jpnn.com, JAKARTA - Radikalisme tidak hanya menyasar kaum laki-laki dan generasi muda.
Perempuan pun tak luput menjadi sasaran propaganda paham radikal.
BACA JUGA: Suhardi Ajak Generasi Muda Lawan Terorisme
Karena itu, perempuan Indonesia harus bersatu, bangkit, dan melek teknologi untuk membendung ancaman radikalisme dan terorisme.
"Penyebaran paham radikal terorisme di kalangan perempuan sudah sangat lumayan butuh perhatian. Artinya, bila kita ingin Indonesia aman dan tenteram, kaum perempuan pun harus ikut bergerak, bersatu, dan bekerja keras dalam memerangi paham negatif tersebut," ujar Ketua Fatayat NU Anggia Ermarini di Jakarta, Selasa (18/4).
BACA JUGA: Darurat Tiga Bulan setelah Dua Gereja Diserang
Menurut Anggia, ada banyak cara yang bisa dilakukan kaum perempuan untuk memerangi radikalisme dan terorisme.
Pertama, perempua, terutama ibu, adalah orang pertama yang bisa menanamkan nilai-nilai agama Islam yang sebenarnya kepada anak.
BACA JUGA: Deradikalisasi di Indonesia Sudah Oke
Yaitu , Islam yang ramah dan menjadi rahmat bagi semua serta nilai kebangsaan.
Dengan memiliki pemahaman agama dan kebangsaan yang benar sejak kecil, anak akan lebih kebal terhadap paham radikal.
"Makanya Fatayat NU sedang mengembangkan dakwah berbasis keluarga. Kami juga terus membekali dan memperdalam para dai-dai wanita tentang pengetahuan dan ancaman radikalisme terorisme dan bertepatan dengan Hari Kartini, 21 April besok, kami akan melantik seribu dai wanita Anti-Radikalisme Fatayat NU di Bandung," jelas Anggi.
Anggia menegaskan, langkah itu dilakukan sebagai perwujudan kaum perempuan, terutama Fatayat NU untuk membantu pemerintah mencegah radikalisme dan terorisme.
Sebab, akhir-akhir ini kalangan teroris menjadikan kaum perempuan sebagai 'martir' atau 'pengantin'.
Kondisi itu sangat memprihatinkan dan membutuhkan perhatian besar untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Contoh perempuan yang jadi martir terorisme Dian Yulia Novi dalam kasus bom Panci di Bekasi. Selain itu, ada TKI yang dipulangkan dari Taiwan karena terindikasi berkaitan dengan ISIS.
"Inilah yang membuat perempuan Indonesia tidak boleh berdiam diri. Ada banyak hal yang bisa dilakukan kaum perempuan untuk berperan aktif dalam pencegahan terorisme seperti mengambil peran besar dalam mengedukasi masyarakat dari ancaman terorisme," ungkap Anggia.
Fatayat NU sendiri telah memiliki ribuan jemaah yang tersebar dari desa sampai kota.
Anggia optimistis Fatayat NU bisa memberikan sumbangsih positif dengan memberikan edukasi yang signifikan di tengah lingkungan atau komunitas masing-masing.
Selain itu, mereka juga dibekali keterampilan tentang cara-cara mendeteksi bila ada gerakan-gerakan berbau radikalisme dan terorisme di masyarakat.
Anggia melanjutkan, deteksi di lingkungan dan komunitas masing-masing itu bisa dijalankan kader-kader Fatayat NU yang berada di grass root.
Kalau itu berjalan baik, dia yakin pencegahan radikalisme dan terorisme bisa lebih efektif.
"Selama ini, bila ada gerakan di RT/RW masing-masing, atau ada yang ingin mengganti asas negara menjadi daulah, kami belum punya keterampilan untuk meresponsnya. Nantinya dengan adanya daiyah anti-radikalisme itu, hal-hal semacam ini akan lebih mudah diantisipasi," tuturnya.
Selain itu, Anggia juga mengajak kaum perempuan untuk tidak gagap teknologi (gaptek).
Pasalnya, saat ini komunikasi melalui internet (dunia maya) menjadi sasaran penyebaran radikalisme dan terorisme. Karena itu, kaum perempuan tidak alergi menggunakan media sosial (medsos).
"Mau tidak mau, kaum ibu harus ikut gaul menggunakan medsos, paling tidak memantau anak-anak kita saat menggunakan gagdet," pungkas Anggia. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kader PKS Terlibat Terorisme? Ini Kata Kepala BNPT
Redaktur & Reporter : Ragil