Pemerintah Australia tidak melihat pekerjaan di perkebunan sebagai solusi bagi warga Australia yang sedang menganggur. Kini mereka mencoba menemukan solusi dengan mencari warga dari luar Australia di tengah pembatasan perjalanan karena COVID-19.
Kelompok lobi pertanian 'National Farmers Federation' (NFF) mengatakan perkebunan di Australia akan kekurangan pekerja tahun ini.
BACA JUGA: Kemungkinan Besar Lockdwon Kedua di Melbourne Akan Diperpanjang
Padahal, ketika perbatasan perjalanan diberlakukan awal tahun ini, masih ada lebih dari 140.000 'backpacker' dan lebih dari 7.000 orang penduduk Pasifik yang memegang visa kerja di Australia.
Namun, jumlah tersebut sudah menurun ke angka 85.000, sementara angka pengangguran hampir mencapai 10 persen.
BACA JUGA: University of Melbourne Nyatakan Mahasiswa Indonesia Tak Terbukti Lakukan Pelecehan Seksual
Wakil kepala Partai Nasional Australia, David Littleproud mengatakan sedang bekerja sama dengan anggota kabinetnya untuk menemukan solusi soal sedikitnya jumlah pekerja kebun ini.
"Bahkan ketika tunjangan sosial yang diberikan hanyalah AU$550 (Rp5,7 juta) untuk dua minggu, kami masih tidak dapat menarik orang untuk mau memetik buah," kata David.
BACA JUGA: Masjid di Melbourne Bagikan Bingkisan Iduladha Pakai Sistem Drive-Through
"Ada keengganan dalam diri orang Australia untuk memetik buah. Kami sudah terlalu lama bergantung pada tenaga kerja dari luar Australia dan kami akan berusaha mendukung ini terus dilakukan," tambahnya.
David khawatir keengganan ini akan semakin parah ketika Pemerintah Australia menggandakan jumlah tunjangan uang 'Newstart', di samping melanjutkan tunjangan uang 'JobKeeper'.
Skema 'JobKeeper' adalah pengganti tunjangan 'Newstart', yang memberi tunjangan uang bagi warga Australia berusia 22 tahun hingga pensiun.
"Tunjangan ini membuat orang-orang semakin malas meninggalkan rumah mereka untuk berkendara ribuan kilometer, memetik buah selama enam minggu, lalu pulang." Photo: Pemilik kebun stroberi Queensland khawatir dari mana tenaga kerja mereka akan berasal. (ABC Rural: Jennifer Nichols)
Penutupan perbatasan hambat pekerja kebun masuk
Penutupan perbatasan negara bagian telah menghambat pergerakan para pemetik buah, seperti yang terjadi di New South Wales, di mana pekerja musiman dari Victoria tidak diizinkan masuk.
"Banyak warga New South Wales yang memerlukan pekerjaan, jadi saya tidak merasa kami kekurangan buruh," kata Premier Gladys Berejiklian, kepala negara bagian tersebut minggu lalu.
"Kalau warga [dari negara bagian lain] ingin datang untuk mengerjakan pekerjaan musiman, mereka harus melakukan isolasi selama 14 hari."
David mengatakan walaupun ia ingin warga Australia yang menganggur untuk kembali bekerja, ia merasa bahwa pekerjaan jangka pendek di perkebunan bukanlah solusi yang praktis.
"Saya ingin agar warga Australia yang saat ini sedang mendapat tunjangan pengangguran untuk kembali bekerja, namun seperti yang saya sangat pahami, ini tidak terjadi," kata David yang tinggal di pedalaman Queensland. Serikat Penganggur tersinggung
Serikat Pekerja Pengangguran Australia (AUWU) menilai perkataan David Littleproud sebagai serangan terhadap para penganggur di Australia.
Mereka enganggap komentar tersebut "menjijikan dan tidak berdasarkan kenyataan".
"Berdasarkan statistik, para penganggur ini bukannya hanya duduk-duduk, atau lari dari pekerjaan, baik di tengah krisis COVID-19 ataupun sebelumnya," ucap Kristen O'Connell, juru bicara AUWU.
Kristen mengatakan ada beberapa alasan mengapa penganggur ataupun pendatang seringkali tidak mau mengambil pekerjaan jangka pendek di kebun.
"Karena kita tahu banyak tindakan penyalahgunaan, pencurian upah, dan pekerja sering berada di situasi membahayakan dan dibayar lebih rendah dari semestinya."
Menurutnya, situasi di sekeliling pekerjaan tersebut tidak seperti yang diharapkan warga Australia.
Laporan dari University of Adelaide yang dikeluarkan tahun lalu menemukan eksploitasi menjadi hal yang sering ditemukan di sektor pertanian dan perkebnunan Australia.
Karenanya, Kristen meminta agar pemilik kebun "membayarkan gaji sebagaimana mestinya dan memastikan keselamatan para pekerja". Solusi internasional
April lalu, Pemerintah Pusat Australia memberikan kesempatan bagi pekerja musiman dari Pasifik dan pemegang Working Holiday Visa di Australia untuk memperpanjang visa mereka.
Namun, menjelang musim panen setelah kemarau, permintaan terhadap jumlah pekerja kebun akan meningkat, terutama di musim semi dan panas mendatang.
David dari Partai Nasional Australia mengatakan pemerintah sedang berusaha memenuhi permintaan tersebut.
"Kami sedang melakukan usaha global, mencari daerah di mana COVID-19 telah berhasil ditangani dengan baik, dan membuka kesempatan di sana," katanya.
"Anggota kabinet dan saya sendiri ... [juga] menjangkau jaringan diplomatis kami untuk menggali solusi yang menciptakan kenyamanan." Photo: Warga Australia terkesan enggan bekerja di kebun. (Brad Marsellos )
Pemilik kebun perlu rencana lain
Kelompok lobi pertanian National Farmers Federation (NFF) telah meluncurkan gerakan untuk membantu pemilik kebun mencari pekerja.
"Kami mendesak pemilik kebun untuk menyiapkan rencana cadangan untuk mencari pekerja, berdasarkan asumsi jika mereka memiliki akses terbatas ke tenaga kerja dari luar," kata Tony Mahar, ketua NFF.
"Kami tahu pekerjaan paruh waktu dan musiman di kebun belum tentu cocok dengan semua orang," katanya.
"Tapi, kami mendorong pencari kerja untuk tetap berpikir terbuka mengenai apa yang sedang tersedia."
Tony mengatakan pekerja kebun pada umumnya dapat menerima pendapatan hingga $1,000, atau lebih dari Rp10,3 per minggunya.
Simak berita lainnya di ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kondisi Suku Marind Papua Jadi Tesis Terbaik di Australia