BATAM - Limbah resapan air dari Tempat Pembuangan Akhir (PTA) Punggur telah mencemari perairan sungai Indras kampung Teluk Lengung Nongsa. Sehingga, ekosistem sungai Indras rusak parah dan berdampak pada menurunya hasil tangkapan nelayan.
Warga Kampung Teluk Lengung, warga tempatan yang berdiam di hilir sungai Indras yang berbatasan langsung dengan laut lepas pun kehilangan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Pasalnya, ikan, kepiting dan udang makin langka dari teluk itu sejak beberapa bulan belakangan ini.
Kampung Teluk Lengung merupakan perkampungan warga Melayu asli yang sudah ada sejak puluhan tahun silam sebelum kota Batam terbentuk. Lokasinya cukup jauh di pedalaman Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa atau sekitar satu kilo meter dari WTP Duriangkang Seibeduk.
Akses jalan ke kampung yang dihuni sekitar 60 kepala keluarga itu masih belum tersentuh aspal sama sekali. Kondisi jalan cukup licin dan becek di musim hujan seperti ini.
Minggu (8/7) pagi saat Batam pos mendatangi perkampungan itu, puluhan warga di sana kelihatan sibuk beraktifitas di pinggir pantai yang berbatasan langsung dengan rumah mereka. Pria dewasa, ibu-ibu hingga anak-anak tampak sibuk berendam di air pinggir pantai untuk mengangkat ikan yang mati dan mengapung. Ada yang angkat pakai tangan ada yang menggunakan alat bantu jaring kecil yang diberi gagang untuk mengambil berbagai jenis ikan baik kecil maupun besar berserakan di sekitar pemukiman mereka.
"Ini bukan ikan hasil tangkapan, tapi ini ikan mati yang terdampar ke pinggir kampung kami," ungkap seorang pria tampa baju dari dalam air saat Batam Pos mendekatinya.
Ikan-ikan itu tampak bercecer di sepanjang pinggiran pantai hingga ke sungai Indras yang tak jauh dari lokasi perkampungan itu. Ironis memang saat mendengar penuturan pria yang bernama lengkap Muhamad Kasim Bin Dalih itu.
Ikan-ikan yang seharusnya menjadi penopang kehidupan warga di sana kini terancam punah. Jangankan untuk jualan, ikan-ikan yang dikumpul itupun tak tak layak dikomsumsi oleh mereka sendiri.
"Sudah beberapa bulan belakangan ini, kami tak bisa berbuat apa-apa. Mata pencharian kami sudah dirusak. Ikan, udang, kepiting tak ada lagi. Lihat saja ini, ikan yang dari laut lepas saja mati apalagi yang di pinggir pantai dan sekitar sungai Indras ini," kata pria 56 tahun itu.
Ikan-ikan itu dikumpulkan warga agar dibuang atau dibakar di darat agar tidak menimbulkan bau busuk di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.
Kasim yang didampingi Muhamad Arif sekalu ketua nelayan HNSI Teluk Lengung menuturkan sejak dua bulan belakangan ini, ikan, udang dan kepiting serta binatang laut lain yang berada di sekitar pinggir pantai laut Teluk Lengung dan sepanjang sungai Indrus yang berbatasan langsung dengan PTA Telaga Punggur banyak yang mati.
Dari hari ke hari jumlah ikan dan binatang air lainnya di sana yang mati terus meningkat. Dan saat ini sudah nyaris tak ada lagi binatang air yang menjadi tumpuan hidup warga Teluk Lengung selama ini. Ini bukan karena warga buang pukat atau bom ikan, melainkan dampak dari cairan limba sampah yang mengalir dari lokasi TPA Telaga Punggur.
"Sudah dua bulan ini ikan banyak yang mati. Tapi yang lebih parah kalau saat hujan, itu ikan besar yang dari laut sana juga ikut mati. Kami tak berani angkat ikan itu untuk di jual karena beracun," ujar Kasim.
Limbah resapan air dari lokasi tumpukan sampah di TPA, kata Kasim, mengalir melalui sungai Indras yang hulunya berbatasan langsung dengan pinggir TPA Telaga punggur. Sehingga limba beracun itu menyapu bersih ikan, kepiting dan udang yang berada di sepanjang sungai Indrus yang penjangnya sekitar satu kilometer itu hingga ke perairan laut teluk Lngung.
Selain mengeluarkan bau busuk sampah, kadar air juga tampak kotor dengan warna coklat kehitam-hitaman. Kondisi itu mulai dirasakan sejak awal memasuki hilir sungai Indras. Makin ke hulu dekat TPA bau busuk kian menyangat.
Warna air kian gelap dan nyaris tak ada tanda-tanda kehidupan binatang air di perairan itu. Di ujung sungai Indras itu tampak sebuah pemukiman kecil seperti rumah liar tempat tinggal para pekerja di TPA Telaga punggur. Dari belakang pemukiman itu jelas terlihat aliran air olahan sampah TPA telaga punggur yang mengalir langsung ke sungai Indras. "Aliran air inilah yang mematikan ikan dan ekosistem sungai hingga ke laut," kata Arif.
Yang lebih parah terjadi jika musim hujan. Air hujan yang berbaur dengan cairan limbah hasil olahan sampah TPA Telaga punggur mengalir cukup deras. Sehingga, hampir tak ada binatang laut yang masuk ke sungai itu.
Padahal tahun-tahun sebelumnya, tutur Kasim jika musim hujan, banyak ikan dari laut lepas yang masuk ke sepanjang sungai itu untuk mencari makan. Dan itu akan menjadi harapan warga Teluk lengung untuk meningkatkan pendapatan harian mereka. Menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka.
Namun sekarang, sudah berbeda jauh. Jika musim hujan hasil tangkapan semakin sulit. Jangankan untuk jualan, ikan atau binatang laut lainnya untuk dikomsumsi sendiripu susah di dapat. "Kami sunggu susah pak saat ini. Dulu sungai ini menjadi penopang hidup kami, tapi sekarang tak ada lagi pak. Kemana kami mau mengadu pak?," tutur Kasim.(eja/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Latihan SAR, Komandan Kapal Selam Tewas
Redaktur : Tim Redaksi