jpnn.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan produsen kaca dan solar panel asa China, Xinyi Group berniat menanamkan investasinya dengan membangun fasilitas hilirisasi pasir kuarsa atau pasir silika di Kawasan Rempang Eco City, Batam, Kepulauan Riau.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mendukung rencana tersebut. Pasalnya, nilai tambah yang dihasilkan dari hilirisasi pasir kuarsa diperkirakan hampir sama dengan hilirisasi nikel yakni berpotensi meningkat keuntungan sebesar sepuluh kali lipat.
BACA JUGA: Putu Rudana: BKSAP Berharap Satgas Hilirisasi RI-PNG Memberi Kontribusi Besar
“Saya kira bagus sekali selama pasirnya tadi tidak diekspor dan bisa diolah di dalam negeri kemudian nanti akan menaikkan nilai tambah,” ujar Fahmy, Kamis (20/7/2023).
Menurut Fahmy, hilirisasi pasir silika akan berdampak pada penambahan nilai tambah. Sebab, ada yang mengolah melalui smelter sehingga menjadi produk memiliki nilai tambah lebih besar.
BACA JUGA: Hilirisasi dan Transformasi Ekonomi Indonesia Menghadapi Banyak Tantangan
“Kita bisa belajar dari biji nikel yang dihilirisasi dan itu menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi. Barangkali pasir silika itu kan dengan biji nikel hampir sama kalau kemudian dihilirisasi akan menghasilkan nilai tambah sekitar tadi 10 kali lipat,” imbuhnya.
Diketahui, sejak pemerintah memberlakukan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel telah berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
BACA JUGA: Pengamat Ekonomi Dukung Menteri Bahlil Syaratkan Freeport Bangun Smelter di Papua
Nilai ekspor biji nikel di tahun 2017-2018 hanya mencapai US$ 3,3 miliar atau Rp 51,1 triliun.
Namun, ketika hilirisasi berjalan nilai ekspor nikel di tahun 2022 melejit hingga US$ 30 miliar atau Rp 465 triliun berkat kebijakan hilirisasi.
Menurut Fahmy produk turunan dari hilirisasi pasir kuarsa bisa jadi berupa kaca yang nantinya akan menjadi pelengkap dari ekosistem kendaraan mobil listrik.
“Produk turunan silika tadi itu akan menjadi bahan baku, misalnya apakah bahan baku kaca atau membangun kaca di Indonesia. Nah, ini akan melengkapi ekosistem dari hulu sampai dengan hilir,” ungkap Fahmy.
“Kemudian kaca tadi akan menjadi komponen utama dari mobil atau mobil listrik misalnya nah saya kira ini bagus sekali. Jadi ini perlu didorong dan saya kira sangat prospektif dan menguntungkan bagi Indonesia,” sambungnya.
Namun, Fahmy mendorong supaya tidak hanya investor yang berasal dari Cina yang diundang berinvestasi ke Indonesia melainkan juga investor dari negara-negara lainnya.
Karena hal itu dikhawatirkan akan terjadi sentimen negatif jika terlalu dominannya investor Cina dapat menimbulkan harga pasar yang didikte oleh satu pihak saja.
“Kalau bisa itu undang investor lain jadi tidak hanya dari Cina karena saya kira akan menimbulkan sentimen yang kurang baik, akan menimbulkan dominasi dari investor smelter dari China, khawatir dia bisa mendikte harga jual di bawah harga pasar,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Fahmy mengatakan Menteri Bahlil juga harus menggandeng investor dalam negeri untuk terlibat di program hilirisasi pasir kuarsa supaya dapat mengimbangi harga pasar dan turut serta dalam menumbuhkan ekonomi nasional.
“Misalnya juga ada dari pengusaha dalam negeri, itu bisa mengimbangi sehingga harga yang ditentukan itu bisa mencapai harga ke ekonomian tapi kalau dominasi semua dari Cina, dia bisa mendikte untuk menetapkan harga tadi dan itu bisa merugikan bagi penambang dari Indonesia tadi,” ucapnya.
“Kita tidak melarang investor dari Cina, tapi bagaimana Pak Bahlil mencari investor juga di luar Cina tadi supaya ada keseimbangan atau juga mendorong para pengusaha Indonesia agar membangun smelter,” ujar Fahmya.
Sebelumnya, Menteri Bahlil dalam kunjungannya ke fasilitas produksi Xinyi Group di Wuhu, China mengatakan produsen terbesar kaca terbesar di dunia itu akan membangun hilirisasi pasar kuarsa di dalam negeri.
"Saya melihat Xinyi adalah salah satu pemain yang terbesar di dunia yang insyaallah akan melakukan investasi di Indonesia, di Rempang," kata Bahlil.
Bahlil mengungkapkan kunjungan ini juga mencerminkan komitmen pemerintah Indonesia untuk terus mendorong hilirisasi dalam berbagai sektor industri.
"Selama ini kan kita telah melakukan hilirisasi nikel. Kita mempunyai komoditas pasir kuarsa, silika yang selama ini kita ekspor raw material. Dengan kita membangun ekosistem pabrik kaca dan solar panel, ini merupakan bagian daripada hilirisasi di sektor pasir kuarsa," kata Bahlil.
Sementara itu, CEO Xinyi Group Gerry Tung menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah Indonesia atas kemudahan dalam penanaman modal di Indonesia.
Meningkatnya iklim investasi dan potensi ekonomi Indonesia merupakan salah satu faktor yang mendorong Xinyi Group memutuskan untuk menambah investasinya di Indonesia.
"Kita selama beberapa tahun ini sudah memperhatikan bahwa investasi di Indonesia sangat bagus. Telah banyak perubahan. Kita sudah investasi di Gresik, sekarang karena kita melihat perkembangan sangat bagus jadi kita tertarik untuk berkembang ke industri yang baru, termasuk yang di Batam ini,” ungkap Gerry.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari