Peppermint: Come Back Mengecewakan Jennifer Garner

Jumat, 28 September 2018 – 07:33 WIB
Jennifer Garner sebagai Riley North di film Peppermint. Foto: YouTube

jpnn.com - Riley North (Jennifer Garner) hanyalah perempuan kelas menengah yang bekerja sebagai banker di Los Angeles. Dia membesarkan putrinya, Carly (Cailey Fleming), bersama sang suami, Chris (Jeff Hephner). Kehidupannya bahagia sampai dia dan keluarganya menjadi korban penembakan bos narkoba di sebuah taman bermain.

Riley selamat setelah mengalami koma cukup panjang. Ketika membuka mata, dia harus menerima kenyataan bahwa putri dan suaminya tewas. Para pelaku dibebaskan karena ketidakadilan sistem hukum. Riley kemudian menghilang.

BACA JUGA: Pasangan Seleb Ini Tunda Perceraian, Masih Cinta?

Lima tahun kemudian dia kembali sebagai "mesin" pembunuh. Sasaran utamanya adalah seluruh jaringan narkoba dan orang-orang yang terlibat dalam kematian suami dan anaknya. Aksinya dilakukan secara gerilya. Riley menyamar sebagai seorang tunawisma di kawasan Skid Row.

Bagi fans Garner, film tersebut mungkin cukup memuaskan. Sepanjang 102 menit moviegoers disuguhi aksi heroik Garner. Film itu merupakan comeback bagi Garner dalam genre laga setelah beberapa tahun terakhir lebih banyak memilih genre drama dan komedi. Perannya dalam genre laga paling diingat ketika dia menjadi pemeran utama dalam serial TV Alias (2001-2006) produksi J.J. Abrams yang disukai penonton.

BACA JUGA: Ernest Ajak Istri dan Anak Promo Cek Toko Sebelah

Secara visual, Peppermint juga cukup menarik bagi penggemar film laga. Sutradara Pierre Morel berhasil memberi nuansa ala John Wick versi perempuan dalam film tersebut.

''Didukung kinerja fisik dan emosional yang luar biasa dari Garner yang dilakukannya berkali-kali sebelumnya,'' jelas Kaytl Burt, reviewer film dari Den of Geek.

Sayang, usaha yang telah diberikan Garner itu tak bisa menyelamatkan kualitas keseluruhan film yang dinilai sangat buruk oleh para kritikus.

Di Rotten Tomatoes, film itu hanya mendapat skor 11 persen. Plot cerita yang ditulis Chad St. John (London Has Fallen) itu membosankan dan so last year.
''Peppermint bisa dengan mudah dibuat pada 1988 sebagai (film, Red) 2018,'' tulis Emily Yoshida, kolumnis di Vulture.

Banyak aspek menarik dari kisah Riley yang justru tidak ditampilkan dalam film itu. Misalnya, transformasi dari sosok Riley yang berhati lembut menjadi karakter kuat yang berbahaya. Akibatnya, film tersebut terasa terlalu lama dan ada bagian yang hilang.

Sementara itu, Peppermint juga tak bisa dibilang sebagai film yang menunjukkan kesetaraan gender. ''Ini hanyalah tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan, yang menjadi pemeran utama,'' ulas Lindsey Bahr, kritikus film dari Associated Press, terlepas dari menariknya Garner dalam menghibur penonton.

''Lain kali ingatlah untuk menambah seorang atau dua orang perempuan di balik kamera (dan skenario, Red),'' imbuhnya. (and/c25/jan)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler