pejabat Berbuat Terlarang, Demokrat Usir Bos Inalum, e-Banking Ratusan Juta Dibobol

Salah satunya Badan Intelijen Negara (BIN) dan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya yang belum lama ini mengumumkan kombinasi obat yang bisa digunakan untuk penanganan virus Covid-19.
 
Menyikapi hal itu, pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Dr. Pandu Riono mengingatkan semua pihak meski dalam kondisi darurat, semua tugas yang diamanatkan UU dalam prosedur pembuatan obat harus dipenuhi.
 
"Meski dalam situasi emergency, harus tetap memperhatikan keselamatan publik. Janganlah melampaui batas Tupoksi, siapa pun, karena ini berbasis ilmu pengetahuan," tegas Pandu.
 
Pandu mengingatkan semua pihak harus mengikuti prosedur untuk mengklarifikasi keabsahan obat tertentu.

Sebab sudah terbukti ada sebagian obat yang diklaim sebagai obat Covid-19, ada yang bermanfaat dan ada juga tidak. Jangan sampai hal ini membuat publik bingung.
 
"Orang bilang ini riset, tapi bagaimana metodologinya? Bagaimana mungkin temuan dari sel langsung loncat menjadi clean bagi manusia. Seharusnya BPOM menyatakan ini belum bisa. Tidak perlu basa-basi," katanya.
 
Dia juga menyoroti soal rapid test yang masif dilakukan di tanah air. Menurutnya, rapid test tidak ada manfaatnya untuk merespons pandemi.

BACA JUGA: Agustus, Singapura Akan Uji Coba Vaksin Covid-19 Pada Manusia

Pasalnya, yang harus ditingkatkan adalah kemampuan PCR atau tes cepat antigen, bukan antibodi.
 
"Kita harus fokus, dan jangan kemana-mana. Sebab pada masa pandemi saat ini, sekitar 70-80 persen orientasinya adalah public health, bukan klinik dan pengobatan. Tidak ada cara-cara atau jalan pintas untuk mengklaim sesuatu. Ini harus dipatuhi," katanya.
 
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Prof. Dr. dr. Sukman Tulus Putra meminta berbagai pihak tak mudah melakukan klaim obat tertentu bisa menyembuhkan Covid-19.
 
Sukman juga meminta agar obat yang belum dinyatakan lolos uji klinis tak digunakan dulu. Sebab, untuk register suatu obat memerlukan trial cukup valid.  

“Sepengetahuan saya hingga saat ini belum ada obat Covid-19," katanya.
 
Menurutnya, di seluruh dunia belum ada obat yang betul-betul dapat digunakan untuk menyembuhkan Covid-19. Karenanya, dia meminta agar tak gampang mengklaim menemukan obat Covid-19.
 
Sukman menegaskan tanpa lolos uji klinis tetapi memaksakan untuk memproduksi dan memberikan ke pasien akan masuk pada pelanggaran disiplin dan etik. Fokus dan dukungan terhadap penelitian perlu kita berikan.
 
“Namun perlu diingatkan kepada yang melakukan penelitian jangan cepat-cepat mengklaim tanpa bukti dan lolos tahapan uji pra-klinis dan kemudian uji klinis yang pada dasar memerlukan waktu cukup lama demi efektifitas, manfaat dan keamanan dari obat tersebut terhadap manusia atau pasien yang mengkonsumsinya," sambungnya.

Ketua pengurus harian YLKI, Tulus Abadi mengingatkan bahwa menemukan jenis obat apapun atau vaksin dalam upaya penyembuhan dan menghadang Covid-19, harus berbasis keamanan dan keselamatan konsumen sebagai pengguna obat, sehingga obat tersebut bagaimanapun harus lolos uji klinis sehingga memenuhi standar efektivitas, manfaat, aman dan stabil untuk dikonsumsi oleh masyarakat penderita/pasien Covid-19.

“Aspek ini harus menjadi skala prioritas utama dan pertama, tanpa kompromi,” katanya.

Tulus menegaskan, lembaga apa pun, termasuk BNPB dan BIN, seyogyanya tidak membuat/mendistribusikan obat apa pun atau pun vaksin, sebelum mendapatkan green light dari Badan POM.

“Green light Badan POM akan menjadi dasar terhadap aspek yang sangat fundamental, yakni keamanan dan keselamatan pada konsumen dan masyarakat secara keseluruhan,” imbuhnya.

Menurut Tulus, keberadaan gugus tugas khusus diperlukan untuk mengakselerasi upaya penemuan obat dan vaksin yang melibatkan multi stakeholder secara utuh dan komprehensif, baik sektor kesehatan dan non sektor kesehatan.

“Egoisme antar lembaga harus ditinggalkan. Spirit menghadang wabah Covid-19 dan perlindungan masyarakat konsumen harus menjadi prioritas pertama dan utama,” pungkasnya

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler