jpnn.com, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai Pilpres 2024 akan lebih nyaman ketika PDIP dan PKS berada dalam satu barisan dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Menurut Emrs, politik Indonesia sangat cair, termasuk dalam berkoalisi. Tidak bisa dikatakan hitam putih.
BACA JUGA: KIB Sepakat Capreskan Airlangga, Pengamat Bilang Begini, Simak
“Konteksnya bukan PDIP bergabung dengan KIB, tetapi ada titik kepentingan bersama kalau mereka berkoalisi. Kan, kalau PDIP bergabung, seolah-olah PDIP yang subordinat,” kata Emrus di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Menurut Emrus, setiap partai memiliki posisi yang sama. Peluang kerja sama antara partai anggota KIB dan PDIP juga sangat terbuka.
BACA JUGA: Soal Endorsement Jokowi, Pengamat: Prabowo Jangan Terlalu Percaya Diri
Emrus memprediksi PDIP akan menggandeng partai lain dalam Pilpres 2024.
“Sebab, kecil kemungkinan PDIP mengusung calon sendiri, sekalipun cukup. Pasti mereka ingin mewujudkan politik gotong royong dengan berkoalisi,” tegas Emrus.
BACA JUGA: Jokowi Isyaratkan Dukung Prabowo, Respons Anak Buah Bu Mega Begini
Emrus mengusulkan pembentukan poros koalisi antara Golkar, PAN, PPP, PDIP, dan PKS. Hal itu juga akan membendung adanya kemungkinan upaya pihak lain ketika hendak menggunakan politik identitas dan agama.
Selain itu, komposisi itu juga akan mendorong bangsa Indonesia ke arah politik yang berlandaskan program dan gagasan.
“Kalau bangsa ini ingin kita bawa pada politik berbasis program pembangunan ekonomi, sejatinya koalisi PDIP, Golkar, PPP, dan PKS berada di satu kesatuan," tegas Emrus.
Emrus juga menolak adanya wacana yang menyatakan ketidakmungkinan PDIP dan PKS berada dalam satu koalisi.
Menurutnya, ada tiga alasan PDIP bisa bersama PKS. Pertama, kedua partai berkoalisi di pilkada.
Kedua, perpolitikan Indonesia sangat cair, tidak hitam-putih. Ketiga, PKS juga partai yang Bhinneka Tunggal Ika.
“Oleh karena itu, tidak ada salahnya dicoba dulu. Satukan bangsa ini, jangan dikotak-kotakkan lagi,” ungkapnya.
Di sisi lain, Emrus menyarankan agar Gerindra, Nasdem, Demokrat, dan PKB juga membentuk poros koalisi.
“Kalau ada dua koalisi ini, saya kira akan bagus sekali. Menurut hipotesis saya tidak muncul lagi politik identitas sempit,” pungkas Emrus.
Kepentingan Rakyat
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengingatkan pada elite partai politik untuk mengusung sosok yang mencerminkan suara rakyat.
Dia mengingatkan riuh rendah kontestasi menjelang Pilpres 2024, bukan cuma semarak dengan sosok, namun juga mendengar aspirasi publik.
“Parpol diharap tidak elitis atau pragmatis dalam proses pencalonan. Kembali dengan mekanisme yang tidak meninggalkan anggota partai dan suara publik dan konstituen mereka,” kata Titi, Selass (8/11).
Saat sini parpol maupun koalisi tengah gencar mencari calon atau bahkan sudah mendeklarasikan calon mereka.
Namun, merujuk UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu, partai atau gabungan partai yang bisa mendaftarkan capres-cawapres harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional dari pemilu sebelumnya.
Salah satunya, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, PPP dan PAN. Gabungan suara ketiga sudah cukup untuk mengajukan pasangan Capres dan Cawapres.
Namun, sampai saat ini belum ditentukan capresnya. Menurut Titi, parpol didorong untuk mendeklarasikan calon mereka lebih cepat.
“Dengan demikian, kita bisa terus mendorong diskursus politik yang berbasis gagasan dan tidak tergesa, sehingga bisa diuji tawaran gagasan mereka oleh publik,” kata Titi.
KIB sendiri hadir dengan program kerjanya. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto adalah Menko Perekonomian dengan jam terbang tinggi dalam masalah ekonomi.
Ketum Airlangga sering mendapat pujian dari Presiden Joko Widodo, namun kemarin tampaknya ‘giliran’ Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
Dukungan Jokowi dan dinamika politik menjelang Pilpres dapat dimaknai apapun. Namun, satu tujuannya, mendengar aspirasi rakyat dan membawa kepentingan publik.
Menurut Titi, Parpol memiliki otoritas besar mengusung kontestan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengawal proses pencalonan pada Pilpres 2024 agar merefleksikan apa yang diminta masyarakat.
“Parpol harus membawa suara dan kepentingan publik,” tegas Titi.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari