Greg Fealy, pengamat politik dan Islam Indonesia dari Australian National University (ANU) di Canberra, mengatakan di Indonesia salah satu musuh utama teroris saat ini adalah polisi. Photo: Greg Fealy, pengamat Indonesia dan politik Islam di Canberra (Koleksi pribadi)
BACA JUGA: Trem Tua Melbourne Dijual Murah
Menurut Greg, sebenarnya tidak banyak serangan bom ke gereja di Indonesia, dengan mengatakan serangan bom besar ke gereja adalah aksi 'bom Natal' yang terjadi di tahun 2000.
"Polisi masih menjadi musuh utama atau target para jihadis," ujar Greg yang juga Kepala Departemen Perubahan Politik dan Sosial di ANU.
BACA JUGA: Polisi Australia Akan Diberi Kewenangan Periksa Identitas Orang di Bandara
Ia menambahkan bukan berarti tempat ibadah lain dan warga asing tidak lagi menjadi target mereka, karena sudah ada beberapa upaya serangan namun berhasil digagalkan.
Greg memberikan komentarnya soal pernyataan polisi yang mengatakan keluarga pelaku bom Surabaya belum pernah ke Suriah, yang menurutnya sebagai pernyataan yang bisa membuat polisi 'malu'.
BACA JUGA: Australia Tidak Ubah Saran Bepergian ke Indonesia, Tetap Waspada Tinggi
"Pernyataan yang dikeluarkan pada hari Minggu (13/05) ternyata tidak benar dan membuat binggung."
"Tapi yang terpenting lagi ini menunjukkan banyaknya elemen yang butuh perhatian lebih, seperti siapa yang melatih dan mengajarkan mereka, terutama pada sang ayah, Dita untuk membuat bom yang cukup canggih dan menjadi yang terbesar sejak 2009."
Meski mereka belum pernah ke Suriah, tapi Greg berpendapat masih penting untuk mengetahui soal pejuang asing yang kembali ke Indonesia.
Menurutnya mereka yang kembali memiliki kemampuan dalam membuat bom atau melakukan serangan. Mereka yang pernah ke Suriah dan Irak juga memilki prestise karena telah bertempur di medan perang dan dianggap sebagai selebritis oleh komunitas teroris yang mengusung jihad.
"Masalah utama bagi para jihadis pro ISIS di Indonesia adalah tidak memiliki kemampuan, jadi hanya butuh sedikit orang yang bisa berbagi keahlian untuk dapat meningkatkan ancaman teroris."
"Dita menjadi contoh ini dan polisi tak memiliki informasi banyak soal dirinya. Tapi jika Dita mendapatkan pengetahuannya secara online, ini pun akan menjadi hal yang baru."Penghentian radikalisasi lewat saluran tepat Photo: Greg mengatakan toleransi di Indonesia meningkat, tapi turun di beberapa kalangan di kota besar (Getty Images)
Saat ditanya soal radikal dan toleransi di Indonesia, Greg berpendapat bisa dikatakan laporan soal meningkatnya radikal di Islam sedikit berlebihan.
"Bisa dikatakan berlebihan jika dikatakan adalah sebuah grup yang ingin penegakkan syariah atau mengubah Indonesia jadi negara Islam, karena politik Islam di Indonesia tidaklah efektif, meski media melaporkannya seolah sudah terjadi."
Menurutnya bibit radikal sebenarnya bisa dihentikan jika ada saluran politik yang sehat.
"Semakin banyak kita melibatkan orang-orang dengan berbagai pandangan ke dalam sistem politik untuk menyampaikan suara serta memberikan kesempatan, maka semkain kecil kemungkinan mereka untuk melakukan aksi radikal."
Menurutnya kondisi di Indonesia sekarang lebih memungkinkan untuk membuat semua kalangan terlibat politik yang sehat.
"Tapi ada sebagian kecil yang juga menolak apa yang disebut demokrasi dan ingin menggantinya dengan sistem lain."
"Seberapapun pluralisnya sebuah negara, tetap akan selalu ada sejumlah kecil yang menolak pandangan ini."
Greg juga menyampaikan dari data terbaru pengamatannya menunjukkan toleransi di Indonesia telah meningkat secara umum dalam kurang dari 10 tahun terakhir.
Tapi ia mengaku jika pada beberapa kelompok warga, intoleransi justru meningkat, seperti di kalangan Muslim kelas menengah di kota-kota besar, yang menurutnya memiliki peran untuk menyingkirkan Ahok dari dunia politik.
"Data ini kompleks, karena tidak menunjukkan satu arah saja, tapi ada tren berbeda pada sejumlah kelompok warga."
"Secara keseluruhan warga Indonesia lebih toleransi saat ini dibandingkan 10 tahun," tambahnya.
Ia mengatakan banyak ditemui komentar di jejaring sosial, seperti di Facebook atau Instagram yang berbau intoleran, tapi ia setuju jika apa yang terjadi di dunia maya, tidak mewakili keadaan sebenarnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terjadi Lagi Ledakan Bom di Surabaya, Kali Ini Di Mapolrestabes