jpnn.com - Rendahnya penyerapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2014 dianggap mengkhawatirkan. Hingga bulan September ini, penyerapan baru sekitar 21 persen dari jumlah APBD Rp 72 triliun.
Bendahara Umum Lembaga Pengkajian Informasi Pembangunan Bangsa (LPIPB), Jimmy Sidabutar, menilai, ada yang perlu dikritisi dari kebijakan pimpinan terkait lemahnya serapan anggaran ini. Misalnya, rendahnya penetapan harga lelang suatu kegiatan sehingga tidak ada perusahaan yang bersedia mengikuti saat ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
BACA JUGA: Dekati Pemprov DKI, Pemkot Tangerang Inginkan Tambahan Rute Trans Jabodetabek
Jimmy mengatakan, jika memang pimpinan di Provinsi DKI ingin menjalankan program-program pembangunan yang baik, seharusnya pimpinan provinsi mendukung juga kebutuhan-kebutuhan finansial di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Caranya, dengan memberikan anggaran yang memadai.
"Pimpinan jangan hanya bisa menekan SKPD supaya pembangunan di DKI bisa bagus, tetapi di sisi lain anggarannya terus dikurangi sehingga tidak ada yang perusahaan yang mau mengikuti lelang. Akibatnya, penyerapan APBD terhambat seperti sekarang," kata Jimmy saat berbincang dengan wartawan, Senin (8/9).
BACA JUGA: Dua Tahun Lagi Transjakarta Bisa Gratis
Jimmy menjelaskan, tupoksi dari pimpinan DKI bukan hanya soal menaikkan PAD, dan mengurangi kebocoran yang ada. Pimpinan provinsi juga harus bertanggung jawab pada pembangunan DKI. Ukurannya dari penyerapan anggaran. Kalau penyerapan tinggi, berarti pembangunan berjalan. Ia menyarankan seluruh SKPD DKI Jakarta berani menyampaikan kepada Gubernur DKI, melalui debat terbuka, mengenai kecukupan anggaran yang mereka butuhkan untuk menjalankan program pembangunan.
"Jika para SKPD tidak berani, saya sebagai Bendahara LPIPB, bersedia berdiri paling depan untuk mengawal," tegasnya.
BACA JUGA: Balapan Liar Mengkhawatirkan di Kawasan Ibu Kota
Salah satu perusahaan yang mengeluhkan rendahnya nilai lelang kegiatan di Pemprov DKI Jakarta adalah PT Ratu Badis Perkasa. Perusahaan tersebut mengerjakan kegiatan jasa cleaning service di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Nilai kontrak yang didapat Rp 170.147.600, dipergunakan untuk membayar gaji pekerja cleaning service serta membeli peralatan dan kebutuhan kebersihan seperti pembersih lantai, sabun dan sebagainya.
"Setelah dihitung-hitung, keuntungan bersih kami dari nilai kegiatan itu hanya Rp 1 juta. Itu sangat tidak masuk akal, karena sebagai pengusaha setidaknya kami berharap keuntungan 10 persen dari nilai kegiatan," ucap Direktur PT Ratu Badis Perkasa, Sudung S.
Terkait persoalan tersebut, anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, Syarif, mengimbau pihak eksekutif, dalam hal ini gubernur dan wakil gubernur, bisa bekerjasama dengan SKPD. Apa yang dibutuhkan SKPD harus diakomodir. (rmo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPRD Jakarta Cemburu dengan Kesejahteraan PNS
Redaktur : Tim Redaksi