Penjelasan Denny Indrayana Terkait Perburuan Aset Century di Swiss

Gelar Pertemuan Tertutup dengan Dubes Djoko Susilo

Kamis, 14 Maret 2013 – 21:35 WIB
JAKARTA -- Menteri Hukum Hak Asasi Manusia, Amir Syamsudin, didampingi Wakil Menkumham, Denny Indrayana, menggelar rapat tertutup dengan Duta Besar RI untuk Swiss, Djoko Susilo, di kantor Kemenkumham, Kamis (14/3), sore.

Rapat ini menyusul kabar tak sedap, pasca pengusutan tim khusus Century di bawah Denny Indrayana melakukan pengusutan soal asset recovery (perburuan aset) yang berakibat tertutupnya akses KBRI dalam mengusut aset di Swiss.

Namun, Denny menyatakan bahwa pertemuan ini adalah untuk menindaklanjuti kerjasama Kemenkumham dengan KBRI di Swiss dalam mengusut aset Century. "Kemarin setelah di Timwas, Pak Menteri mengundang Pak Dubes ke kantor memfollow up kerjasama yang sudah dilaksanakan sebelumnya," ujar Denny didampingi Djoko kepada wartawan, usai pertemuan.

Ia pun menyatakan, pertemuan ini tentu saja untuk memperbaiki kordinasi antara kedua pihak. Dia mengaku pertemuan itu membicarakan langkah ke depan terutama soal asset recovery Bank Century. "Agar upaya kita terutama yang terkait Kemenkumham soal kasus Century, pada dasarnya berjalan baik untuk asset recovery-nya," paparnya.

Denny mengakui, dalam waktu dekat ada rencana untuk ke Swiss bertemu dengan Kementerian Kehakiman di sana untuk tindaklanjut tentang upaya asset recovery.

Saat ditanya, dalam kapasitas apa Kemenkumham kesana mengingat sekarang Kemenkumham adalah lembaga administratif bukan eksekutorial? Denny terdiam sejenak dan menyuruh mengikuti perkembangan.

"Perkembangannya diikutin. Jadi pak Menteri itu dengan Pak Mensesneg, Menkeu, Jaksa Agung itu diberi mandat untuk melakukan pengejaran aset-aset di luar negeri untuk kasus Century," kata Denny.

Jadi, kata dia, ada tim pendukung dibentuk untuk masalah itu. Selain itu, Denny juga menyatakan bahwa Kemenkumham merupakan Central Otority. Sebagaimana juga di negara lain, kata dia, Central Authority itulah yang melakukan komunikasi.

"Termasuk membangun komunikasi kerjasama di bidang-bidang hukum. Mutual Legal Asistance (MLA), itu memang di Central Authority.  Jadi, kalau di Swiss itu Kementerian Kehakimannya. Kalau di Hongkong itu kami dengan Kementerian Kehakimannya juga," paparnya.

Sejauh ini dia mengklaim, koordinasi dengan KBRI di Swiss dalam upaya pengembalian asset recovery terus dilakukan. "Tapi, sebaiknya tentu harus terus ditingkatkan. Bahwasanya dianggap ada perlu diperbaiki, kita terimakasih dengan Pak Dubes (Swiss),  Pak Djoko. Kita pastikan saja ke depan bahwa tidak ada Kedubes itu dibatasi, itu tidak ada," ujarnya.

Dia memberi contoh, waktu asset recovery di Hongkong pihaknya bekerjasama dengan Kedubes Tiongkok, diwakili Konsulat Jenderal di Hongkong. Kata Denny, Konjen memberikan semua informasi yang dibutuhkan. Bahkan, Konjen juga ikut rapat. Nah, kata dia, hal yang sama juga akan diterapkan untuk yurisdiksi lain, tak terkecuali Swiss.

"Pasti kami butuh dukungan support dari dubes-dubes kita termasuk (Dubes RI di) Swiss. Itu sudah tidak mungkin tidak, pasti kita membutuhkan support," papar bekas aktivis LSM ini.

Saat ditanya apa dasar pembentukan tim itu, Denny mengakui bahwa tim dibentuk dengan Peraturan Presiden. Saat dicecar Perpres merupakan produk politik yang apakah mungkin di Swiss bisa menerima itu sebagai dasar, Denny kembali terdiam sejenak. Lalu bekas staf khusus presiden ini menjawab, "Bisa. Bisa.
Perpres itu tentu bisa saja menjadi dasar," jawabnya.

Sedangkan Djoko Susilo ditanya soal apa upaya Kedubes RI di Swiss dalam upaya asset recovery Rp 1,5 triliun yang sudah empat tahun tak bisa diambil di sana, mengakui bahwa empat tahun itu belum terlalu lama. "Urusan kayak gini masih pendek. Karena dulu urusan Pertamina Kartika itu kalau tidak salah 17 tahun," kata Djoko.

Dia pun menjelaskan juga, fungsi kedutaan ada berbagai macam. Misalnya,  fungsi diplomatik, fungsi melindungi kewarganegaraan, fungsi representasi dan lain-lain.
Dia menegaskan, Dubes merupakan perwakilan Republik Indonesia, bukan Kementerian Luar Negeri.

"Saya selaku Dubes itu mewakili kepentingan Republik Indonesia, bangsa dan negara. Termasuk adalah masalah hukum dan sebagainya,  kaitannya dengan Kemenkumham, keimigrasian, kebudayaan dan perdagangan," paparnya.

Dia menyampaikan, melalui proses Mutual Legal Asistance adalah upaya untuk melakukan asset recovery. "Kalau sistem hukum berbeda, itu yang kemudian kita coba perjuangkan," katanya.

Ia menyatakan, kalau dalam soal ini pihak Swiss menganggap masalah perdata, dan Indonesia menganggap sebagai pidana, maka akan dilihat dari Mutual Legal Asistance untuk menyelesaikan.

"Itu tugas teman-teman Kumham. Kita proses dan memasilitasi dengan pemerintah setempat," ujarnya.

Progress Asset Recovery

Denny mengaku proses perburuan aset sudah dijelaskan di rapat Tim Pengawas Century di DPR. Menurutnya, masalah yang terkait aspek internasional termasuk soal asset recovery ini kompleksitasnya lumayan.

"Jadi misalnya kasus Pertamina itu butuh 17 tahun, MLA tentu saja aspek lain perdata perdana kita eksplor tergantung kompleksitas permasalahan. Yang pasti,  dari sisi kemenkumham semua aspek yang  mungkin agar ada percepatan aset, itu kembali kita lakukan," terangnya.

Lebih jauh saat dikonfirmasi apakah benar keberangkatan Denny ke Belanda beberapa waktu lalu untuk meminta bantuan dalam proses asset recovery di Swiss, Denny membantahnya."Itu salah informasi itu. Tidak ada itu. Rumor," katanya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Dorong Pejabat Mau Jelaskan Asal Harta

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler