People Power

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 12 Mei 2022 – 17:18 WIB
Ilustrasi demonstrasi buruh. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Setelah Lebaran, musim demo dimulai lagi. Sewaktu Ramdaan sudah ada beberapa kali demo, tetapi berhenti ketika Lebaran tiba. 

Biasanya, setiap 1 Mei para pekerja dan buruh memperingati May Day dengan melakukan demo ramai-ramai. 

BACA JUGA: Soal Demo Tolak DOB Papua, AKBP Fredrickus: Kami Harap Jangan Mengganggu Ketertiban Masyarakat

Kali ini, demo ditunda karena berbarengan dengan Lebaran.

Demo ditunda sampai 14 Mei. Kabarnya bakal besar-besaran. Said Iqbal, pemimpin para buruh yang juga ketua Partai Buruh, mengeklaim bakal menurunkan 50 ribu buruh untuk ikut demo.

BACA JUGA: Masinton Ingatkan Potensi People Power Terjadi jika Penundaan Pemilu 2024 Dipaksakan

Kabar lain menyebutkan bakal ada 100 ribu buruh yang turun ke jalan.

Kabar susulan menyebutkan bahwa rangkaian demo akan berlanjut pada 19 Mei dan terus menyambung sampai 21 Mei. 

BACA JUGA: Bandara Hong Kong Diinvasi People Power

Kali ini, momentumnya dikaitkan dengan peringatan pengunduran diri Pak Harto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998. 

Momen itu menjadi puncak gerakan reformasi mahasiswa yang berhasil menghentikan kekuasaan Pak Harto yang sudah berlangsung selama 21 tahun. 

Momentum reformasi juga menjadi salah satu gerakan rakyat yang berhasil menurunkan rezim yang otoriter, dan tercatat sebagai salah satu gerakan rakyat yang paling sukses di dunia.

Selama kurun waktu dua dekade sebelum pergantian milenium, tercatat ada tiga gerakan rakyat yang berhasil menumbangkan rezim otoriter, Revolusi Iran 1979, People Power Filipina 1986, dan Reformasi Indonesia 1998.

Ketiganya mempunyai karakter gerakan yang berbeda, tetapi hasilnya sama-sama bisa menggulingkan penguasa otoriter yang sangat kuat.

Revolusi Iran dipimpin langsung oleh pemuka agama Islam bermazhab Syiah, Ayatullah Khomeini. 

Pemimpin kharismatis ini bisa menggerakkan seluruh negeri dari tempat pengasingannya di Paris untuk melawan rezim Syah Reza Pahlevi yang mendapat dukungan mutlak dari Amerika Serikat.

Revolusi Filipina dikenal sebagai Revolusi EDSA, singkatan dari Epinaion de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila yang menjadi pusat demonstrasi berbulan-bulan secara damai. Beda dengan Revolusi Iran yang berdarah-darah Revolusi Filipina hampir tidak ada tetesan darah sama sekali.

Meski demikian, Revolusi Filipina yang menumbangkan Presiden Ferdinand Marcos yang sudah berkuasa selama 21 tahun itu meminta tumbal politik kematian politisi populer Benigno Aquino, yang ditembak mati oleh tentara suruhan Marcos pada 1983 sekembali dari eksil di Amerika.

Kematian Benigno ‘’Ninoy’’ Aquino yang tragis di tangga pesawat di Tarmac Bandara Manila menjadi semacam minyak yang menyiram api. 

Alih-alih takut, rakyat malah menjadi sangat berani dan berduyun-duyun dalam jumlah ratusan ribu turun ke EDSA untuk memprotes Marcos.

Rakyat Iran yang mayoritas bermazhab Syiah mendapatkan kekuatan semangat perlawanan oleh kepemimpinan Khomeini yang sekaligus menjadi pemimpin gerakan politik. 

Rakyat Filipina yang mayoritas Katolik mendapatkan kekuatan spiritual dari Kardinal Sin, pemimpin Katolik tertinggi Filipina. Restu dan dukungan Kardinal Sin terhadap gerakan rakyat Filipina menjadi kunci utama kejatuhan Marcos.

Kunci lainnya adalah kekuatan militer Filipina yang dipimpin oleh Jenderal Fidel Ramos, yang ketika itu juga mendukung gerakan rakyat setelah melihat gelombang yang tidak terbendung lagi. Dua kunci kekuatan ini, agama dan militer, menjadi kunci utama kejatuhan Marcos.

Revolusi Iran jauh lebih berdarah dan keras dibanding Filipina. Ratusan orang meninggal akibat kekejaman polisi rahasia Savak.

Tidak diketahui jumlah korban yang sesungguhnya karena Savak melakukan penculikan dan pembunuhan diam-diam. 

Revolusi Iran dicatat sebagai salah satu revolusi terbesar dalam sejarah dunia dan bahkan disejajarkan dengan Revolusi Prancis pada 1789 dan Revolusi Bolsevik di Rusia pada 1917.

Gerakan rakyat di Indonesia berada di tengah-tengah antara Iran dan Filipina. Karena itu pula gerakan rakyat di Indonesia disebut sebagai reformasi, bukan revolusi. 

Gerakan rakyat di Filipina memunculkan istilah people power yang sampai sekarang sering disebut-sebut. 

Setiap kali ada gerakan demo yang cukup besar selalu disebut sebagai people power meskipun skalanya belum sebesar people power Filipina dan Indonesia 1998.

People power secara umum diartikan sebagai gerakan rakyat yang melakukan demonstrasi dalam jumlah besar untuk menggulingkan pemerintahan yang otoriter dan melanggar konstitusi. 

Selain tiga gerakan rakyat di Iran, Filipina, dan Indonesia, gerakan people power di Eropa timur sepanjang 1990 juga menjadi contoh kekuatan rakyat yang bisa menggulingkan rezim diktator. 

Revolusi Beludru di Cekoslowakia pada 1989 merupakan revolusi paling damai dibanding dengan kejatuhan rezim-rezim komunis di seluruh Eropa Timur. Setelah Uni Soviet jatuh pada 1990, seluruh rezim komunis di Eropa berjatuhan oleh demonstrasi people power. 

Demonstrasi di Cekoslowakia dikenal sebagai ‘’Velvet Revolution’’ atau Revolusi Beludru yang dipimpin oleh dramawan dan budayawan Vaclav Havel yang kemudian menjadi presiden.

Gerakan people power menjadi inspirasi di mana-mana. Sekarang ini sejumlah mahasiswa Indonesia kembali melakukan gerakan protes, dan mulai disebut-sebut pula kemungkinan adanya people power. 

Gerakan mahasiswa Indonesia menjadi motor utama reformasi 1998. Gerakan mahasiswa Indonesia selalu menjadi motor utama dalam demonstrasi-demonstrasi besar sebelumnya, termasuk yang akhirnya menjatuhkan Presiden Seokarno pada 1965.

Mahasiswa yang militan selalu menjadi kekuatan perubahan dan menjadi mesin yang bisa menarik kekuatan rakyat untuk membentuk gelombag people power. Revolusi Iran tidak akan bisa sedahsyat itu tanpa para mahasiswa yang militan. 

Para mahasiswa itu tanpa kenal rasa takut menduduki Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran dan menyandera 60 orang diplomat dan warga negara Amerika.

Penyanderaan berlangsung selama 444 hari dan menjadi drama penyanderaan paling panjang dan menegangkan dalam sejarah dunia. 

Para mahasiswa militan Iran itulah yang membuat Amerika akhirnya menyerah dan kemudian Syah Reza Pahlevi meninggalkan Iran mengungsi ke Amerika Serikat. 

Kehadiran Ayatullah Khomeini dari pengasingan di Paris menjadi tonggak kemenangan rakyat Iran.

Mahasiswa Indonesia mempunyai level militansi yang tidak kalah dari mahasiswa Iran. Pada gerakan 1998, sejumlah mahasiswa menjadi tumbal yang tewas akibat pembunuhan rahasia yag sampai sekarang belum terungkap siapa pelakuknya. 

Sama saja dengan tewasnya Ninoy Aquino, tumbal mahasiswa itu menjadi spirit yang makin membakar semangat mahasiswa untuk bergerak.

Revolusi Filipina yang terjadi 36 tahun yang lalu menjadi catatan sejarah yang dilupakan oleh anak-anak muda Filipina zaman now. 

Dalam pemilihan umum Senin (9/5) lalu anak-anak muda Filipina dengan penuh semangat memilih Ferdinand Marcos Junior dalam pemilihan presiden yang membuat Marcos Junior unggul dua kali lipat dari para pesaingnya.

Marcos Junior yang dikenal sebagai Bongbong ialah anak kandung Ferdinand Marcos Senior yang 36 tahun sebelumnya dijatuhkan oleh gelombang People Power. 

Dalam kurun waktu 36 tahun rakyat Filipina lupa akan semua penderitaan dan kekerasan selama kepemimpinan diktatorial Marcos. 

Kampanye melalui media sosial yang masif akhirnya berhasil menyihir pemilih milenial untuk memilih Bongbong Marcos. 

Para pemilih milenial itu tidak merasakan kondisi otoriter di bawah bapaknya Bongbong, dan mereka dengan senang hati memilih sang junior.

Adakah paralelnya dengan Indonesia? Keturunan Seoharto belum muncul ke panggung kepemimpinan nasional. Tommy Soeharto yang mencoba muncul di panggung politik terlihat canggung dan setengah hati. 

Prabowo Subianto, mantan menantu Soeharto, juga dikait-kaitkan dengan comeback-nya dinasti Soeharto. Masih harus dilihat apakah Prabowo akan maju lagi dan sukses pada pemilihan presiden 2024, dan harus dilihat bagaimana Prabowo merespons tudingan politik dinasti.

Kepemimpinan Jokowi yang populis justru oleh sementara kalangan disebut-sebut ada kemiripan dengan rezim Soeharto. 

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyandingkan foto Jokowi dan Soeharto dan menyebut ideologi ‘’pembangunanisme’’ dua tokoh itu sama. 

Kekecewaan terhadap Jokowi semakin besar seiring dengan munculnya berbagai macam kasus akibat mis-manajemen dan mis-koordinasi di elite pemerintahan. 

Minggu ini gerakan buruh akan turun dalam jumlah ribuan. Gerakan mahasiswa juga akan turun untuk memperingati Reformasi 1998 pada 21 Mei nanti. 

Akankah muncul kembali bibit gerakan people power jilid kedua? Kita tunggu saja. (*)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler