Kulit buaya dari Australia dikenal dengan kualitasnya yang sangat bagus. Perusahaan-perusahaan fashion ternama dunia seperti Louis Vuitton, Hermes, Prada, Gucci memburu kulit buaya dari Australia.

Para produsen kulit buaya di Australia menjual bahan mentah kepada para perusahaan fashion kelas dunia itu. Tentu saja, keuntungan mereka hanya didapat dari penjualan bahan mentah berupa kulit.

BACA JUGA: Penyalahgunaan ‘However’ Sebagai Kata Hubung

Namun, beberapa produsen lalu berpikiran tak hanya menjual barang mentah, tapi juga menjual barang jadi. Akhirnya, beberapa produsen kulit buaya di Australia menjalin kerjasama dengan para pengrajin untuk menghasilkan barang jadi. Dan pilihan mereka jatuh pada pengrajin dari Indonesia, yang sebagian besar berada di Bandung.

"Kami memiliki hubungan yang begitu dekat dengan Indonesia, terutama pengrajin di Indonesia. Kami mengirim kulit buaya ke Indonesia, untuk disamak dan kemudian dijadikan barang jadi seperti tas, sepatu dan barang-barang indah lainnya," kata pengelola Crocodylus Park, Giovanna Webb, saat ditemui detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Mei 2016 lalu. Crocodylus Park merupakan taman wisata edukasi dan riset tentang buaya yang berada di pinggir Kota Darwin, tepatnya di 815 McMillans Road, Berrimah, Darwin.

BACA JUGA: Duo Timothy-Jonathan, Pendiri Start-Up Layanan Jasa ‘Airtasker’

Hasil dari Pengrajin Indonesia.

(Foto: Ikhwanul Khabibi)

Giovanna mengatakan, dia sudah bekerjasama selama 20 tahun lebih dengan para pengrajin dari Indonesia. Dia menyebut, hasil kerja pengrajin kulit buaya dari Indonesia selalu mengagumkan.

BACA JUGA: Kisah Mesra Pelaut Makassar dan Orang Aborigin pada Masa Lalu

"Pengrajin Indonesia selalu memuaskan saya karena kualitas produknya yang sangat bagus. Karena biaya produksi di Indonesia juga lebih murah, namun kualitasnya tetap terjaga," jelasnya.

Produsen kulit buaya dari Australia mengirim bahan mentah ke Indonesia. Setelah itu, para pengrajin yang rata-rata industri rumahan mengubah barang mentah itu menjadi berbagai produk fashion nan indah seperti tas, dompet, sepatu dan lainnya.

Namun, para pengrajin Indonesia tidak memberikan merek ke produk jadinya. Karena kerjasama hanya sebatas mengolah bahan mentah menjadi produk fashion yang siap jual. Kandang Buaya di Crocodylus Park.

(Foto: Ikhwanul Khabibi)

"Setelah dijadikan barang jadi di Indonesia, kemudian kami membawa kembali ke Australia untuk dijual. Tentu saja dengan harga yang jauh lebih murah dibanding produk dari brand terkenal," tutur Giovanna.

Sesampainya di Australia, produk jadi dari kulit buaya kemudian diberi merek. Setelah itu akan langsung masuk ke pasaran dan angka penjualannya selama ini cukup tinggi. Beberapa contoh hasil produksi para pengrajin di Indonesia dijual di toko souvenir Crododylus Park.Kulit Buaya Olahan Pengrajin Indonesia vs Merek Terkenal di Australia

Para peternak dan pengusaha kulit buaya di Australia menjual bahan mentahnya ke para perusahaan fashion terkenal di Eropa. Sebagian lagi dikirim ke Indonesia untuk dibuat menjadi produk fashion siap jual dan kembali dibawa ke Australia untuk dipasarkan.

Sesampainya di Australia, produk-produk hasil keterampilan para pengrajin Indonesia itu diberi merek dan langsung dipasarkan. Di pasaran Australia, produk-produk itu bersaing langsung dengan produk dari brand-brand terkemuka seperti Louis Vuitton, Hermes, Prada, Gucci dan lainnya. Padahal, bahan mentah keduanya sama-sama berasal dari kulit buaya Australia.

"Memang ada perbedaanya, di Eropa seperti Paris dan Italia, mereka menggunakan cara penyamakan (kulit) yang sangat rumit dan memakan waktu lama untuk menghasilkan produk terbaik. Namun penyemakan kulit di Indonesia semakin baik setiap tahunnya," kata pengelola Crocodylus Park, Giovanna Webb, saat ditemui detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Mei 2016 lalu. Crocodylus Park merupakan taman wisata edukasi dan riset tentang buaya yang berada di pinggir Kota Darwin, tepatnya di 815 McMillans Road, Berrimah, Darwin.

Perbedaan lainnya adalah brand-brand terkenal dari Eropa sangat memperhatikan detail desain dari sebuah produk. Yang membuat harga jual mereka sangat tinggi karena brand-brand itu menjual karya seni.

"Kita juga harus sadar bahwa perusahaan fashion besar tidak hanya memperhatikan hasilnya, namun mereka memperhatikan detail sebagai hasil dari karya seni," jelas Giovanna.

Hanya produk yang menggunakan bahan mentah kulit buaya Australia yang dipasarkan. Tujuannya, agar konsumen bisa mendapatkan pilihan yang berkualitas karena brand asal Eropa juga menggunakan bahan mentah kulit buaya dari Australia.

Namun kelebihan dari produk para pengrajin Indonesia adalah harga jualnya yang jauh lebih murah. Meskipun harganya jauh lebih murah, produk-produk fashion dari Indonesia tetap terjaga kualitasnya. Seberapa murah produk fashion yang dihasilkan pengrajin Indonesia itu? Giovanna enggan menyebutkan.

Namun dari pengamatan detikcom di toko kerajinan fashion kulit buaya di taman buaya itu, untuk tas harganya di kisaran AUD 1500 (sekitar Rp 15 juta), dompet dan ikat pinggang di kisaran AUD 300 (Rp 3 juta).

"Di sini, dengan harga yang lebih murah karena diproduksi di Indonesia, kita bisa mendapatkan produk kulit buaya dengan kualitas tinggi dan indah. Sehingga bisa memberikan pilihan bagi para konsumen," tutur Giovanna.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gracia, dari Jakarta Mengejar PhD di Universitas Monash di Usia 23

Berita Terkait