KAIRO - Hukuman mati dengan cara penyaliban kembali dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi. Seorang terdakwa kasus perampokan bersenjata, Sarhan Al-Mashayeh, akan menghadapi hukuman salib hari ini, Selasa (5/3) waktu setempat.
Al-Mashayeh dan 6 orang temannya ditangkap pada tahun 2006 karena merapok sejumlah toko perhiasan. Mereka dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Saudi pada tahun 2009. Pekan lalu, Raja Saudi, Abdulah memerintahkan agar tujuh pesakitan itu dikirim ke penjara Abha di Provinsi Asir untuk menjalani eksekusi.
Al-Mashayeh yang dianggap sebagai pemimpin komplotan perampok mendapat hukuman terberat dengan penyaliban. Sementara enam temannya akan dieksekusi oleh regu tembak pada hari yang sama.
Nasser al-Qahtani, salah seorang dari 6 rekan Al-Mashayeh menyebut hukuman mati yang dijatuhkan kepada mereka tidak adil. Pasalnya, mereka tidak pernah menggunakan senjata dalam aksinya.
"Saya tidak pernah membunuh siapa-siapa. Saya tidak menggunakan senjata waktu merampok, tapi polisi menyiksa saya dan mengancam akan melukai ibu saya jika saya tidak mengaku," ujar Al-Qahtani saat berbicara kepada AP melalui telepon seluler yang diselundupkan ke dalam selnya, Senin (4/3).
Al-Qahtani mengatakan, dirinya telah menjalani 3 kali persidangan selama delapan tahun terakhir. Namun, pemerintah Arab Saudi tidak pernah sekalipun menugaskan pengacara untuk membelanya.
Seperti diketahui, hukum Saudi didasari oleh syariat Islam. Di Saudi, hukuman mati hanya boleh dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan, pemerkosaan dan perampokan bersenjata.
Lazimnya, hukuman mati dilakukan memakai metode pemenggalan dengan menggunakan pedang. Namun dalam beberapa kasus pemerintah Saudi memilih hukuman salib sebagai metode eksekusi.
Penerapan hukuman salib ini mendapat protes keras dari beberapa organisasi HAM internasional. Amnesty International bahkan menyebutnya sebagai bentuk hukuman paling kejam, tidak manusiawi dan sangat merendahkan. (AP/dil/jpnn)
Al-Mashayeh dan 6 orang temannya ditangkap pada tahun 2006 karena merapok sejumlah toko perhiasan. Mereka dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Saudi pada tahun 2009. Pekan lalu, Raja Saudi, Abdulah memerintahkan agar tujuh pesakitan itu dikirim ke penjara Abha di Provinsi Asir untuk menjalani eksekusi.
Al-Mashayeh yang dianggap sebagai pemimpin komplotan perampok mendapat hukuman terberat dengan penyaliban. Sementara enam temannya akan dieksekusi oleh regu tembak pada hari yang sama.
Nasser al-Qahtani, salah seorang dari 6 rekan Al-Mashayeh menyebut hukuman mati yang dijatuhkan kepada mereka tidak adil. Pasalnya, mereka tidak pernah menggunakan senjata dalam aksinya.
"Saya tidak pernah membunuh siapa-siapa. Saya tidak menggunakan senjata waktu merampok, tapi polisi menyiksa saya dan mengancam akan melukai ibu saya jika saya tidak mengaku," ujar Al-Qahtani saat berbicara kepada AP melalui telepon seluler yang diselundupkan ke dalam selnya, Senin (4/3).
Al-Qahtani mengatakan, dirinya telah menjalani 3 kali persidangan selama delapan tahun terakhir. Namun, pemerintah Arab Saudi tidak pernah sekalipun menugaskan pengacara untuk membelanya.
Seperti diketahui, hukum Saudi didasari oleh syariat Islam. Di Saudi, hukuman mati hanya boleh dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan, pemerkosaan dan perampokan bersenjata.
Lazimnya, hukuman mati dilakukan memakai metode pemenggalan dengan menggunakan pedang. Namun dalam beberapa kasus pemerintah Saudi memilih hukuman salib sebagai metode eksekusi.
Penerapan hukuman salib ini mendapat protes keras dari beberapa organisasi HAM internasional. Amnesty International bahkan menyebutnya sebagai bentuk hukuman paling kejam, tidak manusiawi dan sangat merendahkan. (AP/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perbatasan Malaysia-Thailand Dijaga Ketat
Redaktur : Tim Redaksi