Penjamin Kredit DRI Praperadilkan Mabes Polri

Kamis, 28 Maret 2013 – 00:08 WIB
JAKARTA - Penjamin kredit PT Dewata Royal Indonesia (DRI), Rustandi Jusuf memperkarakan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKP3) yang dikeluarkan Mabes Polri atas terlapor Swandy Halim yang menjadi kuratorkepailitan PT DRI. Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Jakarta Selatan (Jaksel), Rustandi meminta hakim membatalkan SKP3 tersebut.

"Memerintahkan kepada termohon untuk melanjutkan penyedikan dan atau penyidikan atas dugaan tindak pidana telah bertindak tidak independen dan ada benturan kepentingan selaku kurator, memasukan keterangan palsu, serta penggelapan yang dilakukan terlapor Swandy Halim," kata Agus Dwiwarsono dalam keterangan persnya selaku kuasa hukum pemohon Rustandi Jusuf dalam persidangan perdana di PN Jaksel, Rabu (27/03).

Permohonan praperadilan itu ditujukan kepada Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri atas Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan No. S.Tap/26/XII/2011/Dittipideksus tanggal 2 Desember 2011 dan SPPP/26/XII/2011 dengan laporan No. LP/696/XII/2009/Bareskrim tanggal 25 November 2009.

Agus menuduh terlapor berbuat persengkokolan jahat melalui skenario Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan kepailitan terhadap DRI perusahaan pengelola Hotel Aston Bali Resort & Spa, Bali. "Ini didasarkan adanya bukti nota Bank Mandiri tertanggal 4 September 2009," sambung dia.

Bahkan selama menjalankan tugasnya sebagai pengurus atau kurator, Swandy Halim dinilai memiliki kepentingan dengan debitur atau kreditur yang secara jelas bertentangan dengan Pasal 234 UU 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan.

DRI melalui kuasa hukumnya, melaporkan Swandy Halim terkait dugaan tindak pidana sesuai Pasal 266 KUHP dan Pasal 372 KUHP jo Pasal 234 UU Nomor 37 tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Bukan hanya sampai disitu, Agus juga mengungkapkan bahwa Swandy Halim telah memaksakan kehendaknya dengan memasukan Dispenda Kabupaten Badung, Bali sebagai kreditur preferen. "Tindakan ini jelas-jelas bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung  No.15/K/N/1999, yang menyatakan kantor pajak bukan terkualifikasi sebagai kreditut," ujar dia.

DRI menduga adanya penyimpangan pengelolaan kredit yang dilakukan oleh bank  BUMN tersebut. Namun, disaat gugatan itu dalam proses pemeriksaan, justru pihak bank mengajukan gugatan kepailitan terhadap DRI ke PN. Niaga Surabaya.

Padahal tak ada alasan bank tersebut mengajukan gugatan pailit, karena selama ini DRI selalu lancar dalam membayar kewajibannya.  Bahkan, waktu jatuh tempo hutang yang dimiliki DRI masih tersisa waktu lebih dari dua tahun.

Ironisnya lagi, dana perputaran usaha milik DRI yang terdapat di sejumlah bank diblokir. Padahal dalam putusan PKPU sendiri jelas tak ada perintah untuk pemblokiran rekening, bahkan bukti surat dari Pengadilan Niaga Surabaya menyatakan rekening-rekening bank milik DRI tidak berkaitan dengan perkara.

“Atas alasan itulah kami mengajukan prapradilan agar pihak kepolisian bisa mengungkap kasus mafia kepailitan yang diiringi kasus pembobolan dana klien kami di sejumlah bank yang terjadi setelah proses kepailitan. Selain kerugian aset ratusan miliar, dana DRI berjumlah puluhan miliar juga ikut raib,” katanya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perindo Nilai Kelakuan SBY dan Marzuki Kekanak-kanakan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler