Pengacara Novel Baswedan Masih Punya Seabrek Tuntutan untuk Polri

Jumat, 27 Desember 2019 – 19:55 WIB
Novel Baswedan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tim Advokasi Novel Baswedan meminta kepolisian segera mengungkap aktor intelektual di balik penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Salah satu Tim Advokasi Novel, Alghifari Aqsa mengatakan, penangkapan atau penyerahan diri dua pelaku yang berlatar belakang polisi sudah cukup terang ada komando hirarki di belakangnya.

BACA JUGA: Bareskrim Tangkap Penyerang Novel Baswedan, Begini Respons Mardani PKS

"Dugaan adanya keterlibatan kepolisian dalam kasus ini telah terbukti. Sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas, salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian," kata dia dalam keterangan yang diterima, Jumat (27/12).

Alghifari mengatakan, kepolisian harus segera mengungkap jendral dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman tersebut, tidak berhenti pada pelaku lapangan. Hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK.

BACA JUGA: Penyerang Novel Baswedan Sudah Ditangkap, Fadli Zon Masih Curiga

KPK menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK, sehingga tidak mungkin pelaku hanya berhenti di dua orang ini. "Oleh karena itu, perlu penyidikan lebih lanjut hubungan dua orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel atau KPK," jelas dia.

Menurut Alghifari, kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri. Alghifari mendengar banyak informasi bahwa dua pelaku menyerahkan diri, bukan ditangkap oleh kepolisian.

BACA JUGA: Penyerang Novel Baswedan Tertangkap, Ketua KPK Puji Kapolri

"Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang pasang badan untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar. Oleh karena itu, Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan," jelas dia.

Alghifari melihat hal itu penting karena terhadap sejumlah kejanggalan. Di antaranya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang didapatkan oleh kuasa hukum Novel pada 23 Desember 2019 menyatakan pelakunya belum diketahui.

Alghifari juga menyoroti perbedaan keterangan antara pimpinan Bareskrim Polri. Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menyatakan dua pelaku ditangkap, sedangkan Wakabareskrim Polri Irjen Antam Novambar menyebut dua penyiram itu menyerahkan diri.

"Kemudian, temuan polisi seolah-olah baru sama sekali. Misal apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri. Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan," jelas dia.

Lebih lanjut kata dia, ketidaksinkronan informasi dari Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan akan ada tersangka menunjukkan cara kerja Polri yang tidak terbuka dan nirprofesional dalam kasus ini.

Menurut Alghifari, korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi, terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan antikorupsi.

"Polisi juga harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa Pegawai maupun Pimpinan KPK periode sebelumnya (teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif). Presiden perlu memberikan perhatian khusus atas perkembangan teror yang menimpa Novel. Jika ditemukan kejanggalan maka presiden harus memberikan sanksi tegas kepada Kapolri," tegas dia. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler