Perahu Kertas versi film mengisahkan Kugy (Maudy Ayunda) dan Keenan (Adipati Dolken). Kisah berawal ketika mereka kuliah di Bandung. Kugy bercita-cita ingin jadi penulis dongeng dan Keenan, pemuda yang gemar melukis, tapi dipaksa untuk sekolah di fakultas ekonomi oleh ayahnya.
Masalah hati yang tidak terselesaikan saat kuliah akhirnya terbawa saat mereka sudah sama-sama bekerja. Selain Maudy dan Adipati, ada banyak pemain lain yang terlibat. Di antaranya, Reza Rahadian, Dion Wiyoko, Elyzia Mulachela, Tio Pakusadewo, Ira Wibowo, Titi D.J. dan banyak lagi.
Film yang diproduksi Starvision Pictures, Bentang Pictures, dan Dapur Film itu akan tayang di bioskop mulai 16 Agustus. Dee yang menjadi penulis novel itu juga dipercaya untuk menulis skenario film tersebut. ”Saya mulai menulis novel ini sejak masih di bangku kuliah,” katanya kemarin (8/8) saat press screening film itu di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta.
Perahu Kertas adalah novel yang pertama Dee bayangkan akan memiliki format visual. Dulu ketika ikut workshop penulisan skenario pada 2001, dalam benaknya ada keinginan untuk menulis skenario dari cerita yang dia buat sendiri. Sekarang hal itu bisa kesampaian.
Itu berbeda dengan Hanung Bramantyo yang dipercaya sebagai sutradara. Membuat film yang ceritanya diadaptasi dari novel bukanlah hal baru buatnya. Film tersebut adalah film keempat Hanung yang diangkat dari novel. Sebelumnya, ada Jomblo, Ayat-ayat Cinta, dan Perempuan Berkalung Sorban.
”Dulu, membuat film dari novel merupakan tantangan buat saya. Tapi kemudian, menjadi hal yang biasa. Bahkan, memuakkan buat saya. Karena penonton film adaptasi novel adalah pembaca novel. Mereka nonton film tidak sekadar nonton, tapi juga kroscek. Apakah filmnya sesuai dengan novel atau tidak,” jelasnya.
Hanung bilang, pada awalnya tidak ada passion dengan novel itu. Sebab, pada dasarnya, novel tersebut menceritakan hal yang sama. Cinta. Toh, akhirnya suami Zaskia Adya Mecca itu mau juga bikin filmnya. ”Novel ini segera jadi hal baru buat saya. Sejujurnya, saya lelah berkutat dengan tema-tema besar tentang pluralitas, toleransi agama. Saya ingin sesuatu yang sederhana,” ungkapnya.
Saking semangatnya Hanung, durasi film itu hingga mencapai 4,5 jam. Produser pun akhirnya memutuskan film tersebut jadi dua bagian. Bagian kedua akan tayang dua bulan setelahnya.
”Ketika film ini dijadikan dua bagian, saya orang yang paling takut. Kenapa durasi film nggak boleh empat jam sih? Tapi, setelah dipikir lagi, karena saya juga berinvestasi di sini, kalau jadi satu, sehari cuma ada berapa show dengan durasi empat jam" Akhirnya, diputuskan jadi dua bagian,” kata Hanung. (jan/c6/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepeda Bawa ke Masa Kecil
Redaktur : Tim Redaksi