Penjualan Bank Mutiara Buka Lagi Awal 2013

Selasa, 21 Agustus 2012 – 18:02 WIB
JAKARTA - Gagalnya pembelian saham oleh tiga calon investor Bank Mutiara, berakibat pada mundurnya jadwal penjualan saham bank ex-Century tersebut. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadwalkan proses penawaran saham Mutiara akan dibuka kembali pada awal 2013 mendatang. Pada periode tersebut, LPS mengarapkan Bank BUMN bisa menjadi beramai-ramai menjadi calon investor saham Bank Mutiara, lantaran ada opsi penjualan saham melalui obligasi rekapitalisasi.

"Direktur Eksekutif LPS Mirza Adityaswara mengatakan, proses menjaring investor pada tahun ini telah selesai pada akhir semester pertama lalu. Sayangnya, dari tujuh calon investor yang menyatakan minat, hanya tiga pihak saja yang akhirnya memberikan dokumen registrasi. Akan tetapi, setelah dilakukan verifikasi, ketiga calon investor tersebut pada akhirnya juga diputuskan gagal, lantaran tak memenuhi syarat administratif, termasuk syarat dukungan kemampuan keuangan, sebagai pembeli saham bank mutiara.

"Periodenya kan November ke November. Karena akuisisi Bank Mutiara dulu pada November. sekarang kita tutup prosesnya. Awal tahun depan kita buka lagi," terangnya usai menghadiri open house di kediaman Gubernur BI, Senin (20/8).

Direktur Keuangan LPS Mirza Mochtar mengungkapkan, pihaknya saat ini juga tengah bekerja keras untuk dapat menjual Bank Mutiara sesuai dengan nilai"bail out"sebesar Rp 6,7 triliun. Termasuk, terang Mirza, opsi pembelian melalui obligasi rekapitalisasi (obligasi rekap/OR). Obligasi rekap adalah obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah, sehubungan dengan program rekapitalisasi perbankan. Ini artinya, saham Bank Mutiara akan dijual melalui pasar modal, dan penjualannya akan diserahkan lewat mekanisme pasar

"Kalau dari sisi LPS bisa (obligasi rekap). Karena kalau kita punya uang, investasinya kan ke obligasi juga," tutur Mirza di tempat yang sama.

Lantaran itu, Mirza mengungkapkan, meski periode pembelian saham Bank Mutiara telah ditutup, bukan berarti menutup minat investor, khususnya dari sektor perbankan, untuk ikut serta dalam tender pembelian saham Bank Mutiara tahun depan. "Kami prefer pembelinya dari dalam negeri. Meskipun ada korporasi asing dengan dana tinggi berminat pada Mutiara, kami tetap akan lebih utamakan korporasi dari dalam negeri," jelasnya.

Menurut Mirza, perbankan nasional, khususnya BUMN, sangat potensial untuk membeli Bank Mutiara. Maka itu, pihaknya juga telah men-share"kepada pihak perbankan BUMN mengenai opsi-opsi penjualan Bank Mutiara. "Mereka (Bank BUMN) sudah tahu. Sehingga kalau minat, tahun depan bisa ikut tendernya," terangnya.

Lantas apa yang membuat sejauh ini Bank BUMN tak mengajukan diri sebagai calon investor saham Bank Mutiara? "Permasalahannya masih pada"price"(harga) saja. Tapi kami optimistis tahun depan bisa terjual sesuai dengan jumlah bail out Rp 6,7 triliun. Nanti akan kita lihat," ungkapnya.

Sebagai catatan, merujuk pada pasal 42 UU nomor 24 tahun 2004 tentang LPS, peutusan menjual saham ini sebenarnya harus diambil LPS tiga tahun sejak bail out tahun 2008, yakni pada 2011. Tetapi, LPS belum berhasil mendapatkan pembeli saham Bank Mutiara dalam kurun tiga tahun. Oleh sebab itu, deadline LPS pun mundur lagi dua tahun, tepatnya pada 2013 mendatang. Jika pada akhir 2013 LPS gagal menjual saham Bank Mutiara sesuai nilai bail out, maka selang setahun LPS berwenang untuk menjual saham tanpa mempertimbangkan nilai bail out.

Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono mengatakan penawaran saham Bank Mutiara sebesar Rp 6,7 triliun memang menjadi faktor penghambat paling utama. Angka tersebut dinilai terlampau mahal, lantaran nilai buku Bank Mutiara hanya mencapai Rp 1 triliun. Dia menjelaskan, harga jual bank yang saat ini dalam level bagus sekalipun adalah 3,3 kali lipat dari nilai buku (price to book). "Sehingga kalau Bank Mutiara adalah bank yang bagus, maka maksimal harus dijual Rp 3,3 triliun," ungkap Tony kepada Jawa Pos.

Menurut Tony, penjualan saham Bank Mutiara di bawah nilai bail out tentu saja menimbulkan kerugian negara. Lantaran itu, opsi untuk menjual Bank Mutiara saat ini, sebutnya, masih belum menguntungkan. "Mutiara bisa terjual Rp 6,7 triliun butuh waktu 10 tahun. Pilihannya memang apakah pemerintah ingin mengoptimalkan harga, atau memenuhi target waktu," terangnya.

Namun demikian, target waktu pada 2013 mendatang sebenarnya, menurut Tony bisa diantisipasi dengan revisi regulasi. "Perlu ada revisi regulasi. Karena kalau Mutiara dijual dalam keadaan rugi, maka dikhawatirkan terjadi isu politik, dan cukup berisik. Kalau mau bisa menunggu 5 tahun ke depan, setidaknya proyeksinya bisa mencapai Rp 6 triliun," jelasnya.

Lalu, siapa kandidat yang potensial untuk membeli saham Bank Mutiara? "Saya rasa bank BUMN paling potensial," ungkapnya. Selain sehat, Tony menjelaskan exposure kredit BUMN adalah di pangsa korporasi. Sementara Bank Mutiara sendiri memiliki basis nasabah Tiongkok yang bisa memperkaya exposure kredit bank-bank BUMN. "Kredit di segmen ritelnya bisa kuat. Ini peluang," terangnya. (Gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BB Kuasai Separuh Pasar Smartphone

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler