Pengamat: Jokowi Punya Ketergantungan dengan Rini

Kamis, 11 Februari 2016 – 23:57 WIB
Menteri BUMN Rini Soemarno dan Presiden Joko Widodo. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Surat balasan Presiden Joko Widodo ke Pansus Pelindo II mengenai rekomendasi pemecatan Menteri BUMN, Rini Soemarno menuai kritik. Bahkan, analis politik dari Sabang-Merauke Circle Syahganda Nainggolan melihat, redaksi bahasa yang digunakan Presiden Jokowi jelas tengah mengamankan Rini Soemarno dari serangan DPR.

Dengan surat tersebut, lanjut dia, Jokowi memperlihatkan bahwa dirinya tidak akan memecat Rini.

BACA JUGA: Hidayat Nur Wahid: Turki Tertarik Dengan Indonesia

"Yang saya baca dari keakraban mereka, Jokowi tidak akan memecat Rini. Sebab, Jokowi memiliki ketergantungan dengan Rini. Jantungnya Jokowi ada di Rini. Bagaimana pun desakan DPR dan juga PDIP, sepertinya Jokowi akan mempertahankan Rini," katanya saat dihubungi wartawan, Kamis (11/2).

Pemerhati politik Universitas Hasanuddin Adi Suryadi Culla menyebut, jawaban Presiden dalam surat itu sangat normatif. Jawaban tersebut jelas tidak sesuai dengan keinginan anggota Pansus. Tapi, dengan sikap Presiden itu, anggota Pansus harus siap kecewa.

BACA JUGA: Ketua MPR Minta Nilai-nilai Kebangsaan Tayang di Televisi

"Tapi, DPR mau apalagi. Kalau Presiden tidak mau mengambil sikap terhadap DPR, ya tidak bisa apa-apa lagi karena semua kewenangan Presiden,” ucapnya dikontak terpisah.

Pernyataan berbeda disampaikan Direktur Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi. Dia menyarakan DPR menindaklanjuti surat Presiden tersebut dengan membuat Pansus Hak Interpelasi sampai Hak Menyatakan Pendapat. Sebab, balasan dari Presiden itu sudah jelas-jelas meremehkan kerja DPR sebagai lembaga.

BACA JUGA: Jago PDIP Klaim sebagai Pemenang

"Surat Presiden ke DPR itu tidak ada isinya. Presiden justru terlihat menantang DPR untuk menggunakan Hak Interpelasi dan Hak Menyatakan Pendapat. Makanya, DPR harusnya bersikap atas surat itu,” tegasnya. 

Selain itu Pansus Pelindo II harus rela hanya bisa gigit jari pasalnya rekomendasi ke Presiden Jokowi untuk memecat Menteri BUMN Rini Soemarno ditolak mentah-mentah.

Pada 20 Januari lalu, Presiden Jokowi secara resmi mengirim surat dengan R-05/Pres/01/2016, sebagai jawaban atas rekomendasi Pansus Pelindo II. Surat itu sangat singkat, terdiri atas tiga kalimat yang dipecah dalam tiga paragraf. Isi suratnya hanya menyatakan menghargai dan mengapresiasi kerja Pansus.

Tapi, tidak ada tindakan apa-apa atas rekomendasi itu "Rekomendasi yang disampaikan dalam laporan Pansus Panitia Angket Pelindo II menjadi bahan masukan yang berharga dalam pengambilan kebijakan Pemerintah sesusai dengan ketentuan perundang-undangan,” demikian isi kalimat kedua surat balasan itu.

Para anggota Pansus Pelindo II membenarkan surat balasan tersebut. Namun, sikap mereka berbeda-beda. Ada yang marah besar, ada yang biasa-biasa saja.

Politisi Gerindra Desmon J Mahesa adalah salah satu yang marah besar. Dia merasa DPR tidak dianggap lagi oleh Presiden dengan balasan itu. "Ini kan berarti rekomendasi itu tidak dianggap oleh Presiden. Kalau rekomendasi tidak dianggap, berarti Presiden sudah tidak menghormati lembaga DPR,” ucapnya.

Dengan balasan itu, kata Desmon, harusnya DPR secara lembaga menindaklanjuti dengan mengajukan hak menyatakan pendapat. Pasalnya, Presiden bisa dianggap melanggar undang-undang dan mengingkari sumpah jabatan. Tapi, dia sangsi para koleganya di DPR mau menguarakan hal itu.

"Untuk mengajukan hak menyatakan pendapat memang cuma butuh 25 orang yang terdiri atas lebih dari satu fraksi. Sekarang, dengan partai-partai semua mendukung, apa mau mereka menyuarakan itu. Kalau kami di Gerindra berjuang sendiri, akan sia-sia,” ucapnya.

Benar saja, fraksi-fraksi lain tidak mempersoalkan. Contohnya, anggota Pansus Pelindo II dari Fraksi PPP Epyardi Asda, yang menyebut bahwa surat balasan Presiden itu sudah benar. Sebab, DPR hanya memberikan rekomendasi. Didengar atau tidak rekomendasi itu adalah hak presiden.

Hal yang sama disampaikan anggota Pansus Pelindo II dari Fraksi PKS Refrizal. Kata dia, jika DPR memaksa-maksa Presiden memecat Menteri BUMN juga bisa melanggar undang-undang. "Mau diganti atau tidak itu urusan Presiden. Mau diapain lagi. Kalau kita campuri, berarti bukan hak prerogatif Presiden lagi,” ucapnya.

Refrizal justru mengaku tidak setuju dengan rekomendasi yang dibuat rekan-rekannya. Tapi, karena saat musyawarah kalah jumlah, akhirnya kata-kata meminta memecat Menteri BUMN tetap digunakan. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jago PDIP Keok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler