Penerapan Bagasi Berbayar Sudah Sesuai Aturan?

Selasa, 12 Februari 2019 – 15:44 WIB
Bagasi pesawat. Foto: FoxNews

jpnn.com, JAKARTA - Polemik bagasi berbayar di penerbangan berbiaya rendah atau biasa disebut Low Cost Carrier (LCC) saat ini masih jadi polemik.

Pengamat Transportasi, Alvin Lie menyarankan supaya masalah bagasi berbayar coba tidak hanya dilihat dari persektif aturan di Indonesia saja, namun dari aturan internasional.

BACA JUGA: Tarif Bagasi Lion Air Rp 25 Ribu per Kilogram

Di mana dalam resolusi International Air Transport Association (IATA) nomor 302 tahun 2011 yang ditegaskan bahwa maskapai diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri kebijakan bagasi.

"Diaturan tersebut disebutkan mulai dari membebaskan biaya bagasi seluruhnya, sebagian ataupun mengenakan biaya pada bagasi yang dibawa oleh penumpang. Tidak hanya itu, kewanangan pengenaan biaya tersebut juga boleh dengan penentuan tarif berdasarkan biaya per kilogram, biaya berdasarkan sektor, biaya sama rata dan sebagainya," katanya.

BACA JUGA: Banyak Penumpang Kaget dengan Penerapan Bagasi Berbayar

Jika dilihat di dalam negeri, tambah Alvin, memang sejak dulu tidak diatur, maskapai bebas menentukan sendiri.

Bahkan di Peraturan Menteri (Permenhub) nomor 185 tahun 2015 ditegaskan bahwa maskapai berbiaya rendah atau no frill boleh menerapkan bagasi berbayar atau tanpa bagasi gratis. Sedangkan untuk maskapai dengan kategori medium service dapat memberikan bagasi gratis hingga 15 kilogram. Lalu untuk full service maksimal 20 kilogram.

BACA JUGA: PHRI Keluhkan Tiket Pesawat Mahal dan Kartel Penerbangan ke Jokowi

"Jadi terkait penerapan bagasi berbayar oleh maskapai LCC jika dilihat dari aturan yang ada, baik internasional atau Indonesia tidak menyalahi aturan yang ada. Sebab maskapai berhak untuk itu. Dan untuk ini para maskapai tersebut juga telah melaporkan terkait rencana pemberlakukan bagasi berbayar dan juga telah melakukan sosialisasi," katanya.

Alvin juga mengakui di Indonesia pemberlakukan bagasi berbayar ini menimbulkan polemik dan sempat terjadi penolakan, hal tersebut karena konsumen penerbangan di Indonesia telah lama dimanjakan dengan pemberian bagasi cuma-cuma dan ini merupakan perubahan yang pahit.

"Tidak hanya di Indonesia, di Inggris perubahan yang terjadi juga menimbulkan resistensi. Seperti belum lama ini, maskapai LCC bernama Flybe menerapkan aturan bahwa bagasi yang dibawa ke kabin harus diukur volumenya dan besarnya. Dan yang melebihi aturan yang ada akan dikenakan biaya tambahan, maka ramailah publik di Inggris," katanya.

Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai untuk mengakhir polemik terkait pro kontra bagasi berbayar ini maskapai diharapkan lebih mengedepankan faktor proporsional dan mengencarkan sosialisasi terkait bagasi berbayar baik dari tarifnya ataupun acuan aturan yang berlaku.

"Tak dipungkiri jika saat ini ada maskapai langsung mengenakan tarif yang cukup memberatkan ditambah lagi kurang sosialisasi, akhir terjadilah kegaduhan. Saya mempunyai keyakinan jika konsumen dikenakan tarif yang proporsional dan diberikan sosialisasi yang masif maka penumpang akan bisa menerima kok," katanya.

Terkait desakan beberapa pihak yang meminta agar pemerintah mengatur masalah tarif bagasi ini, Agus menyarankan agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak terlalu jauh mengurusi masalah tersebut. Selain hal ini sudah ada peraturannya di dalam ataupun di luar negeri.

"Lebih baik Kemenhub jangan terlalu jauh masuk mengurusi bagasi berbayar, pemerintah fokus saja terkait masalah keselamatan penerbangan Itu yang utama," lanjut Pambagio.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B. Pramesti mengingatkan bahwa maskapai yang menerapkan bagasi berbayar agar lebih maksimal melakukan sosialisasi terkait tarif yang akan dikenakan kepada para pengguna jasanya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhub Lantik Direktur ATKP Makassar Yang Baru


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler