jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Teuku Nasrullah mengapresiasi pelaksanaan virtual police.
Namun, pelaksanaan jangan sampai mengganggu kebebasan berekspresi dan mengemukan pendapat di dunia maya.
BACA JUGA: 100 Hari Kerja Kapolri, Virtual Police Tegur 419 Akun Medsos
Menurut dia, langkah hukum ini menarik. Sebab dengan virtual police, Polri telah membuat terobosan di bidang politik penegakkan hukum yang persuasif.
Nasrullah pun mengomentari pernyataan KontraS yang menyebut virtual police sebagai alat represi baru Polri di dunia digital.
BACA JUGA: Virtual Police Tindak 200 Akun Medsos Penyebar SARA
Dia menilai pernyataan KontraS lebih bersifat peringatan dini kepada lembaga Polri agar mencegah dirinya terjebak pada langkah represif dalam penegakan hukum.
“Masukan dan kritik itu wajar dan sangat penting tetapi kita semua jangan membangun opini yang terlalu gegabah atas program yang sedang ditempuh ini," ujar Nasrullah dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (8/5).
BACA JUGA: KontraS Menyoroti Virtual Police Bentukan Jenderal Sigit
Nasrullah mengemukakan bahwa permasalahan dunia siber, tugas dan peran kepolisian selain menindak kejahatan komputer, juga menindak kejahatan terkait komputer.
Dengan kondisi yang ada seperti itu, Nasrullah berharap bahwa upaya Polri melalui virtual police dapat dikategorikan sebagai upaya membangun ketertiban.
“Mari jaga dan kawal bersama agar virtual police ini tidak didesain untuk mencari-cari kesalahan orang, tetapi, mengingatkan masyarakat bahwa perilaku kita di dunia maya harus tertib, dengan cara: kita harus tertib sejak dalam pikiran, inilah tugasnya Virtual Polisi,” beber Nasrullah.
Ahli digital Forensik Ruby Alamsyah mengungkapkan bahwa dirinya terus memantau efektivitas virtual police.
Sesau data yang dia himpun dari Mabes Polri, rekapan hasil pelaksanaan virtual police telah mengajukan 419 konten yang berpotensi mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA yang berpotensi melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
“Pelaku ujaran kebencian itu ternyata akun anonim yang tidak bertanggung jawab. Setelah mereka posting ujaran tidak baik itu, mereka meninggalkan akunnya sehingga tidak bisa dihubungi oleh virtual police," ujar dia. (cuy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan