Konten berita dari Australia kembali muncul di Facebook setelah raksasa media sosial itu setuju membatalkan pemblokiran konten berita bagi penggunanya di Australia.
Halaman Facebook untuk outlet berita termasuk ABC, Herald Sun, Seven Network dan Sydney Morning Herald telah dipulihkan hari Jumat ini (26/02).
BACA JUGA: Serangan Udara Amerika Serikat Pertama di Bawah Kepemimpinan Joe Biden
Langkah itu dilakukan sepekan setelah Facebook memblokir pengguna Australia dari fasilitas berbagi atau mengunggah tautan berita dari Australia.
Facebook mengatakan langkah tersebut merupakan tanggapan atas 'media bargaining code' yang diusulkan Pemerintah Australia.
BACA JUGA: China dan India Berebut Pengaruh Politik Lewat Diplomasi Vaksin COVID-19
Apa itu 'media bargaining code' di Australia?
Kini setelah perseteruan itu berakhir, baik Facebook maupun pemerintah Australia sama-sama menganggap diri masing-masing sebagai pemenang.
BACA JUGA: Bye Jakarta, Brisbane Jadi Pilihan Pertama Tuan Rumah Olimpiade 2032
Rancangan peraturan 'media bargaining code' akhirnya disahkan oleh Senat pada Selasa malam (22/02), yang berarti Pemerintah Australia sekarang dapat memiliki otoritas untuk meminta perusahaan besar digital, seperti Facebook dan Google bernegosiasi dengan perusahaan media untuk membayar konten berita yang muncul di 'Google Search' atau 'Newsfeed' di Facebook.
Tampaknya ini adalah akhir dari negosiasi bos Facebook Mark Zuckerberg dan Bendahara Australia Josh Frydenberg pekan ini.
Jadi siapa yang menang dan siapa yang kalah? Konsesi apa yang dimenangkan Facebook?
Facebook telah mati kutu terhadap 'media bargaining code' yang diusulkan selama berbulan-bulan dan mengancam akan memblokir tautan ke artikel berita jika peraturan tersebut diberlakukan.
Tapi minggu ini, perusahaan itu berubah pikiran.
Mereka mengakui bahwa 'media bargaining code' pada kenyataannya bisa diterapkan, setidaknya dengan beberapa perubahan.
Dalam serangkaian pembicaraan antara Mark Zuckerberg dan Josh Frydenberg, raksasa media sosial itu menegosiasikan perubahan kecil namun penting, yang berarti kemungkinan besar aturan tersebut tidak akan pernah digunakan sama sekali, kata Tama Leaver, seorang profesor studi internet di Curtin University.
Perubahan itu mencakup ketentuan bahwa sebelum platform digital diminta tunduk pada aturan tersebut, Pemerintah Australia harus memperhitungkan terlebih dahulu apakah sudah ada kesepakatan komersial yang tercapai antara platform digital dan media berita.
"Aturan itu akan disimpan di meja Bendahara Negara dan dia dapat menggunakannya sewaktu-waktu, setiap kali ada platform yang cukup besar mendapatkan uang," kata Profesor Leaver. Photo: Bendahara Negara Josh Frydenberg berbicara pada pendiri Facebook Mark Zuckerberg Kamis pagi lalu. (Supplied: Treasurer's Office)
Bendahara Negara belum mengatakan berapa banyak kesepakatan yang harus dilakukan Facebook dan Google dengan perusahaan media penyedia berita untuk menghindari aturan tersebut, tetapi tampaknya Google semakin dekat, kata Profesor Leaver.
Google telah mencapai kesepakatan dengan News Corp, Nine Fairfax, Seven West Media, The Guardian dan perusahaan berita ACM.
Google juga diharapkan mencapai kesepakatan dengan SBS dan ABC.
"Bendahara Negara tampak senang dengan apa yang telah dilakukan Google yang telah membuat kesepakatan dengan para pemain utama media," kata Profesor Leaver. Photo: Posting ABC News dihapus dari halaman Facebook sesaat setelah platform tersebut melarang konten berita. (Supplied)
Jika Bendahara Negara suatu saat nanti memutuskan untuk menggunakan aturan ini, Facebook dapat dengan mudah memblokir lagi berita Australia di platformnya.
Konsesi di menit-menit terakhir lainnya juga memberi Google setidaknya satu bulan pemberitahuan sebelum tunduk pada aturan tersebut.
"Ini berarti Facebook akan memiliki waktu satu bulan untuk mencapai lebih banyak kesepakatan untuk menghindari aturan ini, atau mereka akan menutup lagi berita sehingga mereka tidak perlu tunduk pada aturan tersebut," kata Profesor Leaver. Akankah Facebook membayar lebih sedikit?
Sepertinya.
Di bawah aturan tersebut, Facebook harus bernegosiasi dengan perusahaan media penyedia layanan berita sesuai dengan aturan yang ketat, kata Profesor Leaver.
Sekarang kesepakatan ini dilakukan secara tertutup.
Kita belum tahu berapa banyak Facebook akan membayar produser berita, tetapi James Meese, seorang peneliti hukum dan kebijakan media di RMIT University, memperkirakan besarannya bisa serupa dengan apa yang saat ini dibayarkan kepada perusahaan media di negara lain untuk penggunaan konten mereka di Facebook News.
Facebook News, yang merupakan fitur baru dalam aplikasi yang menampilkan konten asli jurnalistik adalah fitur baru yang diluncurkan perusahaan di Inggris.
"Mereka berencana untuk memperkenalkan Facebook News di Australia suatu saat nanti," kata Dr Meese.
"Membayar sejumlah uang kepada perushaan media dan penyedia berita adalah bisnis seperti biasa bagi mereka." Photo: Konten ABC News kini dapat kembali diakses di Facebook.
Camkan ini baik-baik: Facebook mungkin akan membayar perusahaan media sebesar jumlah yang seharusnya dibayarkan, tanpa ancaman tunduk pada aturan 'media bargaining code'.
"Saya menduga kesepakatan Facebook [dengan perusahaan media penyedia berita] akan jauh lebih sedikit daripada kesepakatan Google," kata Profesor Leaver.
"Facebook telah menggebrak meja, meminta mereka diperlakukan berbeda dengan Google." Apakah artinya lebih sedikit perusahaan berita yang dibayar Facebook?
Lagi-lagi jawabannya mungkin saja.
Berdasarkan aturan itu, perusahaan media manapun yang memiliki penghasilan sebesar AU$150,000 atau lebih dapat bernegosiasi dengan platform Facebook agar menerima bayaran atas konten. Photo: Kantor berita 7News mengumumkan konten beritanya telah dapat diakses kembali di Facebook.
Berdasarkan kesepakatan baru ini, Facebook mungkin hanya perlu menandatangani perjanjian dengan pemain besar.
"Ada yang berasumsi selama pemain besar dijaga agar tetap senang, semua akan baik-baik saja. Semuanya tergantung pada Bendahara Negara," ujar Dr Meese.
"Ada perusahaan media lebih kecil yang mungkin satu dollar pun tidak menerima."
Ini menyebabkan daerah pedalaman Australia, tempat banyak perusahaan media kecil, menjadi pihak yang "kalah" dalam kesepakatan baru ini, ungkap Dr Meese.
Profesor Leaver setuju bahwa daerah regional adalah "pihak yang kalah sebenarnya".
Google telah menandatangani perjanjian dengan ACM, yang membawahi beberapa kantor media terbesar di pedalaman Australia, seperti The Canberra Times, The Newcastle Herald, The Examiner, The Border Mail, The Courier, dan Illawarra Mercury.
Sementara itu, perusahaan media besar seperti News Corp justru berada di atas angin.
"Rupert Murdoch adalah pemenang sesungguhnya di sini," ujar Profesor Leaver.
"Ia telah memberlakukan 'paywall' [harus membayar untuk membaca konten] di kebanyakan situsnya. Sekarang ia memperoleh pendapatan karena tidak mengizinkan orang membaca tanpa berlangganan," katanya.
"Tanpa pengaruh politiknya, kita tidak akan punya 'bargaining code' [aturan tawar-menawar media]." Apa yang dicapai Pemerintah Australia?
