jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Circle (SMRC) Syahganda Nainggolan mengaku sebagai pelaku politisasi bantuan sosial, tepatnya pada 1998 lalu saat menyalurkan kredit usaha tani (KUT).
"Saya otaknya. Kami merancang bagaimana KUT disalurkan. Habis itu dikonversi jadi partai. Rakyat menghukum kami. Itu 20 tahun yang lalu. Jadi politisasi bansos itu selalu terjadi di setiap rezim. Saya juga waktu itu pemakan uang bansos," ujar Syahganda pada diskusi bertajuk 'Stop Politisasi Bansos APBN!' yang digelar Seknas Prabowo-Sandi di Jakarta, Rabu (27/3).
BACA JUGA: Bu Khofifah Tidak Diundang ke Kampanye Mas AHY
Menurut Syahganda, politisasi bansos juga dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian ingin ditiru pemerintahan Joko Widodo.
"Pertanyaannya, apakah moral ini harus berlanjut terus sampai kiamat? Bahwa bansos setiap lima tahun akan digunakan sebagai politisasi. Jokowi 2015 dia twit sama seperti Mega di 2005, untuk apa rakyat diajari malas, pakai bansos. Di 2016 bansos dikurangi. Maka masuklah uang itu ke infrastruktur," ucapnya.
BACA JUGA: Ansor Siap Kerahkan Jutaan Banser untuk Rabu Putih saat Coblosan Pemilu 2019
Syahganda menilai, ketika itu Jokowi sudah tahu bahwa keuangan negara tidak kuat. Maka anggaran dari bansos ditarik lalu dibelanjakan sebagai infrastruktur.
"Jadi dari Rp 97 triliun dana bansos yang mengucur di masa SBY, turun ke Rp 40-an triliun. Nah, sekarang menjadi Rp 77 triliun lagi. Ini sebenarnya menjelang pilpres, kebutuhan politisasi bansos sudah jadi sebuah kenyataan," katanya.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Masih Sempat Beri Perintah dari Atas Pesawat
Untuk memperkuat argumentasinya Syahganda kemudian memeberkan jejak digital saat Menteri Sosial masih dijabat Idrus Marham.
"Dia katakan di publik, dana PKH naik, kalau bisa rakyat terima kasih ke Jokowi, pilih lagi Jokowi. Mendes juga begitu, dana desa naik, pilihlah lagi Jokowi. Jadi politisasi itu terjadi," katanya.
Syahganda menilai, harus dipikirkan sampai kapan politisasi bansos akan berakhir. Ia pun berharap pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno dapat menghentikannya jika terpilih di Pilpres 2019 mendatang.
"Saya inginnya ini dihentikan. Karena penghinaan kepada rakyat. Bagaimana Jokowi sama Romi (Romahurmuziy) lempar-lempar bantuan, rakyat kayak pengemis. Di negara barat, bantuan enggak ada lagi ketemu, semuanya transfer. Makanya enggak perlu banyak kartu. Satu saja, KTP, seperti kata Sandi," pungkas Syahganda.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golput Tidak Dilarang
Redaktur & Reporter : Ken Girsang