jpnn.com, JAKARTA - Wacana simplifikasi dan penggabungan batas produksi rokok sigaret keretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) dinilai akan memberikan berdampak negatif pada berbagai aspek.
Peneliti dan akademisi Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran (Upad) Bayu Kharisma melakukan simulasi akan penerapan simplifikasi maupun penggabungan jumlah produksi rokok jenis SKM dan SPM.
BACA JUGA: Bea Cukai dan Kejari Kediri Memusnahkan 1.119 Botol Miras dan 72.836 Batang Rokok Ilegal
Bagi pelaku industri golongan dua yang akan terdampak, kenaikan tarif yang drastis akan mengancam kelangsungan usaha mereka.
Menurut Bayu, simplifikasi tarif cukai dan penggabungan SKM dan SPM berdampak terhadap sisi persaingan usaha.
Selain itu, wacana simplifikasi berpotensi akan mendorong ke arah monopoli.
“Ketika pabrik golongan dua terdampak tutup karena tak lagi mampu bersaing, ada lapangan kerja yang akan hilang sebagai akibat,” kata dia, Kamis (17/10).
Dia menambahkan, ada masalah lain yang berpotensi timbul, yakni terbentuknya pasar rokok ilegal.
“(Hal itu terjadi) ketika konsumen beralih ke rokok murah yang tidak membayar cukai dan pajak lainnya,” tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Mogadishu Djati Ertanto mengatakan, struktur cukai saat ini terdiri dari 10 layer sebenarnya sudah mengakomodasi berbagai industri tembakau.
Dia menjelaskan, jika pabrik dipaksakan naik ke layer di atasnya, bisa jadi akan kehilangan pangsa pasarnya.
“Industri tembakau memiliki multiplier effect yang sangat besar baik kepada penjual retail, maupun satu juta petani cengkih dan 700 ribu petani tembakau,” terangnya. (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil