jpnn.com, JAKARTA - Para pengusaha hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), khususnya rokok elektrik (liquid vape) mengaku penjualan sepanjang 2020 kemarin stagnan lantaran ikut terdampak pandemi.
Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO) Roy Lefrans Wungow mengatakan peningkatan cukai yang masuk ke kas negara tahun lalu lebih dikarenakan banyaknya produsen HPTL baru.
BACA JUGA: Perlu Ada Insentif Produk HPTL untuk Pengurangan Dampak Buruk Tembakau
Para produsen HPTL biasanya memesan pita cukai di awal tahun sesuai dengan perkiraan target penjualan mereka selama satu tahun.
“Setelah membeli pita cukai dan ditempeli di produk, produknya belum terjual ke konsumen. Jadi masih menumpuk di toko dan gudang karena daya beli konsumen sedang turun,” ujar Roy.
BACA JUGA: Ivan Gunawan Ogah Endorse Baju Pengantin untuk Vicky Prasetyo, Alasannya Jleb Banget!
Seperti di ketahui, penerimaan cukai HPTL pada 2018 adalah Rp99 miliar. Lalu naik 331,1% menjadi Rp427,01 miliar di 2019. Dan pada 2020 kembali naik 59,2% menjadi Rp689 miliar.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, setidaknya ada 220 pabrik HTPL yang melakukan pemesanan cukai pada 2020.
BACA JUGA: Batal Menikah, Ayu Ting Ting Ubah Penampilan
Pada Maret 2020 pandemi menghantam seluruh perekonomian yang berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
Alhasil di kuartal-kuartal berikutnya penerimaan negara dari cukai HPTL rata-rata hanya Rp113 miliar per kuartal.
“Jadi penambahan produk baru itu tidak diimbangi oleh demand pasar, sehingga masih banyak produk yang sudah ditempeli pita cukai belum terjual. Ini penting untuk diluruskan kepada para stakeholder,” kata Roy.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Vaper Indonesia (APVI) Aryo Andriyanto.
Menurut Aryo, selain mengalami kelesuan penjualan, para produsen HPTL juga terkena denda dari pemesanan cukai yang belum ditebus atau dibeli di DJBC.
Seperti diketahui, setiap pemesanan cukai di awal tahun, maka produsen atau pabrik harus mengeksekusi pembelian pita cukai tersebut di tahun itu juga. Jika tidak, maka akan dikenakan denda Rp300 per pita cukai.
Aryo mengatakan, anggota AVPI tahun lalu melakukan pemesanan cukai sekitar 4 juta lembar. Angka itu belum termasuk produsen lain di luar anggota AVPI yang jumlahnya lebih besar.
“Jadi ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah terkena efek pandemi, kami juga kena denda dari pemesanan cukai yang belum dieksekusi pembeliannya,” kata Aryo.
Karena itu, para penjual ritel di awal tahun ini masih banyak yang menggunakan pita cukai 2020.
Melihat kondisi tersebut, Aryo berharap pemerintah tahun ini memberikan dukungan agar industri HPTL dapat kembali bangkit.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah, diharapkan hal ini bisa mendukung pertumbuhan industri yang mayoritas merupakan pelaku UMKM.
“Dukungan itu bisa bentuknya regulasi atau kemudahan lainnya. Misalnya dari sisi tarif cukai, kami berharap pemerintah dapat mempertahankan besaran tarif cukai yang ada saat ini,” harap Aryo.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy