Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, telah mengecam protes pro-pengungsi di Gedung Parlemen sebagai "penolakan demokrasi" yang mengerikan dan penghinaan terhadap rakyat Australia.

Hampir 40 pengunjuk rasa dari kelompok ‘Whistleblowers Activists’ dan ‘Citizens Alliance’ memicu kerusuhan dan penundaan sidang interpelasi Parlemen pada Rabu (30/11). Beberapa dari mereka bahkan menempelkan tangan di pegangan tangga galeri publik.

BACA JUGA: Indonesia - Australia Tingkatkan Kerjasama Pendidikan

Pada hari Kamis (1/12), dua pengunjuk rasa menuruni dinding depan Gedung Parlemen sembari membentangkan spanduk, sementara yang lainnya menceburkan diri ke dalam air berpewarna merah sambil memegang sapnduk.

Ketua DPR Australia, Tony Smith, telah menjanjikan adanya penyelidikan menyeluruh terhadap protes tersebut di tengah peningkatan keamanan yang lebih luas di Gedung Parlemen.

BACA JUGA: ABC Gelar Workshop Peran Perempuan di Dunia Olahraga di Jakarta

Bagaimana bisa pengunjuk rasa masuk ke Gedung Parlemen?

"Apa yang dilakukan demonstran di galeri Gedung DPR, apalagi ketika hari berikutnya mereka benar-benar mengganggu Parlemen, itu tidak demokratis," kata PM Turnbull.

BACA JUGA: ELL: Hal yang Paling Disukai dari Musim Semi

"Itu adalah penolakan terhadap demokrasi dan penghinaan terhadap warga Australia yang memilih 226 senator dan anggota DPR yang ada di sini. Kami adalah perwakilan dan para leluhur kami, selama berabad-abad, berjuang dan mati untuk melestarikan kebebasan demokrasi kita yang dipraktekkan di Parlemen ini,” jelasnya.

"Mereka yang berusaha untuk mengganggu, merusak Parlemen, yang berusaha membungkam Parlemen, mereka mencoba untuk menolak kebebasan demokrasi yang begitu mahal harganya," sambung PM Turnbull.

Para pengunjuk rasa juga dikecam oleh politisi kubu Koalisi lainnya termasuk Senator James McGrath, yang menggambarkan mereka "benar-benar tak bermoral" dan "jalang".

Pemimpin Partai Hijau, Richard Di Natale, membela demonstran dan mengatakan, kadang-kadang "Anda harus berteriak untuk didengar".

"Jika dibutuhkan sejumlah protes damai untuk menarik perhatian Pemerintah, Oposisi dan media, maka kami akan melakukannya," kata Richard.

"DPR dimaksudkan sebagai rumah rakyat, dan pengunjuk rasa ini telah menyuarakan pendapat mereka yang dikurung dalam tahanan imigrasi Australia," imbuhnya.

Respon beragam atas peningkatan keamanan

Protes ini terjadi di tengah kabar peningkatan keamanan yang sedang direncanakan di Gedung Parlemen, mengingat bangunan ini rentan terhadap serangan teroris.

Dokumen yang diajukan di DPR mengungkap bahwa pagar setinggi 2,6 meter akan dipasang di halaman rumput gedung, dengan pagar serupa juga dipasang di pintu masuk Senat dan Menteri.

PM Turnbull mengatakan, perbaikan keamanan, yang disahkan Majelis Tinggi dengan suara mayoritas pada Kamis (1/12), terjadi "dalam lingkungan berkeamanan tinggi".

"Kami harus selalu memastikan bahwa rumah rakyat ... seterbuka mungkin dan bisa diakses dengan mudah dan kami mencoba untuk menciptakan keseimbangan yang tepat di sana," sebut PM Turnbull.

Senator Richard menentang perbaikan keamanan itu dan takut bahwa mereka akan mengubah Gedung Parlemen menjadi bunker politisi.

"Gedung ini dirancang agar rakyat mampu mengawasi politisi mereka. Ini dirancang agar politisi menjalankan amanat rakyat," katanya.

Senator asal negara bagian Victoria, Derryn Hinch, juga menentang sistem keamanan yang baru, mengatakan bahwa upaya itu sama saja dengan menempatkan kawat berduri di atas layar Sydney Opera House.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterjemahkan: 17:10 WIB 02/12/2016 oleh Nurina Savitri.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Kera Langka Pygmy Marmoset Dicuri dari Taman Margasatwa di Sydney

Berita Terkait