jpnn.com - JAKARTA - Langkah-langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo mengatasi lambatnya pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan sejumlah paket kebijakan mendapatkan apreasisi sejumlah kalangan. Sayangnya, hal itu tidak diimbangi dengan proses penegakan hukum yang adil.
Pakar Hukum dari Universitas Indonesia, Dian Puji Nugraha Simatupang memberi contoh kasus
kerjasama Indosat dan anak usahanya, Indosat Mega Media (IM2).
BACA JUGA: Ultah Epson Indonesia Spektakuler, Ada Andre Hehanusa dan Kikan
Dalam kasus itu, kedua korporasi dijerat karena. Kejaksaan Agung menilai kerjasama mereka ilegal. Ujungnya, mantan Direktur IM2, Indar Atmanto mendekam di lapas Sukamiskin Bandung.
Dia menyebut, contoh kasus hukum itu menunjukkan kebijakan presiden di ranah perekonomian tidak mendapat dukungan dari aspek hukum.
BACA JUGA: Yakin Masa Depan Industri E-Commerce di Indonesia Cerah
"Ini bertolak belakang, kebijakan hukum tak mendukung itu (kebijakan ekonomi). Tidak sejalan dengan keinginan pemerintah," ujar Dian kepada wartawan, Minggu (8/11).
Diketahui, beberapa hari belakangan para pelaku industri risau dengan keluarnya putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung (MA) yang menolak upaya hukum Indar Atmanto.
BACA JUGA: Karena Letusan Anak Rinjani, Penutupan Dua Bandara ini Semakin Panjang
Sontak industri dan masyarakat telekomunikasi kalang kabut, karena takut tatanan bisnis mereka berubah. Pasalnya, semua pelaku industri jasa melakukan hal sserupa seperti IM2, yakni menyewa jaringan dari penyeleenggara jaringan seperti Indosat.
Sekadar diketahui, kontribusi industri telekomunikasi memberi masukan negara sebesar Rp 280 triliun dalam 10 tahun terakhir. Bisa dibayangkan jika bisnis para penyedia jasa layanan internet berubah, maka lebih dari setengahnya akan terpotong. Mereka diharuskan mengikuti lelang seperti penyelenggara jaringan, dengan keterbatasan pita frekuensi dan harga yang tinggi.
"Hal ini tentu menciptakan ketidakpastian hukum, khususnya di industri telekomunikasi," imbuh Dian.
Bisnis telekomunikasi sendiri tidak bisa dilihat hanya sekedar telepon dan pesan pendek, banyak produk turunan lain yang dihasilkan bisnis ini. Contohnya saja paket data internet, sistem ATM dan transfer uang serta hal lainnya. Hampir semua aspek menggunakan produk itu.
Menurut Dian, memang penolakan MA atas PK Indar akan berbuntut panjang. Namun, dirinya sebagai ahl hukum masih optimistis bahwa Indar masih bisa mengajukan PK lain. Hal ini merujuk pada kasus Antasari Azhar yang diperbolehkan mengajukan PK berkali-kali, karena nilai keadilan lebih tinggi dari prosedural.
Syaratnya, jika pihak Indar menemukan bukti baru. Dian sendiri menilai pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara beberapa waktu lalu, bisa dijadikan bukti. Seperti diketahui, Rudiantara mengatakan bahwa putusan MA atas PK Indar bisa membuat tatanan industri telekomunikasi dan informatika nasional berubah. "Menteri Kominfo sudah mengeluarkan pernyataan, itu novum untuk Indar," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Rudiantara mengaku shock karena penolakan MA atas PK Indar Atmanto. Menkominfo sendiri khawatir jika putusan MA itu berpengaruh besar pada sistem yang telah dibangun. Sebab, sejak dahulu pemerintah membolehkan kerjasama antara penyelenggara jaringan seperti Indosat, dan penyelenggara jasa seperti IM2 untuk bekerjasama. "Ini bisa mengubah tatanan bisnis Industri telekomunikasi di Indonesia," ujar Rudiantara.
Rudiantara berjanji melakukan yang terbaik dalam rangka melindungi bisnis telekomunikasi nasional. Pasalnya, saat ini semua kerjasama business to business antara penyelenggara jaringan dan jasa melakukan hal yang sama, seperti Indosat dan IM2.
Saat ditanya bagaimana teknisnya, Rudiantara mengaku tak bisa menjelaskan secara detail. Ia hanya mengatakan perlu koordinasi lebih lanjut antarkementerian terkait hal ini. (rl/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gandeng Intel, Mito T35 Fantasy Tablet Bakal Lebih Cetar Membahana!
Redaktur : Tim Redaksi