jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pertanian periode 2000-2004 Bungaran Saragih meramalkan minyak sawit makin cemerlang menuju 2045.
Pasalnya, makin banyak penggunaan minyak kelapa sawit untuk produk hilir baik pangan maupun non-pangan, termasuk biofuel yang rendah emisi.
BACA JUGA: Harga Minyak Sawit Anjlok, Terdampak Badai Omicron?
Di sisi lain, ingkat GDP dan populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9,5 miliar juta jiwa pada 2045.
Hal itu, lanjut Bungaran bakal berimplikasi pada peningkatan konsumsi minyak nabati dunia termasuk minyak sawit.
BACA JUGA: Waduh! Harga Minyak Sawit Mentah Goyang
"Konsumsi empat minyak nabati utama dunia diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat dari kondisi saat ini yakni menjadi 324 juta ton, dengan struktur konsumsi yang juga masih didominasi oleh minyak sawit sekitar 141 juta ton (44 persen)," kata Bungaran seperti dikutip dari Antara, Sabtu (24/12).
Menurut dia, Indonesia sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia pada saat ini, harus memanfaatkan peluang dan tren permintaan pasar dunia.
BACA JUGA: Mana Tahan! Harga Sawit Naik Lagi, Dua Hari Beruntun
"Oleh karena itu, penting untuk menjaga eksistensi dan keberlanjutan produksi minyak kelapa sawit Indonesia," ujar Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) itu.
Bungaran menyatakan salah satu upaya untuk menjaga keberlanjutan minyak sawit Indonesia yakni dengan peningkatan produksi baik secara ekstensifikasi dan intensifikasi.
Namun, ekstensifikasi melalui ekspansi lahan, tidak dapat dilakukan mengingat keterbatasan lahan.
Selain itu, masih berlakunya Inpres Moratorium Nomor 8 Tahun 2018.
"Serta, tuntutan konsumen global terkait aspek lingkungan juga merupakan salah satu aspek yang diperhatikan dalam rangka peningkatan produksi minyak kelapa sawit," bebernya.
Melihat berbagai aspek, Bungaran menilai arah pengembangan industri kelapa sawit nasional menuju 2045 harus diperhatikan.
"Khususnya, pada sektor hulu dalam rangka peningkatan produksi minyak dilakukan melalui peningkatan produktivitas (intensifikasi)," bebernya.
Kementerian Pertanian menyebut data statistik kelapa sawit menunjukkan produktivitas rata-rata perkebunan sawit nasional pada 2018 mencapai 3,6 ton minyak per hektar.
Jika dibandingkan dengan rataan produktivitas varietas yang telah dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebesar 7,8 ton minyak per hektare selama periode 1990-2010, maka capaian produktivitas masih relatif jauh dari potensinya.
"Peningkatan produktivitas minyak kelapa sawit harus terus dilakukan," kata Bungaran.
Bungaran memerinci beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk memacu porduktivitas kelapa sawit yakni peningkatan produktivitas parsial (partially productivity) melalui peningkatan pemupukan.
Kemudian, perbaikan kultur teknis kebun (best practices) sesuai Good Agricultural Practices (GAP) dan perbaikan teknologi proses pada PKS (pengolahan kelapa sawit).
Selanjutnya, peningkatan produktivitas total (total factor productivity) dengan perubahan varietas.
"Kultur teknis-manajerial atau replanting, yakni penggantian tanaman kelapa sawit yang sudah berumur tua/renta dengan menggunakan benih sawit varietas unggul," tegas Bungaran.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia