JAKARTA - Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengatakan di tengah perbaikan kinerja perpajakan negara, postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia hingga 2011 telah menunjukkan peningkatan kemampuan anggaran secara signifikan.
Pada tahun 2001, menurut Firmanzah, Pendapatan Negara dan Hibah hanya berkisar Rp301.1 triliun, telah meningkat menjadi sebesar Rp1,358.2 triliun pada APBN-P 2012 atau meningkat 351 persen dalam kurun satu dekade. Sementara itu, belanja negara yang di tahun 2001 hanya sebesar Rp.341.6 triliun telah meningkat menjadi Rp1,548.3 triliun pada APBN-P 2012 atau naik 353 persen dalam kurun satu dekade.
"Khusus untuk penerimaan pajak sebagai kontributor terbesar dalam postur pendapatan Negara (rata-rata 70 persen) meningkat signifikan hingga 2011, baik menggunakan baseline 2001 maupun 2005. Peningkatan penerimaan pajak sebesar Rp873.9 triliun di 2011 atau meningkat 371 persen dari tahun 2001 sebesar Rp185.5 triliun. Atau meningkat 152 persen dari tahun 2005 sebesar Rp347 triliun," kata Firmanzah, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (1/8).
Ini berarti pertumbuhan rata-rata penerimaan pajak selama kurun waktu 2005-2010 tercatat sebesar 16,05 persen. Sementara pencapaian di 2011 bertumbuh sebesar 18,27 persen, lebih besar dari rata-rata 2005-2010. Bahkan pertumbuhan penerimaan pajak Semester I-2012 mencapai angka 19,48 persen. "Ini pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2005, kata mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Demikian juga soal defisit anggaran selama satu dekade, menurut Firmanzah. terjaga dengan baik dengan rata-rata 1,4 persen terhadap PDB. Tahun 2011 defisit anggaran Negara tercatat sebesar 1,1 persen atau dapat ditekan 54 persen dari tahun 2001 yang mencapai 2,4 persen.
"Meningkatnya penerimaan pajak dalam postur APBN selama satu dekade terakhir berdampak pada berkurangnya porsi utang sebagai sumber pembiayaan dalam APBN. Rasio utang terhadap PDB menukik turun di titik 24,3 persen di semester I-2012 dibandingkan 77 persen di tahun 2001," ungkap Firmanzah.
Terjadinya optimalisasi penerimaan perpajakan merupakan buah kerja yang dilakukan selama kurun waktu enam tahun terakhir, yang diklaim sebagai efek positif dari perbaikan pada sistem administrasi PPN dan PPh, penguatan pengawasan internal (membentuk tim kepatuhan internal, dan kerjasama dengan penegak hukum), perbaikan sistem informasi perpajakan, peningkatan kualitas pelayanan pajak, penindakan tegas bagi oknum pegawai yang indisipliner, dan pengembangan SDM professional dengan integritas yang tinggi.
Lebih lanjut dia mengungkap beberapa tantangan ke depan di tengah persoalan internal (korupsi dan kolusi oknum pegawai) dan eksternal (perlambatan ekonomi dunia. Antara lain integrasi sistim informasi lintas sektoral untuk mengidentifikasi potensi pajak dan potensi kebocoran pajak, penindakan yang tegas bagi penyimpangan pajak, identifikasi piutang pajak, optimalisasi wajib pajak (WP badan hanya sekitar 10 persen dari potensinya, sementara WP orang pribadi masih sekitar 14,7 persen).
Diingatkannya, khusus sektor-sektor strategis, perlu diidentifikasi secara cermat pemberian insentif pajak untuk menarik investasi baik PMDN maupun PMA. "Di sisi lain, pertumbuhan di atas 6 persen perlu dikawal, kedisiplinan fiskal perlu terus dijaga menuju fiskal sustainability, stabilisasi nilai tukar dan menjaga laju inflasi di rentang yang optimal, stimulus pada upaya hilirisasi perlu dilakukan untuk mendorong ekonomi domestik, perbaikan infrastruktur sehingga konektivitas dapat diwujudkan sesuai target pemerintah melalui MP3EI," kata Firmanzah. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aset BNI Tembus Rp316,8 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi