jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tetap menjadi ujung tombak pemberantasaan korupsi di Tanah Air.
Dia menjelaskan KPK harus menuntaskan perkara yang erat kaitannya dengan politik, seperti kasus yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
BACA JUGA: KPK Diminta Segera Tahan Hasto Untuk Hindari Persepsi Publik
Dedi berharap KPK bisa bangkit dari keterpurukan saat lembaga antirasuah itu dipimpin Firli Bahuri.
“KPK dalam rentang kepemimpinan Firli mengalami masa buruk, mayoritas publik tidak percaya, dan akan berimbas pada komisioner saat ini jika tidak ada pergerakan lebih baik,” kata Dedi saat dihubungi di Jakarta, Rabu (12/2).
BACA JUGA: Kubu Hasto Kritik KPK: Administrasi Penetapan Tersangka Dinilai Bermasalah
Dedi menjelaskan KPK sudah saatnya keluar dari nuansa politik dengan mengusut tuntas kasus apa pun yang menjerat orang-orang di lingkup kekuasaan atau partai politik.
“Segera lakukan pengusutan kasus krusial, utamanya terkait kasus Hasto karena skandal ini dekat dengan wacana politik. Jangan sampai KPK hanya (dicap) sebatas alat kekuasaan," tuturnya.
BACA JUGA: Demo di 3 Titik, Mahasiswa-Pemuda Desak Hasto Kristiyanto Segera Ditangkap
Direktur eksekutif Indonesia Political Opinion itu menegaskan KPK harus mampu membuktikan kemandiriannya dalam menegakkan hukum.
"Membuktikan kemandirian KPK hanya bisa dilalui dengan kerja profesional, siapa pun yang sedang berurusan dengan KPK harus segera diselesaikan, tidak terlunta-lunta,” imbuh Dedi.
Menurut Dedi, penyelesaian kasus Hasto dan Harun Masiku akan menjadi pertaruhan bagi KPK dalam mengembalikan muruah institusi yang bebas dari intervensi politik.
Dia menengarai kasus itu menjadi alat barter agar PDIP mendukung pemerintahan Prabowo Subianto, sedangkan imbalannya ialah Hasto terbebas dari jerat hukum.
Oleh karena itu, kata Dedi, inilah momentum yang tepat bagi KPK untuk menjaga independensi sekaligus membuktikan mereka bukan alat kekuasaan.
“Presiden Prabowo juga punya kebutuhan mendesak KPK bekerja dengan benar. Jika tidak, Prabowo akan dianggap mengamini kerja lambat KPK dan bisa jadi sasaran publik untuk tidak percaya pada pemerintah terkait pemberantasan korupsi,” tutup Dedi.
Menjelang Natal tahun lalu, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka pemberi suap kepada Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU periode 2017-2022.
Suap itu diduga sebagai upaya meluluskan Harun Masiku sebagai caleg terpilih dari PDIP di Dapil Sumatera Selatan I pada Pemilu 2919.
Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Wahyu terbukti menerima suap. Hukumannya ialah penjara selama 7 tahun.
Harun Masiku juga menjadi tersangka dalam kasus itu. Namun, sejak Januari 2020, tersangka pemberi suap itu masih buron.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Kenny Kurnia Putra