jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki mendorong Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim segera membentuk relawan guru yang akan ditugaskan mengjangkau peserta didik di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) selama pandemik Covid-19.
Dorongan ini didasari kesulitan pembelajaran yang dialami siswa di daerah 3T, karena tidak bisa mengakses internet selama darurat Covid-19. Parahnya lagi, media televisi dan radio yang bisa menjadi solusi juga tidak bisa diandalkan. Misalnya TV Edukasi milik Kemendikbud sendiri.
“Data Kemendikbud menyebutkan angka 6,5 persen saja siswa yang berada di 3T yang belajar dari rumah bersama TV Edukasi. Seharusnya Kemendikbud lebih sungguh-sungguh menangani hal ini, sehingga TV Edukasi menjadi saluran yang paling dibutuhkan siswa belajar dari rumah," ucap Prof Zainuddin, Minggu (3/5).
Belum optimalnya layanan TV Edukasi itu menurutnya juga menjadi alasan Kemendikbud harus menyewa TVRI untuk menyelenggarakan paket belajar dari rumah. Setidaknya, cara ini cukup membantu melayani siswa yang kesulitan akses internet. Tercatat ada 52 persen siswa di daerah 3T belajar dengan menonton saluran TVRI.
Namun demikian, program ini tidak berlangsung lama karena TVRI juga memiliki keterbatasan. Baik dari kuota waktu yang harus dibagi dengan program-program regular TVRI, LPP TVRI juga tidak punya tenaga khusus yang kompeten secara pedagogis.
Faktanya lain menunjukkan bahwa TVRI juga belum seratus persen bisa menjangkau daerah terisolir. Masih banyak siswa didik di kawasan 3T tak bisa meningkati internet, siaran TV bahkan radio. Sehingga tidak ada pilihan selain didatangi oleh para guru.
“Oleh karena itu Kemdikbud harus merekrut relawan dari guru-guru penggerak. Guru itu bisa diorganisir dalam satu gugus tugas layanan pendidikan khusus siswa terisolir di tengah wabah Covid-19," kata Prof Zainuddin menyarankan.
Menurut legislator PAN ini, anggap saja tugas guru yang mendatangi siswanya ini seperti petugas medis yang harus berinteraksi langsung dengan pasien. Oleh karena itu mereka juga bekali APD yang lengkap. Serta diberikan uang transport dan insentif khusus oleh pemerintah.
Nantinya, guru penggerak ini harus bergerak door to door membawa paket pembelajaran yang telah dirancang khusus, bukan berbasis konten tetapi berbentuk proyek atau yang dikenal dengan project based learning approach.
"Interaksi dengan siswa tidak perlu memakan waktu lama. Cukup sepuluh hingga 15 menit bagi guru menjelaskan proyek yang harus dilakukan siswa," jelas mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Kemudian, hasil proyek yang dikerjakan siswa akan ditagih pada kunjungan pekan berikutnya. Dari tagihan itu, guru harus memperoleh portofolio atau rekam jejak siswa selama sepekan, yang evaluasinya dilakukan secara integrated.
Dalam praktiknya, guru bisa menggunakan media by utility. Misalnya untuk pelajaran biologi, siswa bisa diminta mencari, mengenali dan ambil tindakan yang seharusnya terhadap perilaku spesies atau flora dan fauna yang ada di sekitar rumahnya.
"Dari situ bisa dilihat hardskill seperti pengetahuan siswa tentang alam, penguasaan bahasa dan aspek ilmu pengetahuan terkait lainnya," ucap Zainuddin.
Lebih dari itu, berdasarkan protofolio tersebut dapat juga dievaluasi softskill seperti kesungguhan, kemauan, kerapian, kreativitas dan cara siswa menyelesaikan kesulitan menyelesaikan proyeknya.
"Kemdikbud jangan buang waktu. Segera gerakkan relawan. Layani pembelajaran siswa di daerah terisolasi ini. Datangi mereka. Anak-anak itu juga berhak mendapatkan layanan terbaik dari pemerintah di tengah wabah covid-19,” tandas legislator asal Jawa Timur ini.(fat/jpnn)
BACA JUGA: SD Ini Tidak Punya Guru, Diajar Relawan Tamatan SMP
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam