Penyakit Tifus Rentan Memicu Stres?

Kamis, 17 Januari 2019 – 20:45 WIB
Stres. Ilustrasi.

jpnn.com - Penyakit demam tifoid yang biasa disebut tifus atau tipes merupakan salah satu penyakit yang perlu diwaspadai. Sebab, jenis penyakit ini tak hanya menyebabkan penderitanya jadi lemas dan kesulitan untuk berkonsentrasi, tetapi juga rentan memicu stres. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Untuk mengetahuinya, Anda perlu memahami lebih jauh seputar penyakit yang menyerang saluran pencernaan ini.

BACA JUGA: Bolehkan Minum Kopi Setelah Berolahraga?

Penyembuhan demam tifoid

Dijelaskan oleh dr. Nabila Viera Yovita dari KlikDokter, demam tifoid atau tifus merupakan penyakit yang disebabkan karena infeksi bakteri Salmonella typhi. Gejala yang muncul bisa berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi, sakit tenggorokan, sembelit, penurunan nafsu makan dan nyeri perut.

BACA JUGA: Waspada, Peran Ganda pada Wanita Picu Depresi

Saat seseorang terkena tifus, terkadang timbul rasa nyeri saat berkemih dan terjadi batuk serta pendarahan dari hidung. Untuk masa penyembuhannya pun bisa berbeda-beda.

“Masa penyembuhan tifus tergantung dari aktivitas dan diet yang dilakukan. Jadi, bila Anda atau anggota keluarga ada yang terkena tifus, lebih baik menghindari aktivitas yang terlalu berat,” jelasnya.

BACA JUGA: Jangan Olahraga Jika Anda Kurang Tidur, Ini 5 Bahayanya

Nama tifoid sendiri berasal dari penampakan penderita tifus yang terlihat seperti terkena angin taifun karena kesadarannya berkurang atau sulit berkonsentrasi. Hal ini disampaikan oleh dr. Sepriani Timurtini Limbong dari KlikDokter.

Masa penyembuhan penyakit ini bisa dibilang cukup memakan waktu karena memiliki siklus yang panjang. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan yang tepat, termasuk dari pihak medis.

Siklus penyakit tifus yang panjang

Menurut dr. Sepri, tifus merupakan penyakit infeksi. Jenis penyakit seperti ini memiliki masa inkubasi, yakni masa bakteri menginfeksi hingga akhirnya timbul gejala.

“Untuk tifus sendiri, masa ikubasinya adalah 7-14 hari, baru terlihat tanda-tanda penyakit. Biasanya diawali kenaikan suhu tubuh pada malam hari dan turun di pagi harinya, lidah berwarna putih dan terasa pahit saat makan, serta terdapat masalah pada saluran pencernaan. Puncak keluhannya akan terasa pada 5-7 hari setelahnya. Di periode ini penderita disarankan untuk mendapatkan penanganan medis,” ungkapnya.

Dari gejalanya mungkin mirip dengan penyakit demam berdarah. Namun, pada penyakit tifus, karena bakteri masuk melalui pencernaan, maka keluhan yang membedakan adalah penderita akan mengalami diare atau konstipasi.

“Bila ditangani dengan tepat, kondisi penderita akan membaik setelah 2-3 minggu mendapatkan penanganan medis. Sebab, pada periode ini, kuman sudah mati, tapi tubuh masih perlu diperbaiki, termasuk pada organ pencernaan dan kadar leukositnya,” tambah dr. Sepri.

Hal yang harus diperhatikan oleh penderita tifus adalah komitmen untuk menjaga asupan serta beristirahat total agar kondisi tubuhnya cepat pulih.

Terakhir, dr. Sepri memaparkan, masa pemulihan bisa mencapai 2 bulan bila kondisi penderita cukup parah atau terjadi komplikasi, Sebab, dinding usus yang tipis berisiko mengalami peradangan.

“Bila bakteri menembus dinding usus dan menyebar lewat pembuluh darah, maka dapat terjadi komplikasi pada hati dan otak. Kondisi ini yang disebut dengan sepsis,” jelasnya.

Dari siklus yang cukup panjang tersebut, tak heran bila penderita tifus rentan mengalami masalah kesehatan mental.

Dalam jangka waktu yang dibilang cukup lama, penderita harus menahan diri untuk tidak melahap makanan kesukaannya dan melakukan aktivitas fisik yang digemarinya karena harus melakukan tirah baring atau yang lebih familier disebut bed rest.

Efek terhadap kesehatan mental

Pada orang yang terkena penyakit tifus, masa pemulihan bisa mencapai 2 minggu hingga 1 bulan. Bahkan, bila terjadi komplikasi, penderita harus menjalani bed rest selama 2 bulan lamanya. Menurut dr. Sepri, wajar bila kondisi tersebut kemudian rentan menyebabkan stres.

“Orang yang sakit tifus ini kan harus menjalani bed rest yang cukup lama. Berbagai jenis penyakit yang membutuhkan istirahat total seperti ini kurang mendapat sinar matahari dan tidak memungkinkan untuk melakukan olahraga. Padahal, sinar matahari dapat meningkatkan produksi serotonin dan olahraga atau melakukan hal yang disukai dapat meningkatkan produksi dopamin,” paparnya.

Perlu Anda ketahui, serotonin dan dopamin merupakan kedua hormon yang bekerja dalam menghasilkan perasaan bahagia. Jadi, bila kekurangan keduanya, maka mood pun akan menurun. Kondisi ini sama seperti yang dialami oleh ibu hamil atau orang dengan penyakit kronis yang harus menjalani tirah baring.

Selain itu, dilansir dari Mental Health Foundation, orang yang memiliki masalah kesehatan memang lebih mungkin mengalami stres. Penyebabnya bisa karena penyakit yang dideritanya atau kondisi lingkungan sekitarnya. Biasanya, orang tersebut akan mengalami kecemasan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, atau frustrasi.

Itulah sebabnya, bagi sebagian orang, keluar ruangan bisa menjadi cara paling efektif untuk mengatasi stres yang tengah dialami. Termasuk pada orang yang menderita penyakit tersebut.

Sejalan dengan hal di atas, WebMD juga menyatakan bahwa adanya perubahan dalam keseharian turut menjadi salah satu penyebab seseorang mengalami stres. Dalam hal ini, orang yang sakit tifus tidak dapat beraktivitas seperti hari-hari biasanya dan tidak dapat menikmati makanan kesukaannya, dalam jangka waktu yang cukup lama.

Meski kerap diabaikan, nyatanya penyakit tifus memang dapat menimbulkan stres. Oleh sebab itu, dukungan dari orang-orang terdekat sangat diperlukan untuk mencegah penderita mengalami hal tersebut. Bila teman atau keluarga Anda ada yang terkena tifus, cobalah menemuinya untuk sekadar mengobrol atau hibur ia dengan permainan kesukaannya.(RVS/klikdokter)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidur Berkualitas Sejak Dini Bikin Tubuh Ramping Saat Remaja


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler