Ketegangan antara Tiongkok dan Australia telah meningkat untuk sementara waktu. Sekarang hubungan kedua negara pun akan mencapai tingkat yang berbeda sama sekali.
Setelah menghantam eskpor gandum dan kemudian ekspor daging sapi Australia, tampaknya Tiongkok akan meninggalkan sebagian besar komoditas Australia yang lain dan berpotensi dimulai pekan ini.
BACA JUGA: Kampung Halaman Kamala Harris di India Rayakan Kemenangannya Sebagai Wapres AS
Apa yang sebenarnya terjadi antara Australia dan Tiongkok? Empat poin ini mungkin akan menjawab pertanyaan Anda. Apa yang sudah terjadi sejauh ini?
Enam bulan terakhir adalah masa yang berat bagi eksportir Australia untuk menjual hasil pertanian mereka ke Tiongkok.
BACA JUGA: Masa Depan Hubungan dengan Indonesia Setelah AS Punya Presiden Baru
Berawal dari penetapan tarif untuk perdagangan gandum serta penangguhan perdagangan daging dari beberapa rumah potong hewan di Australia di bulan Mei lalu.
Saat itu ada spekulasi jika pemberlakuan tarif dan penangguhan adalah semacam hukuman kepada Australia setelah meminta agar ada penyelidikan independen soal asal-usul virus corona.
BACA JUGA: Siapakah Pemberi Suara yang Menentukan Presiden Amerika Serikat?
Pemerintah Tiongkok sejak saat itu meluncurkan penyelidikan 'anti-dumping' terhadap ekspor 'wine' atau minuman anggur asal Australia dengan tuduhan para pembuat wine sengaja membanting harga untuk menguasai pasar.
Selain itu, menurut industri kapas Australia, Tiongkok juga meminta pabrik pemintalan untuk berhenti membeli kapas yang ditanam di Australia.
Kegelisahan para eksportir menjadi benar-benar meningkat pekan lalu, ketika lobster Australia senilai A$2 juta ditinggalkan di landasan di bandara Shanghai.
Bea Cukai Tiongkok mengklaim mereka sedang menguji kadar bahan kimia pada lobster-lobster itu, tetapi efek penundaan itu membuat beberapa lobster harus dimusnahkan.
Pada saat yang sama, pengiriman kayu Queensland juga ditahan di bea cukai Tiongkok dan eksportirnya, Emerald Grain, dihentikan untuk sementara dari perdagangan gandum ke Tiongkok.
Importir di Tiongkok kemudian memberi tahu eksportir Australia jika mereka telah diperingatkan oleh petugas bea cukai untuk tidak membeli gula, gandum, anggur merah, kayu, batu bara, lobster, dan tembaga dari Australia.
Tersiar juga kabar jika Asosiasi Minuman Beralkohol Tiongkok telah meminta pemerintahnya untuk mengenakan tarif yang berlaku surut pada anggur Australia. Photo: Petani gandum Australia menjadi korban ketegangan perdagangan dengan Tiongkok, setelah mengumumkan tarif yang tinggi. (Tara De Landgrafft)
Bagaimana nasib ekspor Australia?
Pada dasarnya, importir Tiongkok mengatakan mereka telah diberi tahu oleh pihak berwenang jika tidak ada barang asal Australia yang akan lolos karantina setelah Jumat kemarin (6/11).
Tetapi eksportir Australia mengatakan mereka tidak menerima pemberitahuan apapun secara resmi dari Pemerintah Tiongkok dan memilih untuk menunggu untuk melihat jika terjadi sesuatu di pelabuhan Tiongkok.
Mereka sangat gelisah. Beberapa eksportir anggur telah menunda pengirimannya, sementara para nelayan lobster sedang mempertimbangkan apakah mereka layak untuk berlayar mencari lobster.
Seperti yang dikatakan salah satu eksportir kepada ABC, "Tiongkok menaruh risiko yang cukup di pasar, tidak peduli apa yang terjadi pada hari Jumat, semua orang ketakutan".
Hal ini menjadi masalah yang sangat besar mengingat Australia sangat bergantung pada Tiongkok untuk membeli hasil pertaniannya.
Hampir sepertiga dari ekspor pertanian Australia dijual ke Tiongkok.
Australia sendiri belum terlalu bergantung pada satu pasar saja sejak 1950-an, saat mereka hanya mengirimkan sebagian besar barang dagangannya ke Inggris.
Banyak eksportis khawatir karena ketidakjelasan akan apa yang terjadi pada semua produk mereka. Photo: Minuman Anggur adalah salah satu dari daftar komoditas ekspor, termasuk gula, tembaga, wol dan kapas, yang ditangguhkan. (Pixabay)
Apa yang dilakukan Pemerintah Australia?
Menunggu jawaban, pada dasarnya itu yang dilakukan Pemerintah Australia.
Menteri Perdagangan Australia, Simon Birmingham masih belum bisa menghubungi mitranya dari Tiongkok.
Pekan lalu dia meminta Tiongkok untuk mengklarifikasi posisinya tentang penangguhan perdagangan tersebut, dengan mengatakan jika mereka tidak punya motivasi politik, maka eksportir perlu tahu mengapa barang mereka diblokir.
"Pintu [komunikasi] sudah dibuka ... kini bola ada di lapangan mereka," katanya. Photo: Menteri Perdagangan Simon Birmingham telah meminta Pemerintah Tiongkok untuk berbicara langsung dengan Pemerintah Australia. (ABC News: Matt Roberts)
Pilihan apa yang dimiliki Australia?
Inilah yang berat.
Faktanya sudah tertulis dengan jelas selama beberapa tahun ini jika Australia sangat bergantung pada Tiongkok.
Pemerintah bisa saja mengatakan akan berusaha untuk membuka pasar baru, tetapi beberapa pedagang di Australia menilai langkah ini sudah terlambat.
Perjanjian perdagangan bebas yang ditandatangani dengan Indonesia awal tahun ini akan membantu beberapa industri, sementara yang lain harus menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi dari kesepakatan perdagangan mendatang dengan Uni Eropa dan Inggris.
Namun, itu tidak benar-benar membantu eksportir anggur saat ini yang produknya sudah dalam perjalanan menuju Tiongkok.
Atau petani yang sekarang memanen gandum karena sebelumnya yakin Tiongkok akan membelinya dengan mahal. Kini permohonan mereka tentang tarif gandum telah ditolak oleh otoritas Tiongkok.
Sekarang, Pemerintah Australia sedang mempertimbangkan untuk membawa masalah perdagangan dengan Tiongkok ini ke hadapan wasit yang independen: yaitu Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sesuatu yang belum dilakukan Australia sejak menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Tiongkok.
Langkah ini dinilai akan menjadi langkah yang cukup berani dan didukung oleh beberapa petani, sementara yang lain mengatakan, pergi ke WTO untuk masalah gandum ibarat meninju hidung pelanggan terbaik.
Seperti kebanyakan perselisihan perdagangan sejauh ini, apa yang terjadi selanjutnya masih belum jelas.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari artikel ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inggris Sepi Karena Lockdown tetap Yakin Akan Kembali Normal Sebelum Natal