Dipakai atau tidak, melalui 'media bargaining code', Pemerintah Australia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya: uang dalam jumlah besar yang mengalir dari platform kepada penerbit berita.
Aturan ini menimbulkan ancaman yang mendorong perusahaan teknologi untuk melakukan negosiasi," ujar Dr Meese.
"Facebook akhirnya menyadari bahwa tujuan pemerintah di sini adalah untuk tidak memberlakukan aturan yang sudah dibuat."
Menurutnya, "aturan dipakai sebagai keharusan untuk mendorong platform agar membayar". Video: Membagikan berita menurut aturan media di Australia (ABC News)
Pekan lalu, ketika muncul laporan bagaimana Google telah menegosiasikan kesepakatan dengan perusahaan media Australia senilai puluhan jutaan dollar, Bendahara Negara mengklaimnya hal tersebut sebagai hasil upayanya.
"Tidak ada dari perjanjian yang akan terjadi jika kita tidak memiliki undang-undang yang diajukan ke Parlemen," katanya pada waktu itu.
Namun, menetapkan undang-undang hanya untuk memaksa pihak lain agar bernegosiasi menimbulkan risikonya sendiri, yakni keberadaan sebuah undang-undang.
Di samping ketentuan soal pendapatan bagi perusahaan teknologi, aturan itu juga memuat persyaratan bagi platform agar membuka izin mengakses data 'engagement' dan pemberitahuan bila terdapat perubahan algoritma.
"Mereka jelas-jelas menang, namun mungkin tidak akan menjadi kemenangan terbesar," ujar Dr Meese.
"Untuk apa repot-repot membuat aturan bila tidak akan digunakan setiap saat?" Jadi ... siapa yang menang dan siapa yang kalah?
Facebook, Google, Pemerintah Australia dan perusahaan media keluar sebagai pemenang dalam peristiwa ini, ungkap Dr Meese.
Ia memberikan nilai "B-plus" untuk kinerja pemerintah dan "C" untuk kinerja Facebook.
Facebook menang dengan kerugian humas. Disengaja atau tidak, larangan berita yang diberlakukannya telah menimbulkan kekacauan, menutup akses pada informasi penting yang disediakan akun lembaga yang memberikan layanan darurat di tengah kebakaran hutan yang melanda Australia Barat.
"Facebook mengira mereka menang, tapi menurut saya mereka salah membaca keadaan," ungkap Profesor Leaver.
"Warga Australia lebih marah dari yang mereka kira."
Unggahan blog dari wakil presiden urusan global dan komunikasi Facebook tidak menyatakan permohonan maaf atas larangan akses berita yang sempat diberlakukan.
Google mendapatkan citra yang lebih baik akibat larangan berita Facebook, kata Profesor Leaver.
Setelah memasang kampanye humas dan mengancam untuk menarik layanannya, Google tiba-tiba mundur dan membuat kesepakatan dengan perusahaan media sebagai gantinya.
Google juga sempat menikmati hasil negosiasi Facebook dan terbayar dengan reputasinya. Bagaimana dengan warga Australia?
Mereka semua kalah, ujar Profesor Leaver.
Di satu sisi, mereka menanggung gangguan akibat larangan berita dan Facebook, yang memperlakukan mereka seperti lawan politik selama seminggu.
Di sisi lain, mereka juga akan menerima keuntungan puluhan dari jutaan dolar yang kini dapat diinvestasikan pada bidang jurnalistik.
Namun, tidak ada jaminan bahwa perusahaan pemberitaan akan memberikan uang tersebut untuk kepentingan jurnalistik berbasis kepentingan umum sama sekali, menurut Profesor Leaver.
"Ini menyebalkan," ujarnya.
Diproduksi oleh Hellena Souisa dan Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini
Ikuti berita seputar pandemi Australia dan lainnya di ABC Indonesia Unduh aplikasi ABC News
Klik gambar di atas untuk mengunduh aplikasi ABC News di perangkat digital Anda
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah Tekor Miliaran Dolar, Qantas Berharap Penerbangan Internasional Segera Dibuka